Chereads / Take down / Chapter 25 - MASA-MASA YANG ANNOYING!

Chapter 25 - MASA-MASA YANG ANNOYING!

Dari kejauhan Risa menatap Daniel penuh emosi. Air matanya ingin keluar karena rasa tidak sangkanya akan perbuatan Daniel yang mengkhianatinya. Hampir saja kemarin ia memarahinya langsung via telepon, beruntung Altezza menghentikannya dan mengatur rencana lain.

"Seburuk ini nasib gue di masa SMA. Masa SMA yang seharusnya penuh dengan warna, tapi nyatanya malah memberi luka. Cocok sih ini kalau dijadiin masa-masa gue yang annoying, annoying time!" batinnya mencerca takdirnya sendiri.

Ketika hatinya terpuruk seperti itu Altezza membisikkan kata-kata semangat dari belakang. Dengan begitu ia kembali melangkah dan menguatkan dirinya apa yang akan terjadi sekarang. 

Terlihat Daniel melambaikan tangan pada Risa, dan Risa pun meresponnya dengan baik. Sebisa mungkin ia tidak menunjukkan rasa kesal dan benci pada Daniel, wajahnya pun tetap ditarik paksa untuk bisa tersenyum bahagia.

Seperti biasa, Danie memanggilnya dengan panggilam bee dan meraih tangannya untuk duduk di sampingnya. Altezza yang melihat itu dari kejauhan tetap bersikap waspada dengan bulatan matanya yang hanya terfokus ke arah mereka. Untuk berjaga-jaga ia menghubungi Gabriel agar bisa datang ke tempatnya dan bersembunyi di parkiran bersama para bodyguard-nya. Altezza tidak yakin jika dirinya akan bisa melawan Daniel yang bisa saja memesan orang suruhan untuk melindunginya.

Dalam kebisingan musik yang diputar, ia tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan oleh mereka. Sehingga ia mencari cara agar tetap bisa menyimak apa yang Daniel katakan. 

"Nomor siapa ini?" kedua alis Altezza mengernyit saat ada telepon masuk dari nomor tak dikenal. Setelah ia mengangkatnya, "Risa?!" lirihnya yang mendengar Risa membisik di balik teleponnya.

Beruntung Risa menghubungi Altezza, jadi Altezza pun bisa mendengarkan perbingan keduanya. Tapo ada satu yang jadi pertanyaan saat ini, kenapa Risa bisa memiliki nomornya. "Astaghfirullah, 'kan kita satu grup, ya. Risa pasti tau lah," batinnya segera menjawab keheranannya. 

Risa dan Altezza tidak saling menyimpan nomor mereka masing-masing. Namun ketika Risa mencari nomor Altezza, ia bisa menemukannya di keterangan grup kelas 11. 

"Gimana rencana untuk satu bulan ke depan?" 

Risa kembali menatap Daniel saat bertanya seperti itu. Bukannya ia menjawab apa yang ditanyakan, tapi ia malah bertanya balik mengenai hubungan kedua orang tuanya. Meskipun enggan menjawab, tapi Daniel menjelaskannya seperti biasa jika papanya masih suka dengan perselingkuhannya. Ada seringaian kecil yang disembunyikan Risa, sebab ia sudah tahu jika Daniel hanya sedang berdusta. Selama ini ia dibohongi dan hanya diperalat agar bisa memuaskan dendamnya kepada ibunya.

Beruntung selama ini ia tidak diapa-apakan, Daniel hanya selalu memberinya fasilitas kesenangan agar semakin hanyut dalam kebiasaannya. Dan ketika ia sudah sampai dipuncak permainan Daniel yang bisa saja melakukan hal gila, Altezza menyelamatkannya meski tetap saja Risa tidak akan pernah pro terhadap sikapnya yang sudah dicap menyebalkan. 

"Bee, jawab pertanyaanku tadi." pinta Daniel sambil mengelus punggung tangan Risa. 

