"Baik My Lady," jawab Deanna, ia sudah biasa dengan keangkuhan Lady-nya itu. Sifat Lady Rasta memang sudah seperti itu dari kecil, dan sayangnya Tuan Marquess membiarkan putrinya tumbuh dengan sifat seperti itu karna rasa sayangnya yang sangat besar terhadap sang putri.
Almarhum Tuan Marquess sebenarnya ingin menjodohkan Lady Rasta dengan putra seorang dari seorang Count, tapi Rasta menolak keras keinganan sang Ayah. Ia ingin menjadi wanita nomor satu di Arandelle, menjadi seorang Countess tidak akan mewujudkan impiannya tersebut. Itu sebabnya Lady Rasta meminta kepada Sang Ayah untuk menjadikannay selir kerajaan, tidak masalah menjadi selir karna menurutnya dari sana ia bisa beranjak untuk menjadi seorang Ratu jika ia memiliki kesempatan, jika tidak maka dia sendirilah yang akan membuat kesempatan itu.
Tuan Frederick Marquess sudah mencoba untuk menghentikan niat putrinya itu, ia juga memberikan nasihat. Namun Lady Rasta tidak memperdulikan semua nasihat Ayahnya, malah ia mengancam akan bunuh diri jika Sang Ayah tidak menuruti keinginannya. Tuan Marquess tidak ada pilihan lain selain menuruti keinganan sang putri, beruntung ia merupakan abdi yang setia. Sehingga Yang Mulia Raja mau memikirkan permintaannya tersebut.
Lady Rasta bisa menjadi selir karna Ratu Carissa membujuk Raja agar menerima permintaan Tuan Marquess yang sudah mengabdikan seluruh hidupnya untuk Kerajaan.
Tapi menurut Raja hal itu memang sudah kewajibannya dan Raja merasa tidak perlu membalasnya, apalagi dengan menjadikan Frederick sebagai selirnya.
"Anggap saja itu sebagai permintaan terakhirnya My King." itulah yang diucapkan sang Ratu saat Raja tidak mendengarkannya dan tetap dengan pendiriannya.
Raja yang bingung dengan perkataan Ratu-nya, langsung meminta penjelasan. Dan Ratu menjelaskan jika Tuan Marquess memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan usianya tidak lama lagi.
Dari mana Ratu tau? tentu sebagai pemimpin Ratu selalu memperhatikan bawahannya, ia melihat wajah pucat Tuan Frederick sudah seminggu lebih lamanya. Sang Ratu pun mengutus orang untuk menyelidiki apa yang terjadi pada abdi setianya itu, dan ia mengetahui jika selama ini Tuan Marquess sakit parah dan tidak dapat disebuhkan. Ratu mengetahui info ini dari tabib yang merawat Marquess, tabib itu dibawa menghadap Sang Ratu dan menjelaskan semuanya.
Barulah setelah mengetahui hal tersebut, Yang Mulia Raja mau menerima permintaan abdi setianya itu. Dan hukum di Arandelle, jika Raja sudah mengangkat seorang selir maka Raja harus bermalam bersama selirnya sebagai symbol bahwa Lady tersebut sudah sah menjadi selir. Raja melakukan hal tersebut dengan berat hati, dan itu merupakan malam pertama dan terakhir Raja menyentuh Lady Rasta. Yang Mulia Raja juga tidak pernah mengunjungi Lady Rasta dan putrinya dikediaman mereka. Istana bagian utara.
Deanna kembali kekamar Lady Rasta dengan seorang gadis cantik, gadis itu memakai gaun berwarna biru dengan perpaduan putih. Bagian rok gaun dari pinggang kebawah terdapat renda yang bertingkat. Gaun dengan belahan dada rendah dan juga sedikit memamerkan bahunya. Gadis itu memakai kalung dengan batu berlian ditengahnya untuk mempercantik dan memperindah leher jenjangnya.
"My Lady, Lady Luisa sudah siap." ucap Deanna, Lady Rasta yang sedang menambah pewarna bibir dibibirnya berbalik dan melihat putrinya.
Rasta memperhatikan Putrinya dari atas sampai bawah untuk menilai penampilan gadis itu, ia tersenyum dan mengangguk puas. Karna menurutnya putrinya sangat cantik.
"Bagus, sekarang ayo kita pergi." ucapnya, ia berjalan didepan dengan Luisa disampingnya. Dibelakang mereka ada lima orang pelayan yang mengikuti termasuk Deanna.
