Mabuk, Valerie dengan kesadarannya yang terkikis sedikit demi sedikit kini tertunduk di mobil Mave. Meracau tidak jelas dengan hal hal menyebalkan dalam pikirannya.
"Mave kau tampan sekali," gadis itu bergumam, menatap Mave yang duduk di belakang kemudi, "Aku selalu takut jika seseorang jatuh cinta padamu dan kau juga jatuh cinta padanya,"
"Orang orang memang mengaku jatuh cinta padaku. Tapi aku tidak pernah balas jatuh cinta padanya, Valie," balas Mave tenang.
Valie menghembuskan napas kasar, "Orang orang mencoba menggeser posisiku. Aku tidak peduli dengan Ratu Calisto atau semacamnya. Aku hanya ingin terus ada di hatimu,"
"Ya, kau akan terus berasa di sana,"
"Mau kah kau berjanji?"
"Aku berjanji," ujar Mave seraya membuka pintu mobilnya. Mereka telah sampai di hotel ngomong ngomong. Lelaki itu keluar dengan cepat sebelum membantu gadisnya keluar dari mobil itu, "Lain kali aku tidak akan membiarkanmu minum apapun saat di casino,"
"Vodka sangat enak," balas Valie seraya terkikik kecil.
Mave menghela napas berat, beginilah jadinya kalau ia harus berurusan dengan Valie yang tengah mabuk. Ia sungguh malas, sangat. Toleransi gadis itu pada alkohol sangat rendah. Terlebih vodka dengan kadar alkohol yang tinggi. Satu teguk saja cukup membuat Valie mabuk, "Tidak akan ku biarkan kau meminumnya lagi barang seteguk pun,"
"Mavieeee,"
"Hm?" Mave membawa Valie dalam gendongannya, gadis itu akan melangkah semaunya jika di biarkan. Dan Mave tentu memilih jalan yang paling aman. Menggendong gadis itu, "Aku tidak ingin melihatmu bertingkah aneh lagi, Valerie,"
Valie mengangguk anggukkan kepalanya beberapa kali, "Kau sangat tampan jika di lihat dari bawah. Sayang saja hanya aku yang memilikimu,"
"Ya hanya kau," gumamnya pelan, "Berhentilah mengoceh Valie,"
"Tidak bisa. Turunkan akuuuu," serunya mendayu dayu.
Mave menghela napas berat, menurunkan kekasihnya pada akhirnya, "Apa yang kau inginkan?"
"Aku ingin berjalan jalan bersamamu. Tapi, aku bahkan tidak bisa merasakan kepalaku," jawabnya pelan seraya memegangi kepalanya.
"Ayo kembali. Kau harus tidur sekarang,"
"Aku bukan bayi yang bisa tidur pukul satu malam Mave," seru gadis itu, menolak dengan keras.
Mave berdecak, dengan lembut menarik lengan Valie, membawanya memasuki lift, "Kau terlihat lelah hari ini," ujarnya, mendekap tubuh sang kekasih, memasuki sebuah pelukan hangat yang menenangkan.
Valie mengangguk, menyandarkan kepalanya pada bahu lelaki itu, "Theodore menakutiku. Aku sangat khawatir Mave. Bagaimana jika dia membawaku. Dia menyiksaku seperti tempo hari. Tidak ada yang boleh menyakitiku selain kau," jelasnya menggebu gebu.
"Aku tau," balas Mave, mengangguk mengerti akan kekhawatiran gadisnya, "Tidak perlu khawatir. Kau akan selalu bersamaku. Dan akan terus begitu. Lawanlah ketakutanmu Valie. Semuanya akan baik baik saja. Theodore tidak akan mengambilmu dariku. Atau siapapun itu. Tidak akan ada yang mampu melakukannya. Karena aku tidak akan pernah membiarkannya,"
Bersamaan dengan itu, pintu lift berdenting. Mave segera membawa kekasihnya keluar dari sana. Valie tampak lemah dan tidak bertenaga. Wajahnya total memerah dengan tatapan sayu. Lelaki itu terkekeh, menggemaskan sekali, "Kau harus tidur sekarang,"
Valie menggeleng, namun tidak menolak ketika Mave membawanya masuk ke dalam kamar, "Aku ingin cheese cake,"
"Kau akan mendapatkannya nanti. Sekarang tidurlah," jawab Mave.
