Keputusan dari Dokter Risa harus dirawat untuk beberapa hari ini. Karena kondisinya yang lemah dan suhu tubuhnya yang panas. Sekarang Hafshah sedang ada dalam kebingungan. Ia harus berdiam diri di ruangan Risa untuk menjaganya, atau lebih baik ia pulang sebentar untuk mengurus anaknya yang sedang sakit.
"Ibu, sebaiknya ibu pulang dulu saja. Kasihan Altezza, dan ibu pun harus mengganti hijab, bukan?!"
Beruntung Gabriel membantunya. Ia mengutarakan pendapatnya karena memang Hafshah masih mengenakan mukena. Meskipun memakai gamis, tapi ia mengerti jika sebenarnya Hafshah ingin mengganti hijabnya dengan kerudung biasa. Setelah mengatakan itu ia kembali berucap jika bodyguard-nya lah yang akan menjaga Risa sampai nanti Hafshah kembali lagi ke ruangannya. Ia pun memesankan taxi online agar Hafshah bisa segera membuatkan sarapan untuk Altezza. Hari ini Altezza tidak akan masuk sekolah karena kondisinya yang masih lemah, dan Gabriel pun akan menyampaikan izinnya.
Setelah Gabriel dan Hafshah pergi, tinggallah Risa bersama dengan dua bodyguard Gabriel yang sedang menjaganya di sofa. Mereka tidak akan pergi kemana pun sampai Risa terbangun dari tidurnya. Setahu mereka, Risa tidak bisa tidur setelah bermimpi buruk. Dengan begitu sekarang ia sangat terlelap di atas brangkarnya.
Di apartemen Altezza, Hafshah sudah selesai menyuapi anaknya. Ia pun menggantikan plaster di keningnya dengan plaster yang baru. Dalam perlakuannya Hafshah berbicara jika ia akan kembali lagi ke rumah sakit untuk menjaga Risa, dan Altezza akan dijaga oleh dua bodyguard yang sekarang sedang berjaga di rumah sakit. Ia melakukan itu karena khawatir dengan Risa yang pasti tidak akan mau dijaga oleh orang lain selain darinya.
"Iya, mi. Tidak apa-apa. Justru Altezza sangat mendukung umi untuk bisa menjaganya. Maafkan Altezza, ya, mi. Gara-gara Altezza umi jadi ngurus dua orang di sini. Umi ngurus Altezza, dan umi juga ngurus Risa. Tapi umi tenang saja, untuk kedepannya Altezza akan menyelesaikannya sendiri tanpa merepotkan umi lagi." ucap Altezza yang merasa tidak enak dengan ibunya.
Hafshah tersenyum mendengar itu, "Umi sangat senang bisa berada di samping Risa. Risa itu sudah umi anggap seperti anak sendiri, jadi umi tidak keberatan sama sekali." jawabnya.
Syukur yang pantas dipanjatkan oleh Altezza saat ini, karena ia sudah diberikan seorang ibu yang sangat baik, penyayang, tulus, dan lemah lembut seperti Hafshah. Ia tidak tahu jika ibunya bukanlah Hafshah, mungkin ia akan kesulitan untuk membantu teman sekelasnya.
Saat mereka sibuk mengobrol, tiba-tiba handphone yang ada di saku gamis Hafshah berdering. Ia langsung mengeluarkannya dan melihat siapa orang yang sudah menghubunginya.
"Handphone Risa," ia baru tahu ternyata yang berdering bukanlah handphone-nya melainkan handphone Risa yang sempat ia masukkan sebelum Risa dibawa ke rumah sakit.
Terlihat dengan jelas nama orang yang memanggilnya itu adalah Devi, salah satu teman malamnya yang bersekolah di SMAN Jati Asih. Melihat itu Altezza meminta uminya untuk mengangkat panggilannya, lalu ia pun meminta agar uminya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan satu kali anggukan Hafshah mengangkat panggilannya dan melakukan apa yang diminta anaknya.
