Julian dan Aurora masuk ke dalam sebuah restoran di lantai atas gedung ini, begitu datang nuas yang di berikan benar-benar bergayakan klasik tapi juga perpaduan modern, tidak bisa di sampaikan dengan kata-kata karena memang sangat jarang ada.
Restoran ini seperti memang di buat untuk kaum menengah atas, dimana hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke dalam sana dengan banyak sekali hal yang harus di lakukan.
Aurora hanya memikirkan satu hal dalam pikirannya, tentu saja jika bukan berapa ribu dollar atau jutaan untuk sekali makan di tempat ini, padahal dia mengatakan lapar hanya untuk berhenti memperlakukan seakan dia sama seperti wanita lain di tempat itu.
Tapi seakan pria itu menanggapinya penuh dengan serius, sampai dimana kini para pelayan dengan sabar menunggu menu yang akan pria itu pesan, sedang Aurora dia memilih meneguk vodka di tangannya.
Inilah alasan kenapa tempat ini sangatlah mewah, karena minuman juga terasa seperti itu, Aurora belum pernah merasakan vodka yang begitu enak menurutnya.
"Bagaimana dengan steak? Kau mau?" Tanya Julian, pria itu meletakan buku menu yang ada di hadapannya lalu melihat pada wanita yang sedang melihat ke arah lain.
Tempat yang mereka pesan memang sedikit berbeda, karena tepat di ujung dan dekat dengan jendela besar yang memberikan pandangan sebuah kota di hadapannya, apalagi gedung memiliki 20 lantai dan letak restorannya di atas.
Aurora memberikan anggukan ke arah pria itu, dia hanya malas mengeluarkan suaranya.
"Hanya itu saja." Ucap Julian setelah dia mengatakan menu makanan yang akan menjadi makan siang atau mungkin makan malamnya, karena jam makan siang sudah terlewatkan.
Lalu setelah pelayan meninggalkan tempat barulah Julian kembali melihat ke arah kembali pada wanita itu.
"Aku ingin kau menari." Ucap Julian, pria itu menaruh dagunya di kedua penyangga tangannya, menatap penuh dengan serius pada wanita di hadapannya.
"Menari?" Tanya Aurora, dia meletakan gelas yang ada di genggamannya, menatap pada pria itu dengan bingung. "Untuk hal apa?"
"Untukku." Julian hanya ingin tahu apakah wanita itu benar-benar akan menuruti apa yang dirinya katakan, tanpa membantah dia datang kesini dengan pakaian yang dirinya berikan.
Aurora terdiam tanpa tahu harus mengatakan apa, dirinya sedikit gugup dan memilih mengalihkan pandangannya, menari di hadapan pria itu, sungguh Aurora tidak mengerti dengan isi pikiran pria itu, apakah kini dia sudah sama dengan wanita di luar sana?
"Aku tidak mau!" Jawab Aurora dengan tegas, pria itu bukan siapa-siapa di kehidupannya, dan persoalan perjanjian itu bahkan belum terucapkan setuju dari mulut Aurora.
"Kenapa? Ini perintah."
Alis Aurora terangkat begitu saja, mendengarkan apa yang pria itu katakan, selera makannya seketika langsung menghilang, dia tidak mau berada di tempat ini lagi.
"Ada perintah yang tidak semuanya aku lakukan, dan hal itu terlalu konyol." Ucapnya, wanita itu menatap pria itu dengan tajam. "Lagipula, tidak ada perjanjian di atas kertas, maka aku bisa menolaknya."
"Aku akan membuatnya, jadi menarilah untukku." Ucap Julian, membuat perjanjian bukanlah hal sulit untuknya, bahkan dia bisa terselesaikan dalam waktu singkat, dan tidak perlu membutuhkan tanda tangan wanita itu.
"Tidak! Kau pikir aku ini siapa? Aku bukan bonekamu! Selagi aku belum meletakan tanda tanganku, maka tidak ada perintah yang wajib untukku."
Julian hanya diam, padahal dia hanya ingin melihat saja sehebat apa jika tubuh itu berani di atas tiang dan hanya dirinya melihat hal itu, bukankah sangat menyenangkan?
Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menikmati makanan masing-masing tanpa ada pembicaraan lanjutannya, karena setelah ini masih ada hal yang harus keduanya lakukan di tempat lain dan perjalanan itu cukup panjang.
********
Aurora menatap sedikit takut pada tempat yang dirinya datangi bersama pria itu, karena suasananya begitu gelap dan sangat terpencil, apalagi sore akan segera berakhir.
Sayang sekali dalam situasi seperti ini dia tidak menyimpan apapun untuk keamananya, tidak mungkin pria itu melindungi dirinya, sudah di pastikan nyawanya akan terancam juga.
"Kenapa sebenarnya kau ingin membawaku?" Tanya Aurora, dia hanya bisa berdiri di belakang pria itu karena jalanan hanya memiliki satu jalur, jadi tidak mungkin dia berjalan berdampingan dengan pria itu.
"Aku akan melakukan pertemuan, apakah kau tahu? Pertukaran barang dan aku ingatkan jangan memberikan apapun, baik itu minuman atau makanan." Ucap Julian, pria itu menghentikan langkahnya untuk mengatakan hal itu.
"Kenapa aku harus ikut?" Tanya Aurora, dia sudah tahu jika di tempat asing akan lebih tidak menerima apapun jika orang lain memberikan sesuatu.
"Untuk menjagaku, kau pikir apa?" Tanya Julian, pria itu kembali melanjutkan jalannya.
Aurora hanya bisa membuka mulutnya dan tidak bisa mengatakan hal apapun lagi, dirinya sungguh tidak akan percaya dengan apa yang pria itu katakan, melindunginya? Apakah dia sengaja menakuti dirinya.
'Sadar pria aneh! Menyebalkan! Brengsek!' Ucap Aurora dalam hatinya, dia mengumpat pria itu dengan kekesalan di dalam hatinya.
Sampai dimana akhirnya pria itu masuk ke dalam rumah, tidak begitu buruk dari penampilan luarnya, begitu terbuka hanya ada lemari dan juga sebuah kamar yang tua, Aurora menatap aneh.
Apakah ini tempat pertemuan para mafia itu? Cara mereka sungguh hal yang di luar dugaan, bagaimana bisa memikirkan hal itu, hingga Aurora di buat terkejut saat pria itu membuka pintu yang tersembunyi di balik lemari itu dan di dalam sana ada sebuah tangga yang menurun ke bawah.
Ruangan bawah tanah?
Aurora hanya bisa mengikuti pria itu dengan semua pertanyaan di kepalanya, dia mengingat semua ini dengan baik agar bisa membagi informasi dengan agen rahasia lainnya—tunggu? Apakah Aurora masih di anggap anggota?
Bagaimana jika mereka memutuskan mengeluarkan dirinya dan mengatakan kepada kedua orang tuanya jika dia sudah gugur saat menjalankan misi?
"Berhati-hatilah karena disini agak gelap." Ucap Julian, pria itu mengulurkan tangan pada wanita itu, mungkin saja dia takut kegelapan dan butuh tangannya.
"Kau punya ponsel, gunakan itu untuk menerangi jalan ini." Ucap Aurora, apakah karena berada di tempat seperti ini pemikiran pria itu jadi sempit?
"Apakah tanganku kotor?" Tanya Julian, apa sulitnya menggenggam tangan saja? Bukankah itu lebih menyenangkan, lagi pula ada peraturan tidak boleh menyala ponsel jika sudah masuk wilayah ini.
Aurora hanya bisa memutar bola matanya dengan malas, dia terpaksa memberikan tangannya pada pria itu, tidak menyangka jika pria itu akan menggendongnya.
"Aku masih bisa berjalan! Turunkan aku!" Ucap Aurora, dia mencoba memberontak walau kini pria itu mulai menuruni anak tangga.
"Dengarkan Aurora, aku membawamu ke tempat dimana mungkin akan sedikit membuatmu tidak akan nyaman, tapi tetaplah bersamaku, jangan mencoba melihat ke arah lain."