Chereads / GIRL DRUMMER / Chapter 8 - Hari yang Berat

Chapter 8 - Hari yang Berat

Aku langsung menoleh saat mendengar ada suara guru BP, memang seperti biasa guru BP-Pak Bagio akan berkeliling di jam istirahat. Seperti yang dia lakukan saat ini, aku hendak melangkah keluar. Namun tangan ku langsung di tarik, "hmpp..." teriakan ku tertahan karena mulut ku di bekap oleh Azel, yah pria yang sedang merokok tersebut adalah Azel.

Pria yang sama yang pernah ku temui di toilet, dan sialnya sekarang aku malah menemukannya dengan satu keburukan lainnya. Jantung ku berdegup tak karuan, gugup takut ketahuan oleh Pak Bagio dan sekaligus takut karena matanya yang kini menatap ku dengan tajam.

"Jangan brisik lo, awas aja kalau sampai ketahuan" bisiknya pelan di depan wajah ku, bahkan nafasnya yang berbau rokok dapat ku hirup karena jarak kami yang benar-benar dekat.

Pak Bagio sudah pergi, Azel pun melepas bekapannya. Aku menghela nafas lega, detik kemudian buru-buru hendak bangkit dan meninggalkan tempat ini.

Baru saja akan melangkah, Azel menahan lengan ku membuat langkah kaki ku terhenti.

"Ini ketiga kali nya lo berurusan dengan gue" ucapnya dingin, aku berusaha melepaskan pegangannya pada lengan ku namun cekalan tangan Azel begitu kuat hingga aku merasakan sakit pada lengan ku.

"Gu-gue minta maaf" ucap ku sambil menatapnya takut, pria itu malah menampilkan senyum tipisnya dan sialnya senyum itu kenapa terlihat manis.

"Kalau Pak Bagio tau gue merokok di sekolah, lo siap-siap aja" ancamnya kemudian melepaskan tangan ku.

Merasa cekalannya sudah terlepas, aku segera berlari meninggalkan tempat tersebut. Sepertinya aku sudah tak sempat lagi untuk ke kantin, aku memilih untuk kembali ke kelas.

'Kenapa hari ini begitu sial' gumam ku dalam hati, sambil berjalan. Harusnya hari pertama masuk sekolah setelah seminggu libur terasa lebih menyenangkan, kenapa sekarang malah jadi banyak masalah, batin ku.

Hampir saja langkah ku sampai di pintu kelas, ku dengar seseorang meneriaki nama ku.

"Zia" aku menoleh, ternyata Kak Alfa setengah berlari menghampiri ku.

"Kak Al..., kenpa lari-lari?" tanya ku saat Kak Alfa sudah berada di hadapan ku, sambil mengatur nafasnya.

"Dari tadi aku nyariin kamu, kata Mita, Rini dan gengnya gangguin kamu lagi ya?" ahk...kenapa Kak Al manis sekali? Dia mengkhawatirkan ku, batin ku dengan hati yang berbunga-bunga.

Alfa Chemnitz, Kakak kelas ku sekaligus ketua osis di sekolah ini. Tinggi kurang lebih 170 cm dengan BB kurang lebih 63kg, jago olah raga terutama basket. Kulit putih, hidung mancung bak prosotan dan bibir yang sexy serta alis mata yang tebal menambah ketampanannya terlihat sempurna di mata ku.

Kak Alfa memegang kedua bahu ku dan memperhatikan tubuh ku dari atas hingga bawah, "kamu gak apa-pa kan?" aku tersenyum, kemudian menggelengkan kepala.

"Aku gak apa-apa kok Kak" ucap ku, ku lihat Kak Al menghela nafas lega. Apa benar segitu khawatirnya dia pada ku, batin ku bertanya dalam hati.

Brugh..

Kak Al dengan sigap menahan tubuh ku yang terhuyung, karena baru saja Azel lewat.

"Hei...lo gak bisa sopan dikit gitu?!" ucap Kak Al yang marah melihat Azel yang lewat seenaknya.

"Heh...sopan? apa gue harus sopan dengan orang yang sedang pacaran di jalan?" ucap nya menyindir, 'siapa juga yang pacaran' gumam ku dalam hati.

