"Altezza kamu mau kemana?!" tanya Hafshah ketika Altezza keluar apartemen dengan gaya khasnya.
Risa hanya bisa memperhatikan gerak-geriknya yang tampak tak biasa, Altezza menjawab jika dirinya hanya akan menemui seseorang karena urusan penting. Ia pun pamit sambil mengecup punggung tangan Hafshah, sedangkan Risa hanya terus menatapnya. Kemudian tatapan itu beradu sebelum Altezza benar-benar berlalu dari hadapannya, ia mencari sesuatu di dalam tatapan Altezza. Namun tidak ada apa-apa, ia malah semakin kesal karena Altezza mengalihkan tatapannya lebih dulu.
"Tugas dadakanku harus berhasil!" batin Altezza dengan kepercayaan penuh.
"Mau kemana sih, pria itu. Ibu gak larang dia apa? Dia kan baru aja pulang sekolah, kita aja baru selesai makan siang." oceh Risa sambil menyilangkan kedua tangannya.
Hafshah tersenyum, "Memangnya kenapa? Kamu mencemaskannya?!" ledek Hafshah yang langsung mencolek dagu Risa yang tampak sedikit panjang.
"Me-mencemaskannya?! Tentu tidak, Bu. Hanya saja aku gak mau ibu mencemaskannya terus, luka memarnya kan belum sembuh. Wajahnya pun masih jelek seperti itu." ungkapnya sedikit mencerca Altezza di hadapan ibu kandungnya.
Hafshah pun membuang nafasnya panjang namun perlahan, "Tidak apa, anak umi jagoan ko. Oh, ya, sudah umi bilang, kamu panggil saja umi jangan ibu. Umi ngerasa terbatas kalau kamu memanggil seperti itu." pinta Hafshah.
Risa mengangguk sambil tersenyum, ia akan melakukannya karena Hafshah pun sudah berusaha memberinya kebahagiaan. Setelah deal dengan panggilan Hafshah, mereka kembali masuk ke apartemen masing-masing. Risa memutuskan untuk bersantai di ruang tengahnya, dan Hafshah memilih untuk tidur siang. Beberapa hari lagi ia akan pulang ke rumahnya, meninggalkan anak bujangnya yang sedang berjuang dengan berbagai masalah. Tapi ia ikhlas, demi pendewasaan Altezza ia akan melakukan apa saja dengan hasil diskusinya bersama sang suami.
Ketika Risa sedang bersantai, Altezza justru sedang berjuang untuk teman terjuteknya. Ia mengawasi Daniel yang sedang berada di markasnya bersama dengan anggota lainnya. Ia sampai rela naik ke atas pohon dan membidiknya dari sana dengan menggunakan teropong. Untuk pertama kalinya ia melakukan itu memang tidak ada persiapan yang lebih intens, sehingga ia tidak bisa mendengarkan Daniel berbicara apa. Namun melihatnya saja sudah lebih dari cukup.
"Astaghfirullah, itu bukannya Viollet?!" kejut Altezza saat dirinya melihat Viollet datang sambil menyapa Daniel dengan kelewat mesra.
"Iya, benar. Itu Viollet, ngapain dia datang ke sana?" batinnya bertanya-tanya.
Yang Altezza lihat, sikap Viollet pada Daniel tidak bisa dikatakan hanya sebatas teman. Begitupun sikap yang diberikan oleh Daniel, ia tahu betul bagaimana seorang lelaki memperlakukan wanita biasa dan wanita yang sedang diincar sebagai tambatan hatinya ataupun hanya sebatas cadangan saja.
"Ya ampun, Risa semoga kamu secepatnya tahu soal ini. Agar kamu tidak terjerumus lagi ke dalam permainan Daniel. Dari pertama aku sudah tidak yakin dengan pria ini." gumam Altezza masih membidik Daniel dan Viollet.
Namun tiba-tiba tangan Daniel yang disimpan di bahu Viollet bergerak menjauh saat dirinya menerima telepon dari seseorang. Sehingga Altezza pun meyakininya jika yang menelepon itu adalah Risa, wanita terjutek yang pernah ia temui dan wanita yang juga sedang ia lindungi.
Benar saja, yang menelepon Daniel itu adalah Risa. Risa sedang merasa bosan dan hanya ingin mengobrol dengan Daniel. Bahkan Risa pun sudah menyiapkan minuman dingin untuk menemani obrolan, yang diprediksi akan membutuhkan waku dua jam untuk mereka menghabiskan waktu bersama dalam telepon.
