Sambil menunggu istri pria tua itu membantu memakaikan pakaian yang layak untuk Risa, sedikit demi sedikit Altezza membereskan ruangan tamu itu. Membuang semua puntung rokok yang berserakan di meja, dan menata barang-barang yang tidak tersimpan di tempatnya. Belum saja menyelesaikan semua pekerjaannya, istri pria tua itu memanggil Altezza untuk masuk ke dalam kamar Risa. Altezza hanya berdiri mematung karena ragu untuk masuk ke dalam kamar lawan jenisnya.
"Tidak apa, nak tampan. Ada ibu di sini, jadi kamu bisa mengecek apa yang terjadi di cctv itu." ucap wanita itu.
Meskipun ragu, terpaksa ia lakukan untuk mengetahui kejadian di balik semua ini. Setelah melihat luka sayatan di tangan Risa, ia langsung mengecek monitor dan memantaunya di setiap tempat yang terpasang Cctv dengan pergerakan yang sangat cepat. Cctv itu terpasang di pintu utama, ruang tamu, dapur, kamar satu, dan kamar dua. Altezza melihat dengan kedua matanya yang menyipit sempurna, akhirnya ia menemukan kejadian itu.
"Siapa wanita ini?" tanya Altezza saat menemukan wanita muda berseragam cream yang tiba-tiba masuk ke dalam dan menjambak Risa yang sedang merokok.
Di cctv itu Altezza melihat kedua wanita yang ada di sana berkelahi hingga Risa lah yang terus dipukul habis-habisan hingga muncullah seorang pria yang itu ternyata ayah dari Risa. Tapi saat Altezza hendak melanjutkan kegiatannya dalam memantau cctv, pihak rumah sakit sudah masuk dan mencari korban yang dilaporkan agar segera dibawa ke rumah sakit.
Dengan cepat Altezza bersiap untuk menemani Risa hingga ke rumah sakit, tapi sebelum itu ia menemui pasangan suami istri yang sudah mau membantunya. "Pak, Bu, terima kasih sudah mau membantu. Tapi nanti apakah bisa aku meminta bantuan ibu lagi untuk menemaniku menyelesaikan pencarian tadi yang belum terselesaikan?" tanya Altezza penuh harap.
"Tentu, anak tampan. Nanti saya akan menemanimu."
Altezza pun pergi dengan langkah yang terburu-buru, ia sampai melupakan baju seragamnya yang masih menempel di tubuhnya. Sekarang tidak ada tujuan lain selain dari menemani Risa ke rumah sakit, setelah itu ia akan pergi ke rumah wali kelasnya dan akan menyelidiki keluarga Risa lebih jauh lagi.
Saat di ambulance, ia melihat sayatan Lisa tidak hanya di pergelangan tangannya saja. Tetapi merambat ke bagian lengannya. Altezza menatap Risa dengan heran, ia tidak habis pikir kenapa temannya itu bisa mendapatkan luka yang lumayan banyak. Padahal yang ia tahu Risa hanya berkelahi dengan wanita lain. Sayangnya Altezza belum bisa melihat kejadian lengkapnya di cctv yang ia lihat tadi.
"Darah di apartemen tadi terlihat masih baru, berarti kejadiannya belum lama." Altezza membatin.
Setibanya di rumah sakit Risa langsung dibawa ke ruang tindakan untuk dicek kondisinya, setelah dicek Dokter mengatakan jika luka sayatan Risa tidak terlalu membahayakan dirinya. Hanya saja ada beberapa catatan agar luka sayatan itu cepat mengering dan permukaan kulit bisa kembali normal.
"Di bagian lengan ada sayatan yang lumayan dangkal sehingga saya harus menutupnya dengan kasa steril dan perban. Dan juga kondisi pasien sekarang sedang lemah dan belum bisa sadar dari pingsannya." Ujar Dokter.
"Apa pasien perlu dirawat, Dok?" tanya Altezza.