Aku menahan lengan Kak Al yang terpancing emosi, "udah Kak, jangan di tanggapi" ucap ku, Kak Al pun akhirnya menghentikan langkah.

"Makanya, kalau pacaran jangan di jalan. Lagian ini sekolah, bukan tempat kencan!" ucap Azel lagi sambil berlalu, 'apa dia tidak sadar dengan ucapannya, siapa yang tempo hari mesraan di toilet. Apa di situ tempat kencan?' ucap ku lagi, tentu saja hanya dalam hati.

"Ya udah Kak, aku masuk dulu ya. Udah bel" ucap ku, Kak Al pun mengangguk kemudian menyuruhku masuk, kemudian dia pun menuju kelasnya setelah aku masuk.

Aku duduk di kursi, "tampang aja lugu" ku dengar Azel bergumam, entah apa maksud perkataannya.

Aku memilih untuk membuka buku pelajaran selanjutnya, tak ingin menanggapi ucapannya. Sementara ku lihat Rini mulai menarik kursi mendekati Azel, aku mengabaikannya meski telinga ku tetap bisa mendengar rayuan-rayuan manja Rini pada pria tersebut. Belum lagi tangannya yang sejak tadi menempel di pipi Azel, sepertinya pria tersebut merasa risih tapi Rini tak pantang menyerah.

***

Bel pulang sekolah berbunyi, aku berjalan bersama Mita menuju gerbang. Seperti biasa aku akan menunggu jemputan di halte sekolah, begitu juga dengan Mita.

"Zi, udah milih kegiatan apa untuk etrakulikuler?" aku menggelengkan kepala, karena jujur memang belum ada yang terlintas di benak ku.

"Belum Mit, lo?" tanya ku balik.

"Udah dong, aku mau ikut seni peran" sebenarnya dari dulu Mita memang sudah suka bermain teater dan mungkin itu alasannya mengikuti seni peran.

Sementara aku masih bimbang, aku ingin sekali ikut kelas musik. Tapi mengingat ucapan Papa tadi pagi, nyali ku jadi ciut.

"Eh...nanti sore kita hangout yuk?" ajak Mita.

"Gue mana bisa Mit, lo tau sendiri kan gue mana punya waktu buat itu" ucap ku jujur, kadang aku lelah harus mengikuti segudang privat yang di berikan Papa pada ku. Aku juga ingin seperti Mita, bisa hahahihi sama teman-teman dan sekedar jalan-jalan menghabiskan waktu.

Karena Papa juga, aku jadi tidak punya teman di sekolah. Aku jadi sulit berbaur, mungkin karena setiap mau pulang sekolah aku harus buru-buru sampai karena sudah ada guru privat yang menunggu ku di rumah.

Beruntung Mita masih mau berteman dengan ku, meski aku tak pernah bisa di ajak main bareng sama dia. Kami hanya sering bertemu di sekolah, sesekali Mita datang ke rumah, itupun saat aku tak ada kegiatan privat.

Sampai di gerbang, aku sudah melihat Mang Ujang yang berdiri di sebelah pintu penumpang, aku berjalan menuju mobil.

"Mit, gue duluan ya" pamit ku saat Mang Ujang sudah membukakan pintu, Mita tersenyum kemudian melambaikan tangan ke arah ku.

Sementara dari kejauhan, Azel memperhatikan mobil yang membawa Zia. Entah kenapa dia jadi penasaran sama gadis tersebut, Azel pun melajukan kendaraannya mengikuti mobil hitam tersebut.

Zia yang tak menyadari seseorang mengikuti mobilnya malah asyik memainkan benda pipih di tangannya, dia sedang bermain game online. Hanya di mobil dia bisa memainkannya, nanti sampai di rumah dia pasti sudah di sibukkan dengan belajar. Hingga akhirnya mobil sudah sampai di halaman rumah Zia, Azel menatap rumah mewah di hadapannya.

Aku mendengar suara gelak tawa seorang wanita dari pintu utama, aku pun melangkah masuk dan cukup mengejutkan. Seorang wanita dengan pakaian minim duduk di atas pangkuan Papa, kalau tidak salah itu wanita yang bernama Elsy yang beberapa hari lalu pernah Papa kenalkan pada ku.