"Kita ke apartemen Rhea dulu ya, aku ingin tahu apakah Ia sudah sembuh atau belum," gumam Danique.
"Baik, Pak," Samuel mengangguk.
Rachel memutar bola matanya dengan kesal, sepenting apa wanita mata duitan itu sampai Danique menyempatkan diri berkunjung di sela-sela jam kerjanya? Hubungan mereka menjijikan, wanita itu seperti lintah. Dari sorot matanya saja Rachel sudah tahu bahwa Rhea bukanlah wanita baik-baik. Apalagi saat memergoki wanita itu menggandeng lelaki lain di toko bunga.
"Memangnya Ia sakit apa sih, Kau terlalu memanjakannya," gerutu Rachel.
"Kau tidak merasa menyakitinya? Ia babak belur karenamu," Danique menjawab dengan ketus.
Oh, tentu saja karena malam itu. Wanita belagu itu rupanya belum sembuh. Rachel menghentakan kakinya saat menuruni mobil di tempat parkir apartemen wanita itu. Bukan, lebih tepatnya apartemen Danique yang dipinjamkan ke wanita itu.
"Ssst, Danique. Kau dengar itu?" bisik Rachel di pintu masuk.
Telinganya menangkap suara aneh, Ia mendengar dengan jelas suara erangan dan desahan. Saat Danique turut menghentikan langkahnya, suara itu semakin jelas. Danique mendelik sembari menajamkan telinganya. Suara itu berasal dari kamar Rhea.
"Rhea?!"
Danique melangkah dengan cepat melewati lorong yang sudah akrab dengannya, Rachel berlari kecil mengikuti. Dengan kasar, lelaki itu mendobrak pintu kamar yang terkunci dan betapa terkejutnya mereka mendapati apa yang ada di dalam kamar.
"Ini tidak seperti yang Kau lihat, Danique," Rhea berseru sembari bangkit secepat kilat membenarkan kain tipis yang melekat di tubuhnya asal-asalan.
"Hah, siapa kalian?" lelaki yang sama dengan yang Rachel lihat di toko bunga terkesiap kaget. Meski tak mengenakan busana, Rachel tidak mungkin salah lihat.
Aroma keringat, aroma khas pewangi, bau cairan, semua menjadi satu dalam kamar yang luas itu.
BUGGH
Danique meninju wajah lelaki itu, membuat semuanya membeku termasuk Rachel.
PLAK
Kali ini pipi Rhea yang terkena sasaran.
"Danique, kendalikan dirimu," Rachel mencoba menghentikan namun tangannya ditepis dengan kasar oleh lelaki yang kini netranya sudah menyala.
"Danique, ini tidak seperti yang Kau kira. Mari kita bicara sebentar," ucap Rhea dengan gugup.
"Biarkan tanganku yang berbicara lebih dulu," sahut Danique dengan geram.
"Hai, siapa Kau? Aku tidak tahu apa-apa," lelaki yang hanya berbalut selimut angkat bicara.
Sontak, Danique mengerutkan dahi.
"Siapa aku? Aku pemilik apartemen ini dan gadis ini sudah dijodohkan denganku," dengan geram Danique balik menuduh.
Lelaki itu, Rhea, dan Danique saling berpandangan. Rachel tahu persis bahwa dalam situasi ini Rhea-lah yang bersalah, tetapi Ia tidak ingin mencampuri urusan Danique. Yang terpenting Ia harus mengendalikan lelaki itu supaya tidak mengeluarkan serigalanya.
"Danique, sudahlah. Kita lanjutkan nanti. Sekarang masih masuk dalam jam kerjamu," ujar Rachel.
"Hai, tolong jelaskan diri Anda lebih jelas lagi. Saya ini kekasihnya, Anda mengganggu privasi kami," lelaki yang masih berbalut selimut berteriak.
Tak ada jawaban dari Danique, lelaki itu melangkah dengan cepat. Sebelum terlambat, Rachel merogoh dompet dan melemparkan kartu nama Danique ke lelaki itu.
Cuihh
Danique meludah sebelum memasuki mobil, meninggalkan apartemen yang wanita itu tempati bertahun-tahun.
Peristiwa yang hanya berlangsung hitungan detik barusan mengubah suasana di dalam mobil, Rachel tak bicara karena pasti akan semakin memancing emosi Danique lebih besar. Samuel pun langsung mengerti ada hal yang tidak beres yang terjadi antara bosnya dengan kekasihnya.
Sebenarnya tadi bisa saja Rachel mengolok-olok wanita itu dan membeberkan kejelekannya kepada Danique supaya lelaki itu membuka mata. Tetapi ada hal yang lebih penting, Ia harus menjaga Danique dan segera melarikan lelaki itu supaya tidak mengamuk di sana. Jika terjadi, rahasia Danique sebagai manusia serigala akan terbongkar dan keselamatannya terancam.
