"Seperti Cuon. Ia juga tidak memiliki kawanan. Di buku yang ditulis ibuku tentang daftar lelaki idaman yang beliau impikan menjadi menantu, Cuon adalah seorang pangeran yang terbuang. Ia melarikan diri dari istana karena terus difitnah oleh kakak dan ibu tirinya, dituduh pengkhianat yang ingin merebut tahta putra mahkota," Rachel bercerita panjang lebar. Ia mengabaikan Danique yang mengerutkan dahi dengan paparannya.
Haur Sani benar-benar ibu sejati, perempuan itu mempelajari apapun yang berkaitan dengan dirinya. Termasuk tentang salah satu kerajaan yang bernaung pada kekaisaran ayahnya yang masih berjaya kala itu. Kerajaan itu memiliki banyak sekali pangeran, konon salah satunya melarikan diri dan diprediksi bersembunyi di hutan Ancala Tunggal.
Sayangnya, keterangan ibunya tidak lengkap karena tidak menjelaskan bahwa pangeran tersebut telah berubah menjadi manusia serigala. Lalu tragedi itupun terjadi sampai akhirnya Rachel menanggung dosa besar sampai sekarang karena membunuh.
"Ibumu? Bukannya Kau hidup sebatangkara? Di biodatamu Kau besar di panti asuhan dan tidak mengenal siapapun," tuntut Danique.
Tatapan Rachel menajam pada lelaki di hadapannya, iris matanya berubah menjadi biru safir. Softlens warna hitam kecoklatan yang Ia pakai tidak bisa lagi menutupi warna asli matanya. Emosinya terpancing. Siapa bilang Ia tidak mengenal siapapun? Ia memiliki keluarga kecil yang kini tinggal kenangan. Haur Sani mengangkatnya sebagai anak sehingga Ia tidak hidup sebatangkara. Danique merespon reaksi Rachel dengan defensif. Ia menahan diri supaya serigalanya tidak sampai muncul. Danique baru menyadari bahwa sisi serigalanya semakin kuat dan sangat mudah muncul setelah jati dirinya terbongkar oleh gadis itu.
"Apakah perlu kupaparkan kehidupanku dari awal sampai akhir selama seratusan tahun?" Rachel menyipitkan pandangannya.
"Tidak, aku tidak tertarik pada kehidupanmu," Danique berusaha mencairkan suasana dengan bercanda. Ia tertawa kecil. Tentu saja Danique tahu bahwa biodata Rachel adalah biodata palsu.
"Kau tidak tertarik pada kehidupanku tapi Kau memohon saat aku menunjukkan identitas asliku," Rachel berdecih. Danique sangat ketara tak bisa menyembunyikan kekagumannya saat rambut panjang Rachel berubah keemasan dan tubuhnya bercahaya.
"Kau takjub padaku saat pertama kali melihatku berubah menjadi serigala," balas Danique.
"Oh iya, ngomong-ngomong terima kasih sudah menyelamatkanku malam itu," ucap Rachel. Ia baru teringat belum mengucapkan terima kasih.
Danique tak menjawab, Ia menatap Rachel lekat-lekat, mendekatkan wajahnya pada wajah gadis di hadapannya.
"Sudah semestinya aku menjaga wilayahku. Jika kawanan nomaden itu berhasil membunuhmu di wilayahku, mereka akan merasa superior. Lalu mereka akan merebut kekuasaan wilayah itu dariku," bisik Danique. Jantung Rachel berdegup lebih kencang tanpa alasan.
"Jadi, hutan Green Moon wilayahmu?" antara sadar dan tidak, Rachel mengeluarkan ucapan itu.
Danique mengeluarkan handphone-nya, Ia menunjukkan e-sertipikat kepemilikan berhektar-hektar tanah berupa hutan.
"Secara hukum di negeri ini, Green Moon juga sudah menjadi milikku," gumam Danique.
"Kau benar-benar kaya raya, mengapa Kau dulu hanya diberi jabatan staf biasa?"
"Andai bisa memilih, aku malah memilih untuk tidak diberi jabatan apapun," Danique menanggapi dengan malas.
Rachel menggeleng, Ia sangat tahu saat awal diberi jabatan direktur utama pun, Danique terang-terangan menunjukkan keengganan di depannya.
"Rachel, kembalilah ke kantor. Kumohon," ucap Danique.
"Kau takut aku resign membawa semua rahasiamu? Oh, asal Kau tahu, Danique. Semua rahasiamu tidak penting bagiku," Rachel menyeringai.
Bukan urusannya bahwa Danique adalah manusia serigala yang menyembunyikan jati dirinya dari manusia biasa. Setelah lelaki itu menolak dirinya, semuanya sudah tidak penting lagi bagi Rachel.
"Bukan begitu, Rachel. Aku sudah terlanjur nyaman bekerjasama denganmu," sanggahnya.
