Chereads / Take down / Chapter 15 - KEPEDULIAN ALTEZZA

Chapter 15 - KEPEDULIAN ALTEZZA

"Altezza anak umi?!" Hafshah histeris saat ia membuka pintu apartemen anaknya.

Altezza dibawa pulang oleh Gabriel, sebelum itu ia membawanya ke rumah sakit dan sudah ditindak dengan baik, sehingga ketika pulang Altezza sudah membawa obat pereda nyeri. Semua biaya rumah sakit pun ditanggung Gabriel, hal ini membuat Altezza merasa sangat bersyukur.

Saat Altezza sudah ada di atas kasur, ia mendapat pesan dari Monara jika dirinya diserang oleh Viollet dan Risa. Ia pun menceritakan jika Risa datang dalam keadaan mabuk, dan memotong rambutnya dengan cuma-cuma.

Tanpa berpikir panjang Altezza meminta Gino untuk membawakan teman wanitanya agar bisa segera membawanya ke rumah sakit, atau setidaknya ada yang menjaganya. Tapi saat Altezza menghubungi Gino, "Apa?! Kamu juga diserang geng Marvooz?" kedua matanya membulat, sedangkan kondisi tubuhnya lemah tak bisa bereaksi.

Akhirnya ia meminta kepada temannya yang lain untuk menolong Gino dan Monara. Altezza harus benar-benar tenang ketika temannya sedang membutuhkan bantuan. "Risa?!" gumamnya lirih. "Gabriel, bisakah kamu membantu aku lagi? Tolong bawakan Risa dan hentikan dia dari meminum alkohol." pinta Altezza dengan sangat.

Gabriel pun pergi dengan kedua bodyguard-nya, ia hanya membawa dua bodyguard ketika mengantarkan Altezza ke apartemennya. Ia lakukan itu karena merasa tidak nyaman dan tetap mau bersikap layaknya anak-anak lain.

Di sisi lain, Risa sudah berada di taman yang ada di pinggir kota. Ia hanya seorang diri karena Viollet harus pergi atas panggilan orang tuanya. Risa sengaja memilih untuk tidak pulang terlebih dulu, ia ingin menikmati suasana malam di taman yang penuh dengan lampu berwarna-warni. Hal ini ia pilih karena Risa juga tidak memiliki uang untuk pergi ke club malam atau lainnya, ia hanya membayangkan lampu warna-warni itu sebagai lampu di dunia malamnya.

"Aku sangat merindukan Whiskey. Di sini tidak ada lagi Altezza, jadi dia tidak akan mengganggu me time ku." Gumam Risa dengan tatapan yang sedikit buram.

Risa sudah banyak sekali meminum minuman yang memabukkan itu, ia merasa kepalanya sangat berat, namun ia tetap meminumnya hingga beberapa ucapannya tergelincir entah kemana.

"Siapa kalian?" dalam kesadarannya yang terus menurun, Risa menanyakan hal itu pada tiga orang pria yang sekarang sudah ada di dekatnya.

"Kamu tidak usah takut, kami di sini akan mengajakmu pergi ke diskotik. Bukankah itu yang kau inginkan?!" tanya seorang pria diantara mereka.

Raut wajah Risa berubah sangat drastis, rona bahagia sudah terbit menyilaukan orang yang memandangnya. Risa adalah wanita yang jarang sekali tersenyum, bahkan setiap harinya senyuman itu bisa dihitung oleh jari. Dan hasil hitungannya pun pasti tidak lebih dari tiga kali. "Sungguh?! Tentu aku sangat mau pergi ke sana, sudah beberapa malam ini aku tidak mengunjungi tempat malamku." Ucapnya. "Tapi apakah kalian benar-benar tidak akan membahayakan ku?" lanjutnya.

"Tentu, kami sudah memiliki wanita yang kami cintai. Dan kami mengajakmu hanya sekedar menambah pertemanan saja," ucap yang lainnya.

Menuruti kemauannya, Risa akhirnya ikut bersama ketiga orang pria yang tidak dikenalinya. Ia masuk ke dalam mobil mewah yang wangi dan bersih, "Mobil ini ternyata lebih bagus dari mobil papaku," gerutu Risa dengan bahasanya yang sedikit acak-acakan.

"Huh, syukurlah." batin Gabriel merasa tenang.

Ketiga bodyguard-nya berhasil membawa Risa ke dalam mobilnya, ia akan membawanya ke apartemen Altezza sesuai perintah sahabatnya.

"Em, kalau boleh tahu, apakah kamu memiliki stok minuman di rumahmu?" tanya salah satu bodyguard atas permintaan Altezza.

Risa mengangguk dengan sangat yakin, ia pun menceritakan di mana stok minuman yang ia miliki. Tidak hanya satu atau dua botol, Risa memiliki lebih dari tujuh botol minuman dengan jenis yang berbeda.

"Katanya kamu gak punya uang, ko bisa punya stok, sih?!" tanya bodyguard yang lain.