"Lebih baik seperti itu karena kondisinya pun masih belum stabil, ditambah stres yang melandanya membuat kondisi pasien semakin lemah."
Dokter pun pamit setelah mengatakan itu, sedangkan Altezza memikirkan apa yang harus dilakukannya sekarang. "Sebaiknya aku harus kembali ke apartemen Risa, aku harus cari tahu dulu kejadian sebelumnya." ucap Altezza yang meralat niat sebelumnya untuk pergi ke rumah wali kelasnya.
Saat dirinya keluar dari lift apartemen, terlihat seorang wanita yang menolong dirinya tadi sedang menyelesaikan pekerjaannya dalam membersihkan darah yang masih berceceran di lantai. Dengan cepat ia membantunya, namun niatnya itu ditolak dengan alasan pekerjaannya tinggal sedikit lagi.
"Kamu lebih baik lanjutkan apa yang belum kamu selesaikan," titah Lastri setelah dirinya memberitahu namanya kepada Altezza.
Altezza pun kembali masuk ke kamar apartemen Risa dengan lirihan mohon maaf di dalam hatinya karena sudah lancang masuk ke kamar seorang gadis yang ia tidak tahu asal muasalnya ini. Keterkaitan Altezza dan Risa memang terjadi ketika mereka duduk di kelas yang sama, ketika ia berada di kelas 10 dirinya hanya sebatas tahu jika wanita yang super jutek itu adalah Risa.
Sepuluh menit mengawasi cctv Altezza paham dengan apa yang sudah terjadi. Ia pun keluar bersama Lastri, lalu ia segera pamit pergi ke rumah wali kelasnya untuk menyelidiki lebih lanjut hubungan keluarga Risa yang nampak terlihat tidak baik-baik saja.
Flashback kejadian Risa di malam hari hingga tadi siang…
Ketika sedang asik berjoget dan meluapkan segala kesedihannya, dalam pandangan yang samar Risa bisa melihat sepasang pria dan wanita yang sedang duduk di sofa pojok kiri. Wajah pria itu tidak asing lagi baginya, "Papa?" lirihnya.
Tanpa berlama-lama Risa pun menghampiri pasangan itu dan langsung menjambak wanita yang sekarang ada dihadapannya, dengan cepat papa Risa mencekal kuat tangan anaknya yang dipandang sangat tidak sopan.
"Jadi kamu salah satu wanita simpanan papaku, hah?! Kamu sepertinya seusia denganku, dari sekolah mana kamu?" meskipun tangannya dicekal kuat oleh papanya, Risa tidak berhenti menjambak kasar dan terus menekan wanita simpanan papanya agar mau menjawab.
Dalam suasana yang mulai tegang, kelima teman malam Risa dari sekolah yang berbeda itu malah ikut mencerca wanita muda yang masih meringis kesakitan. Membuat suasana semakin ribut dan tidak terkendalikan. Akhirnya Marko—papa Risa—langsung melepas paksa jambakannya dan ia pun menyeret Risa hingga keluar dari tempat itu.
"Apa yang kamu lakukan?! Tidak seharusnya kamu berprilaku seperti itu kepada orang lain." bentak Marko dengan mata yang menyala.
"Tidak boleh berprilaku seperti itu? Hallo! Papa lupa jika papa lah yang sudah membuat aku melakukan itu. Papa yang tidak pernah mengajariku bagaimana bersikap dengan baik, papa hanya sibuk main wanita dan melupakan kewajiban sebagai suami dan seorang ayah. Jadi aku rasa perlakuanku sekarang adalah buah hasil dari apa yang papa tanam."
"RISA!! Jaga mulutmu, kurang apa papa selama menjadi papamu, hah?! Semua fasilitas mewah selalu papa berikan, itu semua hanya alasan kamu yang hanya ingin menghancurkan kebahagiaan papa." Potong Marko saat dirinya sudah merasa geram.