"Ko gitu, sih bee? Jadi kamu sibuk nyiapin untuk balapan besar itu? Padahal aku pengen ngobrol."
Namun nyatanya Daniel menolak keinginan Risa, ia tidak akan membiarkan waktunya bersama Viollet terganggu cuma karena keinginan Risa yang dipandang tak penting. "Yaudah deh, aku nonton lagi aja." ucap Risa menyerah dengan wajah layunya.
Di atas pohon, Altezza bisa melihat Daniel kembali merangkul Viollet setelah handphone-nya kembali disimpan di atas meja. Saat ia ingin memahami posisi markas Daniel dengan benar, tapi tiba-tiba ia melihat satu jendela yang terbuka. Dari sana ia pasti bisa mendengar semua perbincangan Daniel dan Viollet yang mencurigakan. Dengan perlahan Altezza turun, dan kedua matanya pun tetap mengawasi keadaan sekitar yang bisa saja anggota Marvooz mengetahui aksinya.
Setelah sampai di titik tujuan, Altezza menempelkan bahunya pada dinding yang disampingnya terdapat jendela yang terbuka. Ia melebarkan pendengarannya dan terus memfokuskan dirinya hanya kepada perbincangan Daniel dan Viollet. "Maafkan aku ka Daniel, aku memata-mataimu. Tapi ini sangat penting bagiku agar Risa tidak lagi terjebak dalam lingkaran mu." batinnya memohon.
"Apa kata dia?!" tanya Viollet yang suaeanya sudah mulai masuk ke indera pendengaran Altezza.
"Katanya dia mau ngobrol aja. Tapi mana bisa, prioritasku bukanlah dirinya. Aku hanya ingin membalaskan dendam ku atas sikap ibuku yang tak wajar sebagai wanita."
Beruntung Altezza merekamnya ketika Daniel berkata seperti itu, dan ini akan menjadi bukti awal untuk Risa agar mau menjauhi Daniel yang sangat berbahaya.
"Berarti kamu mencintaiku tidak tulus? Kamu pun akan bersikap sama kepadaku seperti kamu menyikapi Risa yang menjadi target sasaranmu?" Viollet mempertanyakan rasa khawatirnya.
Tapi hal demikian dibantah oleh Daniel, ia mengatakan jika hanya Viollet wanita yang dipercayainya. Ia pun menjelaskan kenapa dirinya memilih Viollet sebagai kekasih hatinya, itu karena Viollet memiliki orang tua yang utuh dan terlihat selalu harmonis. Dengan itu Daniel percaya jika mereka akan bisa memperbaiki hubungan masa depannya yang lebih baik saat mereka sudah menikah nanti. Ketika sudah menikah nanti Daniel tidak ingin melukai hati dan kebahagiaan anak-anaknya.
"Sejauh itu kamu berencana? Aku tidak kepikiran sampai sana, aku kira kamu hanya membutuhkanku saat ini saja." ucap Viollet tak percaya.
Daniel pun tertawa, "Tidak lah, Vi. Aku benar-benar akan mempertahankan hubungan kita, dan aku akan memutuskan hubunganku dengan Risa ketika nanti malam emosiku sudah terluapkan kepadanya. Nanti malam aku pun akan mengundang kamu dan memperkenalkanmu sebagai kekasih nyataku."
"Nanti malam? Apa yang akan dilakukan Daniel terhadap Risa?" batin Altezza khawatir. Namun ia tidak bisa mendengarkan lebih jelas lagi rencana yang akan dilakukan Daniel karena ia hanya membisikkan rencananya itu kepada Viollet seorang.
"Aih, aih, aih. Si king gaya bener punya dua cewek, udah ketebak sih ini playboy cap ayam." ledek Rio yang dapat dikenali suaranya oleh Altezza.
Daniel yang masih membisikkan rencananya pada Viollet hanya bisa melemparkan kaleng bekas minumannya tepat ke kepala Rio yang tidak memakai topi ataupun penghalang lainnya. Sehingga Rio meringis kesakitan dan kembali bungkam agar tidak diamuk lagi.
"Aku harus segera menemui Risa dan memintanya untuk tidak pergi kemana-mana." Altezza langsung menghentikan aksinya dan berjalan pelan menjauhi markas geng Marvooz.