"Ibu, aku dengar dia sudah sadar, apa itu benar?" Tanya Luisa dengan suara pelan.
"Kita akan tau jawabannya saat sudah disana." jawab Rasta, dan itu membuat Luisa tidak puas dengan jawaban Ibunya. Namun begitu ia tidak bertanya apa pun lagi sampai mereka tiba diruang makan.
Seperti biasa, selalu mereka yang datang pertama. Lady Rasta dan Luisa langsung menduduki kursi mereka dengan bantuan pelayan.
Tidak lama kemudian Raja dan Ratu tiba, Raja memegangi tangan Sang Ratu saat mereka turun dari tangga. Dan pemandangan itu dilihat oleh Rasta, ia selalu merasa cemburu dengan kepedulian Raja terhadap Ratu. Ini juga yang menjadi alasan kenapa ia sangat ingin menjadi Ratu, Rasta juga ingin diperhatikan seperti itu oleh Yang Mulia Raja.
Semua pelayan membungkuk hormat saat Raja dan Ratu memasuki ruang makan.
"Salam kami haturkan kepada matahari Kerajaan Arandelle. Selamat pagi Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu, semoga hari Anda menyenangkan." ucap para pelayan bersamaan.
Ratu Carissa tersenyum dan mengangguk, dengan lembut ia menjawab "Semoga hari kalian juga menyenangkan."
"Terimakasih Yang Mulia." jawab para pelayan,
Berbeda dengan Raja Clude, ia tetap tenang dengan wajah tanpa ekspresi.
Lady Rasta dan Luisa pun bangkit dan membungkuk hormat saat Raja dan Ratu sudah didepan meja makan.
"Salam kami haturkan untuk matahari Kerajaan Arandelle, semoga hari Anda menyenangkan." ucap keduanya serempak.
"Terimakasih, semoga kalian juga." jawab Ratu Carissa dengan senyum lembutnya.
"Terimakasih kembali Yang Mulia." jawab Lady Rasta,
Ratu Carissa duduk setelah Raja Clude menarikkan kursinya, "Terimakasih My King."
Raja Clude tersenyum kecil dan mengangguk untuk menanggapi ucapan terima kasih sang Ratu, dan Lady Rasta memperhatikan itu semua.
Demi langit dan bumi dia sangat cemburu, namun sebaik mungkin ia menutupinya. Lady Rasta sangat pandai menutupi ekspresi dan emosinya didepan Raja dan Ratu. Juga didepan Putri Athanasia.
"Apa Tuan Putri benar-benar akan datang?" Tanya Ratu Carissa pada salah satu pelayan,
Pelayan itu membungkuk hormat dan menjawab, "Benar Yang Mulia, Tuan Putri sedang menuju kemari bersama para pelayannya."
Jadi benar gadis itu sudah sadar? apa wanita tua itu menipuku? Batin Lady Rasta, ia berusaha untuk tidak terlihat emosi sekarang.
Ratu Carissa mengangguk, "Tidak masalahkan kalau kita menunggu Putri Athanasia sebentar lagi?" tanyanya pada Lady Rasta.
"Tentu tidak masalah Yang Mulia. Maaf Saya baru mengetahui Tuan Putri Athanasia sudah sadar, Saya sangat khawatir dengan Tuan Putri namun belum sempat mengunjunginya." jawab Lady Rasta dengan nada menyesal.
"Terimkasih sudah khawatir dengan Putri Athanasia, dia sudah tidak apa-apa. Jadi kau tidak perlu terlalu khawatir lagi, Lady Rasta." ujar Ratu Carissa dengan senyuman diwajahnya.
Ratu Carissa menatap Lady Luisa, "Kau sangat cantik dengan gaun itu Luisa." ucap Ratu tulus, ia menyayangi Lady Luisa karna bagaimana pun gadis itu juga putri Raja.
Luisa sedikit membungkukan tubuhnya, "Terimakasih Yang Mulia, tapi Anda jauh lebih cantik."
Ratu Carissa tersenyum lembut, "Bagaimana latihan berkudamu? Lancar?"
"Lancar Yang Mulia, meski sedikit masalah tapi aku baik-baik saja. Pelatih kudaku juga mengajariku dengan baik." jawab Luisa sopan.
"Sorry, am i late?" suara seorang gadis terdengar memasuki ruang makan.