"Aku sudah tahu, tapi saat melihatnya secara langsung aku ingin muntah," gerutu Danique. Rupanya Danique tidak buta, hanya saja Ia terlalu memanjakan Rhea.
"Iya, kamarnya bau sekali," Rachel mengiyakan. Danique melirik lalu memutar bola matanya.
Tentu saja Rachel tidak mau berbicara frontal karena di kantor banyak telinga. Biar saja Danique menganggapnya polos asal skandal itu tidak tersebar ke mana-mana. Anak muda sekarang jika semakin viral malah semakin nekat karena merasa mendapat perhatian.
BRAKK
Pintu ruang kerja dibanting olehnya ketika masuk, resepsionis Danique terlonjak.
"Semoga Danique lekas sadar bahwa Ia dan Rhea tidak berjodoh," gumam Rachel.
"Aaa ekhm," Rachel pura-pura bersin saat menyadari resepsionis itu mengernyitkan dahi kepadanya. Satu detik kemudian, telepon di meja resepsionis berdering.
Dengan alasan khusus, Rachel membuka pintu ruangan Danique yang tentu saja membuat resepsionis menatapnya dengan isyarat melarang. Di kantor, asisten pribadi dilarang masuk ruang direktur utama selain jam istirahat kecuali penting.
"Batalkan jadwalku hari ini sampai tiga hari ke depan," ucap Danique.
"Baiklah," tanggap Rachel. Ia menghela napas lega karena Danique masih bisa menahan diri supaya serigalanya tidak keluar.
Rachel memeriksa jadwal Danique, menghubungi satu persatu untuk mengabarkan pembatalan pertemuan. Lalu bekerjasama dengan sekretaris khusus direktur untuk membuat surat resmi dan mengirimkan email. Tak satupun luput dari protes dan keluhan tetapi Rachel tetap memaksa pihak client untuk menerima keputusan Danique.
"Sebenarnya ada masalah apa, Miss Juvenil?" lelaki yang menjadi sekretaris direktur pun turut mengeluh.
"Beliau hanya minta dibatalkan," sahut Rachel.
"Apa ada masalah pribadi?"
"Saya rasa bukan. Beliau nampak biasa saja," kilah Rachel.
"Ssst, saya dengar Pak Danique terpaksa menerima jabatan direktur utama ya? Karena cucu-cucu Mr. Berend yang lain telah di-blacklist dewan komisaris gara-gara tukang judi," lelaki muda itu berbisik ke Rachel.
"Saya malah tidak tahu masalah itu," tanggap Rachel.
Entah mengapa dirinya merasa tidak nyaman ketika Danique menjadi bahan gunjingan orang lain. Padahal hampir setiap detik Ia mengumpati lelaki itu di dalam hatinya. Refleksnya selalu membela lelaki itu dan tidak ingin ada orang lain mengusiknya.
Saat kembali ke ruangan Danique untuk melaporkan pekerjaannya selama dua jam lebih, lelaki itu sedang berteriak-teriak di telepon.
"Katakan pada jalang itu, aku sudah tidak mempedulikannya lagi!"
Tiga detik kemudian, Danique mengerutkan dahinya. Lalu menoleh pada Rachel.
"Kau memberikan nomorku pada cecunguk itu?" tanyanya sembari meletakkan gagang telepon.
"Iya," jawab Rachel dengan nada bersalah.
"Shit. Ia tidak berhenti menelponku."
"Maaf," ucapnya. Hanya itu yang bisa Ia katakan karena Ia tidak meminta izin dulu sehingga mengganggu privasi Danique.
"Jalang itu membeberkan siapa dirimu padanya," sesal Danique sembari menggaruk kepalanya.
Sontak Rachel membelalakkan matanya. Apa yang Rhea katakan tentangnya?
"Katakan padanya bahwa Rhea saat itu tengah mabuk," bisik Rachel. Ia meraih telepon untuk menelpon balik lelaki selingkuhan Rhea namun tangannya ditepis Danique.
"Biarkan aku yang mengatakan padanya. Seharusnya ini tidak ada kaitannya denganmu," ucap Danique.
Rachel pun menunggu lelaki itu menelpon, namun dengan santainya lelaki itu malah duduk lagi.
"Mengapa tidak jadi?" gerutu Rachel.
"Biarkan mereka berdebat dulu. Kalau Kau agresif pasti malah memancing lelaki itu untuk mempercayainya," ujar Danique.
Sedikit masuk akal. Rachel mencoba menggali logika yang sekiranya mungkin terjadi. Manusia biasa sangat jarang yang bisa melihat manusia super seperti dirinya ataupun Danique. Jikapun pasangan menjijikan itu mengusiknya, Rachel tidak kesulitan menghabisinya.
***