"Kalau begitu mengapa Kau tidak mengambil Rhea saja untuk menjadi asisten pribadimu. Bukankah Kau juga sudah sangat dekat dengannya?" Rachel mengatakannya dengan dada sesak.
"Rhea tidak cocok dijadikan teman kerja. Ia lebih cocok dijadikan teman kencan," ujar Danique tanpa pikir panjang.
Sontak, Rachel membelalakkan matanya. Rupanya kebersamaan Danique dan wanita itu hanya untuk bersenang-senang.
"Kau belum mencobanya, kalau Kau menukar posisi kami, pasti seru," Rachel tersenyum miring.
"Kau ingin berada di posisi Rhea? Kau pasti tidak tahu berapa kali kami melakukannya dalam seminggu."
Danique mendorong Rachel ke sofa dengan kasar hingga gadis itu terlentang. Wajahnya Ia dekatkan hingga dahi keduanya bersentuhan. Rachel memejamkan mata lalu membukanya kembali menghidu aroma Danique. Tubuh lelaki itu beraroma mint maskulin, sangat jauh dari bau binatang.
Rachel ingin menghindar, dulu saat Ia belum menyadari bahwa Danique adalah takdir jodohnya, Ia menolak lelaki itu setiap lelaki itu menggodanya. Tetapi sekarang Ia ingin menunjukkan secara terang-terangan betapa Ia menginginkan lelaki itu ada di setiap napasnya.
"Pantas saja Ia tidak sungkan menggunakan uangmu," ucap Rachel dengan jijik.
Danique berdiri lalu berjalan mondar-mandir menggaruk rambut kepalanya. Ia nampak tidak terima kekasihnya terus-terusan dituduh mata duitan oleh Rachel.
"Rachel, kembalilah ke kantorku," ulang Danique mempertegas permintaannya.
"Ada satu syarat yang harus Kau penuhi," Rachel tak mau menyia-nyiakan celah ini,
"Apa, Kau ingin kenaikan gaji? Gajimu kunaikkan tiga kali lipat," Danique segera menyahut sebelum gadis itu berubah pikiran.
"Bukan itu, aku tidak butuh uangmu."
"Lalu?" Danique menyipitkan pandangan menyelidik.
"Jadikan aku kekasihmu dan singkirkan Ia dari hidupmu," bisik Rachel.
Sudut-sudut apartemen Rachel kembali hening saat keduanya terdiam. Rachel menunggu tanggapan Danique dan berharap lelaki itu mengubah pendiriannya.
"Tidak bisa Rachel. Aku tidak bisa menerimamu, aku sudah dijodohkan dengan Rhea oleh orangtua kami. Lagi pula aku bukan Cuon. Jangan lampiaskan emosimu kepadaku hanya karena Kau tidak menemukan lelaki itu," Danique memohon.
Udara di sekitar seolah membeku, Rachel tidak bisa bernapas selama beberapa detik. Jadi, mereka sudah dijodohkan oleh orangtua mereka? Dadanya sesak, untuk meraup embusan angin pun rasanya sangat sulit. Pantas saja Danique menolak dirinya dan hanya memintanya untuk kembali bekerja tanpa mengabulkan kemauan lainnya.
Rachel memutar otak, hati kecilnya sangat hancur tetapi Ia terus mencoba mencari celah supaya dirinya tidak menyerah. Ia yakin jika Dewi Bulan belum mengubah keputusan, maka mereka masih ditakdirkan berjodoh. Hanya saja situasi dan kondisi ini tidak semudah yang Rachel bayangkan dulu. Ia membutuhkan lebih banyak waktu dan perjuangan.
"Cuon sudah mati dan Ia telah lahir kembali," gumam Rachel.
"Kau salah jika menduga bahwa aku adalah Cuon yang lahir kembali," tanggap Danique.
"Kau tidak tahu siapa dirimu, Danique," Rachel menggeleng.
"Dirimu pun tidak tahu siapa aku. Sudahlah Rachel, kembali ke kantorku," Danique mengembalikan topik dengan nada tidak sabar.
"Hmmm, baiklah," tanggap Rachel dengan enggan. Ia harus sabar pada lelaki itu yang hanya ingin memperbudaknya.
"Sekarang," Danique kembali memerintah.
"Tunggu sebentar, aku akan mewarnai rambutku dan memakai softlens," Rachel beranjak dan melangkah ke meja rias.
Langkahnya terhenti saat lelaki itu menarik lengannya dengan kuat dan menjatuhkannya di pelukannya. Dengan sangat lembut, Danique mengecup dahi Rachel.
"Terima kasih, Sayang," bisiknya.
Degup jantung Rachel semakin mengencang. Lelaki itu jelas-jelas memiliki perasaan kepadanya, hanya saja status perjodohannya dengan wanita mata duitan pilihan orangtuanya menjadi penghalang.
***