Di malam harinya, Risa bersiap dengan gaun mininya. Ia memang selalu berpakaian seperti itu ketika hendak pergi ke tempat favoritnya. Namun ketika ia keluar dari kamarnya, Altezza memalingkan wajahnya dan menatap Hafshah untuk menyuruhnya mengganti pakaian dengan yang lebih tertutup.
"Mana bisa aku mengganti pakaianku yang sangat bagus ini, bisa-bisa aku diejek sama orang lain. Wanita di sana pakaiannya lebih pendek dariku, mi." tolak Risa dengan wajahnya yang menggerutu tak terima. Lantas ia pun menatap Altezza dengan tatapan yang tajam, ia tidak suka jika Altezza meminta yang aneh-aneh. Tentu baginya berpakaian seperti itu bukanlah hal yang tabu, tapi bagi Altezza itu sudah melampaui batas.
"Sekalian aja jangan pake ba…,"
"Altezza," panggil Hafshah menghentikan apa yang ingin diucapkan oleh anaknya.
"Astaghfirullah, maaf, mi. Altezza khilaf." ucapnya sambil menunduk.
Tidak biasanya Altezza berkata seperti itu, dan kali ini ia rasa emosinya melihat Risa yang tidak mau diatur sangatlah tinggi. Sehingga hampir saja ia mengucapkan kata-kata yang tidak pantas.
"Ayo," ajak Risa yang sekarang sudah lengkap memakai sepatu berhak tinggi.
Tidak ada respon dari Altezza, ia masih tertunduk dengan wajah datarnya. Hal ini membuat Risa geram dan merengek pada Hafshah. Hafshah jadi merasa sedang menengahi kedua anaknya, Risa yang sikapnya hampir sama dengan Adeeva membuat ia tidak kebingungan menyikapinya. Dengan senyuman Hafshah menjawab rengekan Risa, dan dengan tatapam yang meneduhkan Hafshah meminta kepada Altezza untuk menuruti kemauan Risa.
"Altezza gak akan berangkat kalau bajunya masih kekurangan bahan kayak gitu, pergi aja sendiri." jawab Altezza yang diperuntukkan kepada Risa.
"Ih kok gitu, bener-bener nyebelin, ya. Emang, gak salah aku manggil kamu pria yang menyebalkan. Buktinya sikap kamu emang nyebelin." gerutu Risa.
Dan terjadilah perdebatan di antara keduanya. Risa tidak mau kalah dengan keinginannya, dan Altezza tidak mau kalah dengan tekadnya. Altezza melakukan itu karena demi Risa juga, ia tidak mau melihat orang lain berpikiran aneh-aneh saat menatapnya. Terlebih malam ini akan menjadi malam yang masih berbalut misteri, mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan Daniel terhadap Risa.
"Iya, iya, iya. Gue ngalah demi lo, awas aja ya kalau nanti rewel lagi kaya gitu." oceh Risa yang langsung pergi ke kamar meninggalkan keduanya.
Di sana Altezza kembali menatap Hafshah, "Maafkan aku, mi. Aku melakukan ini demi keamanan dia juga," ucap Altezza yang merasa tidak enak berdebat di depan uminya.
Hafshah tersenyum, "Iya, sekarang umi paham, kok."
Berbeda dengan Altezza, Risa justru terus mengomel sambil mengganti pakaiannya. Ia memilih gaun yang lumayan panjang dengan batas akhir di bawah lutut. Risa pun keluar dan mengajak Altezza kembali.
"Ayo, sekarang udah agak panjangan nih gaunnya."
Sekilas Altezza melihat dan waktunya bisa dihitung, hanya satu detik saja. Kemudian ia menatap uminya, "Tidak bisakah umi meminjamkan gamis kepadanya?" rengeknya yang merasa pakaian Risa benar-benar tidak ada yang benar. Jika dibandingkan dengan gaunnya sekarang, ia lebih memilih Risa memakai celana jeans yang longgar yang dipadukan dengan kaos pendek. Tapi ia sadar jika dirinya tidak tahu fashion kesukaan Risa.
"Jangan bilang kamu nyuruh aku ganti pakaian lagi. Altezza , ini sudah termasuk ukuran yang panjang. Aku gak mungkin ganti lagi," omel Risa. Tapi sesaat Altezza terdiam karena baru kali ini ia mendengar Risa memanggilnya dengan panggilan namanya yang sangat lengkap. Namun meski tidak menyangka, ia kembali menatap wajah sang mama dan menunjukkan wajah layunya.
Hafshah tertawa melihat wajah anaknya yang memelas seperti itu, lantas ia pun bangkit dan mendekati anaknya. Lalu membisikkan sesuatu, "Altezza anak umi, semuanya butuh proses, sayang. Nanti kamu tidak hanya akan melihat Risa memakai gamis panjang saja, tapi juga akan melihat Risa memakai hijab dan menutup auratnya dengan sempurna."
Setelah mendengar penuturan uminya, Altezza jadi merasa lebih tenang. Akhirnya ia pun mengangguk dan tersenyum tulus.
"Hey, pria kuno yang menyebalkan! Lihat ini, cowok gak tau diri itu terus menghubungiku. Ayolah, sebelum dia mencurigai kita." oceh Risa lagi.
Hafshah pun menepuk pundak Altezza beberapa kali, ia yakin jika Altezza bisa melakukan semuanya dengan baik. Tidak hanya itu, ia yakin jika anaknya bisa membantu Risa bangkit dari permasalahannya.
Keduanya berpamitan dan bersalaman kepada Hafshah, terlebih Altezza yang meminta doa uminya yang sangat manjur.
Ketika Altezza hendak ke parkiran, Risa menarik topi putihnya yang belum dipakai. "Kamu mau kemana?!" tanyanya heran. "Sepeda." tunjuk Altezza yang mengisyaratkan jika mereka akan menggunakan sepeda sebagai kendaraan menuju diskotik.
Risa mendecak kesal, kekesalannya bisa terlihat dari wajahnya yang mengernyit penuh amarah. "Gak usah pake itu, pria kuno yang menyebalkan. Kita pake taxi online aja, lama kalau pake itu. Nanti kalau ketahuan gimana?!"
"Terus siapa yang bayarnya?" tanya Altezza.
"Ya… kamu lah. Masa aku. Kamu juga tau kan kalau card ku masih disita sama papa." jawabnya tanpa malu.
"Udah jangan banyak mikir, jangan pelit juga. Ayo!" Risa semakin menarik topi putih yang digenggam Altezza hingga mereka tiba di pinggir jalan.
Beberapa menit kemudian taxi online itu datang, dan mereka langsung masuk dengan Altezza yang memilih duduk di depan. Risa yang memang selalu melihat Altezza yang aneh tidak menanyakan alasan kenapa ia memilih tempat duduk di depan, ia justru merasa senang karena di sampingnya tidak ada lagi pria yang menyebalkan. Jadi ia bisa bebas duduk di sana ataupun di sebelahnya.
Setibanya di tempat tujuan, Altezza langsung membayar taxi-nya. Kemudian ia mengedarkan pandangannya ke tempat yang terasa asing baginya. Risa yang melihat itu menepuk pundaknya sambil tertawa, "Udah gak usah takut kaya gitu, ini bukan tempat pembunuhan kok." ledek Risa.