Hafshah yang juga merasa peduli terhadap Risa memberitahunya di mana Risa di rawat, dan ia pun mengatakan jika dirinya akan menghampirinya beberapa menit lagi.
"Kamu mengenal Devi?" tanya Hafshah pada Altezza. Karena Altezza tidak tahu, lantas ia pun menggeleng jujur. Ia rasa di sekolahnya tidak ada nama Devi, apalagi mengaku teman dekatnya.
"Mungkin dari sekolah lain, ya?" tanya Hafshah lagi.
"Mungkin, mi."
Di ruangan Risa, kedua bodyguard Gabriel kewalahan menjawab semua pertanyaan yang diluncurkan olehnya. Mereka menjawab sebisanya, sedangkan Risa ingin dijawab dengan kebenaran dan kepastian. Padahal kedua bodyguard Gabriel tidak tahu pasti bagaimana kejadian saat Risa dibawa ke rumah sakit. Mereka meminta agar Risa mau menunggu Hafshah yang sebentar lagi akan datang. Namun Risa tidak terima, ia tetap meminta jawabannya sekarang agar dirinya tahu bagaimana kejadiannya.
"E, e, ehh.. jangan dilempar seperti itu, non. Sayang buah-buahannya." tegur salah satu bodyguard Gabriel yang menyayangkan sikap Risa yang sekarang terlampau ngamuk.
Bugh!
"Awwww …" tiba-tiba buah apel yang dilemparkan Risa mengenai pipi dan hidung salah satu temannya yang baru masuk karena mau menjenguknya.
Risa membulatkan kedua matanya syok. Ia tidak tahu jika teman-temannya ada di sana. Padahal sejak tadi ia selalu melemparkannya ke pintu. Dan ternyata kali ini pintunya tergantikan oleh temannya. "Anya?! Kamu gak papa, kan?!" Risa memastikan.
Anya yang memang kesakitan membekam hidungnya dengan sedikit tekanan, dan tiba-tiba … "Ah, hidungku?!" paniknya. Hidungnya berdarah dan kepalanya juga langsung mendadak pusing. Risa meneriaki kedua bodyguard Gabriel untuk menolong temannya, mereka pun kembali bangkit dan membawakan tissue untuk Anya.
Anya adalah teman malam Risa juga, tapi ia bersekolah di SMK Pertiwi dan sekarang sedang berada di kelas akhir.
"Ada apa ini?"
Ketika mereka sibuk dengan hidung Anya yang berdarah, Hafshah datang membawa tas jinjing kain berisi makanan untuk dua bodyguard Gabriel dan bubur untuk Risa. Ia ikut panik karena melihat darah yang sudah berserakan di atas lantai berwarna putih. Ia langsung memanggil suster yang sedang lewat untuk membantunya. Akhirnya teman-temannya yang lain ikut pergi menemani Anya.
Risa yang sejak tadi menunggu Hafshah terus memanggilnya agar segera mendekatinya. Ia ingin menanyakan kejadian semalam, dan ia pun sudah ingin makan nasi goreng buatannya. Kedua bodyguard Gabriel merasa tenang karena Hafshah sudah datang, lalu ia mengadukan kejadian barusan kepadanya karena sudah merasa pusing.
"Tidak apa, maafkan, ya. Kalian bisa pergi ke apartemen anakku setelah menghabiskan makanan ini." jawab Hafshah sambil memberikan dua tempat makan untuk mereka.
"Nasi goreng untukku?!" tanyanya.
Hafshah tersenyum, "Hari ini nasi goreng libur dulu, ya, sayang. Umi bawakan bubur ayam untumu, kamu pasti suka juga." jawabnya dengan mencolek hidung Risa yang terlihat mancung. Risa tidak bergeming, ia hanya tersenyum tipis dan siap makan disuapi umi barunya.