"Itu semua dibeli dengan uang tabunganku, dan setelah aku membeli minuman itu aku tidak lagi memilik uang sepeserpun." Jelas Risa. Ia pun tidak tanggung menceritakan Daniel yang sangat baik karena mau memberinya uang untuk pergi ke diskotik.

Altezza yang mendengarkan cerita Risa dari balik telepon Gabriel pun jadi merasa kesal terhadap Daniel, ia rasa kedekatan Risa dan Daniel harus segera dihancurkan. Selain agamanya yang melarang pacaran, ia pun tidak bisa tinggal diam karena tujuan atau misinya terhadap Risa bisa saja gagal.

"Mudahkanlah, ya rabb." Batin Altezza penuh harap.

Gabriel terharu dengan kepedulian Altezza terhadap teman-teman sekelasnya, ia bisa memetik banyak pelajaran dari setiap apa yang dilakukan Altezza yang terekam oleh memorinya.

['Gue harap persahabatan kita gak sampai di SMA saja, Al.']

Gabriel mengirimkan pesan ketika sambungan teleponnya masih tersambung, ia pun langsung tersenyum setelah Al membalasnya dengan kata-kata yang menenangkan.

[`Insyaa Allah, Gabriel.']

Saat di depan apartemen Altezza, Gabriel berjalan di belakang Risa dan tiga bodyguard-nya. Ia tidak ingin Risa melihat kehadirannya dan sejak tadi di mobil pun Gabriel sampai berbaring dengan diselimuti kain tipis.

"Kalian tahu rumahku?" tanya Risa saat menyadari keberadaannya sekarang. "Ah tidak-tidak. Kalian tahu apartemenku?" ulangnya lagi.

"Rumahmu di sini?" tanya salah satu bodyguard. Gabriel sempat heran ketika mendengar percakapan Risa dan bodyguard-nya. Secara kan Risa akan dibawa ke apartemen Altezza, bukan ke kediaman Risa. Gabriel pun menganggap ucapan Risa hanya sebuah lanturan karena efek dari minuman yang ia minum.

Risa menarik lengan ketiga bodyguard itu saat langkah mereka menuju ke apartemen Altezza, Gabriel pun memerintahkan bodyguard-nya untuk tetap mengikuti kemauan Risa. Akhirnya ketiga bodyguard Gabriel masuk dan duduk di ruang tengah apartemen Risa.

"Ini memang apartemen Risa, kamarnya tepat berhadapan denganku." ucap Altezza saat Gabriel menanyakannya pada Altezza.

"Benar-benar baru tahu gue. Ini kebetulan atau memang Risa jodoh sama lo, ya?!" celetuk Gabriel di depan Altezza dan Hafshah.

Altezza hanya tersenyum tipis, sedangkan Hafshah tersenyum tulus kepada Gabriela sebagai jawaban 'hanya Allah yang tahu segalanya.'

"Biar gue bantu," lanjut Gabriel saat Altezza hendak mengikuti Hafshah yang masuk ke apartemen Risa.

Gabriel pun menanyakan di mana keberadaan Risa sekarang, dengan kompak ketiga bodyguard-nya menunjuk ke arah kamar. "Katanya mau ganti baju, tuan muda." Tambah salah satu diantara mereka.

Selain itu, ketiga bodyguard ini menunjukkan di mana tempat keberadaan stock minuman Risa. Dengan cepat salah satu diantara mereka membawa Altezza dan Gabriel ke dapur, lalu ia membuka pintu kulkas dua pintu dengan penampakan berbagai macam minuman.

"Astaghfirullah, banyak banget, Risa." lirih Altezza tidak percaya.

Ia pun meminta kepada bodyguard Gabriel untuk membawa semua jenis minuman yang ada di dalam kulkas. Gabriel pun setuju jika minuman itu dijauhkan dari Risa. "Gila si Risa, dimulai dari vodka, whiskey, cognac, rum, ahh lengkap semua. Gue aja yang tau jenis-jenisnya cuma pernah nyoba sekali." ucap Gabriel dengan kata-kata terakhirnya yang keceplosan.

Altezza menoleh ke samping, lalu Gabriel menunjukkan deretan giginya yang rapi dan putih. "Maaf, Al." ucapnya dengan malu. "Tidak perlu meminta maaf kepadaku, Gabriel. Cukup disesali dan meminta maaflah pada yang di atas." jawab Altezza dengan senyumannya yang ramah. Kemudian mereka segera kembali ke ruang tengah, menunggu Risa yang masih mengganti pakaiannya.

Tiba-tiba terdengar suara gebrakan saat Risa menabrak pintu kamarnya karena efek dari minumannya. "Gue udah siap!! Ay ...," ucapan Risa terhenti ketika melihat orang-orang yang duduk di sofanya berbeda dengan yang sebelumnya. Ia terkejut ketika melihat Altezza yang sudah ada di sana, meskipun kondisinya sedang tidak baik-baik saja.

"Astaghfirullah, mi." Altezza lebih terkejut dengan Risa yang memakai pakaian mini. Ia bersembunyi di balik punggung sang ibu, dan memeluknya spontan.