"Tidak mau," gadis itu mendudukkan diri di ranjangnya, bibirnya mengerucut lucu, dengan rambut yang berantakan.
Mave berjalan mendekat, merapikan anak rambut Valie yang menutupi wajahnya. Mengusap pipi gadisnya yang terasa panas. Cantik sekali. Dan dalam satu kedipan mata, sebuah ciuman ringan di dapatkan Valie di bibirnya, dari kekasihnya, "Tidurlah Valie,"
"Kepalaku pusing sekali Maveee,"
"Kau ingin mandi?"
"Aku tidak pernah ingin menyentuh air di malam hari seperti ini, jangan bercanda," serunya malas.
Mave memutar bola matanya malas. Menatap Valie yang kini berguling guling tidak jelas di ranjang mereka. Sebenarnya, tidak ada yang jauh berbeda ketika Valie mabuk atau tidak. Namun, Valie versi mabuk akan jauh lebih keras kepala dari sebelumnya. Dan Mave sangat malas jika harus berurusan dengan hal itu, "Aku akan mengabulkan apapun yang kau inginkan nanti jika kau tidur sekarang,"
"Kau berjanji?"
"Ya aku janji,"
Valie lantas mengangguk, segera memejamkan matanya, mencoba untuk tidur. Melihat itu, Mave hanya menghela napas kasar, hari esok sepertinya adalah hari yang berat untuknya. Hening beberapa saat. Setelah benar benar memastikan Valie terlelap, Mave memeriksa ponselnya, melihat rekaman cctv di rumahnya. Mengawasi apa yang tengah keluarga paman Valie lakukan di mansionnya. Mave tentu harus waspada karena Antonio maupun Margareth pernah bekerja pada Theodore. Dan Mave tidak ingin dirinya kecolongan lagi untuk kali ini, "Mereka yang membocorkan kepergianku kali ini. Aku benar benar harus waspada dengan mereka,"
"Mave mereka mencoba untuk memasuki kamarmu," Valie bergerak mendekat, masuk ke dalam pelukan kekasihnya.
"Kesadaranmu kembali huh?" tanya lelaki itu.
"Tidak sepenuhnya," balas Valie santai, menatap layar ponsel Mave, "Lihat mereka bahkan mencoba untuk memasuki kamarku. Untung saja ruang kerjamu sangat aman. Tidak ada seorangpun yang bisa membukanya kecuali kau,"
"Kau bisa membukanya Valie," sela Mave.
Valie mengangguk kemudian, "Ah kau benar. Yah lupakan tentang itu. Setidaknya mereka tidak akan mendapatkan apapun. Di mansion itu bahkan tidak ada apapun yang bisa mereka laporkan pada Theodore,"
"Hanya dokumen palsu,"
Valie menoleh, "Dokumen tentang?"
"Banyak. Aku sudah meletakkan banyak dokumen palsu di kamarmu. Tentang rencana perusahaan dan lain lain. Juga surat kepemilikan perusahaan. Aku yakin mereka sudah mengambilnya," jawab Mave tenang.
Valie terkikik kecil, "Mereka pasti akan memindahkan perusahaan menjadi atas nama Brandon atau Clau,"
"Ya. Bagaimana bisa mereka menyiksamu dengan begitu kejamnya selama bertahun tahun. Aku akan benar benar membalas mereka," gumam lelaki itu tenang.
"Biarkan aku yang membalas mereka. Kau tidak perlu repot repot mengotori tanganmu dengan darah mereka, Mave," Valie menyeringai dengan wajahnya yang memerah, "Mereka sangat hina. Bahkan mereka seharusnya tidak layak mendapatkan tatapanmu,"
Mave terkekeh, menggesekkan hidungnya pada rambut Valie, "Berhati hatilah. Aku akan selalu berada di belakangmu untuk mendukung gadisku. Kau tidak perlu khawatir,"
"Paman Antonio dan Bibi Margareth akan segera mendapat balasan yang setimpal atas apa yang sudah mereka lakukan padaku. Dan Clau, ah dia benar benar pantas mati karena telah melirik kekasihku bahkan dengan terang terangan mencoba untuk masuk ke dalam hubungan kami. Aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Sekalipun itu di dalam mimpinya," gumam Valie penuh dendam, "Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun mengambilmu dariku Mave, tidak ada siapapun yang bisa melakukannya,"
"Aku tau. Aku juga tidak akan pernah membiarkannya, sayang. Tenanglah," balas lelaki itu tenang.