Risa menjawabnya setelah beberapa menit berpikir, "Mungkin aku akan pergi bersama seorang wanita yang sudah membuatku nyaman, dan selalu memberikan kehangatan di kala aku sedang kesepian." wajahnya memancarkan aura bahagia ketika mengingat kebersamaannya bersama Hafshah. Meskipun sesaat dan hanya terjadi beberapa kali, tapi ingatannya tidak pernah mau hilang karena ia bisa merasakan tulusnya cinta yang diberikan Hafshah kepadanya. 

Altezza terdiam saat mendengar jawaban dari Risa. Ia menebak wanita itu adalah uminya sendiri. Bukannya kepedean, tapi ia akui uminya memang pandai membuat orang jatuh cinta. Jika yang ratusan santri saja bisa ditaklukan, bagaimana tidak dengan Risa yang jumlahnya cuma satu orang.

Tidak hanya Altezza yang terdiam, Daniel pun menatap wajah Risa untuk mencari siapa wanita yang dimaksud olehnya.

"Apa itu Viollet? Kalian akan pergi bersama? Kemana?! Sepertinya kamu menyembunyikannya dariku, kamu tidak pernah mau bercerita belakangan ini." tebak Daniel yang tidak sama sekali curiga.

Tiba-tiba Risa tertawa, "Bukan, bee. Wanita itu sangat berharga dihidupku saat ini. Jika tidak ada dia … mungkin aku akan…," Risa menggantungkan ucapannya. 

"Aku akan?" tanya Daniel penasaran.

"Maksudku tidak akan sebahagia ini, dan aku ingin mengenalinya lebih jauh lagi." 

Daniel yang geram dengan jawaban Risa yang tidak dapat dipahaminya mengembalikan topiknya ke topik utama. Ia tidak peduli lagi dengan apa yang akan dilakukan Risa untuk satu bulan ke depan, yang ia pedulikan adalah dendamnya terbalaskan sesuai rencana. 

Dari sana datanglah satu pria berusia di kisaran empat puluh tahunan. Tubuhnya besar dan tinggi, sehingga Risa mulai tidak nyaman karena tatapannya yang jelalatan. 

"Bee, siapa dia?!" tanya Risa ketakutan.

"Kamu tenang saja, bee. Dia ini pria yang baik, dia bawahanku yang biasa berjaga di daerah sini." 

"Lalu kenapa kamu membawanya ke sini? Bukannya ini adalah waktu kebersamaan kita? Yang otomatis hanya ada aku dan kamu." hati Risa semakin tidak enak, dan ia sedang berusaha mengontrol dirinya agar tidak menghentikan dramanya. Ia harus menunggu sampai ia tahu apa yang ingin dilakukan Daniel terhadapnya.

Bukan hanya Risa yang ketakutan, Altezza pun merasa cemas. Ia meminta Gabriel untuk masuk dan menemaninya di sana, agar jika terjad sesuatu ia bisa segera menghentikannya.  

Gabriel pun menepuk pundak Altezza saat ia menemukannya, kemudian Altezza menunjukkan jarinya ke arah Risa dan Daniel yang sedang berbincang. Mereka kembali fokus menyimaknya sambil terus memantau pergerakan Daniel dan pria besar tadi.

"Tidak apa-apa, bee. Dia hanya ingin menemani kita saja yang sedang pacaran. Lagian nanti juga ada satu orang lagi yang mau gabung, jadi kamu tidak perlu khawatir, ya." ucap Daniel.

Risa sudah tahu siapa orang yang dimaksud oleh Daniel. Viollet lah yang akan datang setelah kedatangan pria bertubuh kekar dan besar ini, perasaanya jadi semakin tidak enak dan tidak terkendalikan. Tapi beruntung ia bisa melihat Altezza yang terus memintanya untuk tenang meskipun dari kejauhan. 

"Sabar Risa, Lo harus malu sama Altezza. Bebapa kali Lo bentak dia, ngebiarin dia dipukuli anak buah Daniel, ngehinanya, dan sekarang Lo malah dibantuin tanpa diminta imbalan? Lo harus belajar sabar, Ris. Sabar. Meskipun Lo gak tau apa arti sebenarnya, tapi tetap tahan diri untuk tidak ngamuk detik ini juga." batin Risa menyemangati dirinya sendiri.