Dua hari berlalu.
Akhirnya Aurora pulih seperti biasanya, hari ini dia sudah bisa kembali pulang dari rumah sakit, seperti biasanya dirinya tidak akan bisa menetap di satu tempat atau sebuah negara.
Begitu keluar dari luar negeri, pria itu langsung mengajaknya pergi ke bandara, padahal Aurora pikir dia beristirahat walau hanya satu hari, kenyataan malah menuntutnya untuk segera melakukan apa yang pria itu inginkan.
Aurora sedikit menghela nafas setelah dia duduk di jet pribadi, percuma saja sepertinya memang pria itu bukanlah mafia yang mudah di temukan, bayangkan dalam waktu seminggu berapa negara yang dirinya kunjungi?
Sampai dimana saat Aurora sedang menikmati waktunya, tiba-tiba pria itu duduk di kursi hadapannya, memberikan dirinya sebuah dokumen dengan beberapa berkas di dalamnya, tentu saja dia menatap bingung pada yang ada di hadapannya.
"Apa ini?" Tanya Aurora, dia sungguh tidak memiliki niat untuk membuka dokumen itu, jika bukan hal penting dia ingin sekali memindahkannya.
"Bacalah, baru setelah itu mengajukan pertanyaan." Ucap Julian, 0ria itu menerima stempel yang di berikan orang di sampingnya, dia juga punya salinan dari dokumen yang dirinya serahkan pada wanita itu.
Aurora membuka lembaran demi lembaran di dalam dokumen itu, halaman pertama sebuah perjanjian dimana dia harus bekerja sama dengan pria itu, lalu di bagian akhir ada hukum-hukum yang akan dirinya terima jika tidak menjalankan tugas dengan baik.
"Apa project 180 days? Dan kenapa semua isian ini memberatkanku, bukankah kau mengatakan kita akan win win solution?" Tanya Aurora, dia bahkan tidak paham dengan yang pria itu inginkan.
Dimana tertulis setiap kali dirinya melawan atau mencoba melarikan, pria itu berhak meminta untuk menari? Ini tidak adil, dia ingin bekerja sama atau menjadikannya seorang budak nafsu?
"Project ini akan berlanjut selama 180 days atau enam bulan, jika setiap hal yang di lakukan terselesaikan, maka aku akan melepaskanku, itulah imbalannya." Jawab Julian, pria itu sedang sibuk memberikan tanda tangan, tapi sesekali melirik ke arah wanita itu.
Aurora melihat ke halaman ke terakhir dimana dia tidak bisa berkata apapun, pria itu sungguh kejam. "Aku tidak mau! Kenapa aku harus menikah denganmu jika kerja sama ini tidak berjalan dengan baik?."
Julian meletakan pulpen yang dirinya genggam, menatap tajam ke arah wanita yang ada di hadapannya. "Itu lebih baik bukan? Daripada aku membunuh kedua orang tuamu, haruskah aku mengatakan sekarang?"
Aurora menatap bingung pada pria yang ada di hadapan, apa yang di maksud dari perkataannya, memang apa yang pria itu lakukan pada kedua orang tuanya.
"Apa maksud dari perkataanmu?" Tanya Aurora, dia tidak akan memberikan toleransi apapun jika sudah menyangkut kedua orang tuanya, dia tidak akan membiarkan pria itu mempermainkan dirinya lagi.
"Bawakan ipadku." Ucap Julian, pria itu memerintahkan pria yang ada di sampingnya untuk membawakan ipad dimana dia akan menunjukan sebuah video pada wanita itu.
Julian menyerahkan pada wanita itu setelah dia memilih video yang akan dirinya tunjukan.
Aurora melihat itu dengan jelas di sana ada kedua orang tuanya, dimana mereka kelihatan di keliling oleh banyak orang dan juga di penuhi dengan ketakutan, melihat hal itu sungguh membuat kemarahan di dalam hati Aurora semakin tinggi.
"Brengsek! Kenapa kau melakukan hal ini pada orang tuaku?" Tanya Aurora, wanita itu melangkah mendekati pria itu lalu tangan terulur untuk menarik kerah kemejanya, dia tidak akan takut lagi untuk memberikan pukulan pada pria itu.
Beberapa orang yang melihat itu bangun dari posisinya, tentu saja tidak boleh ada yang menyentuh atasan mereka dengan sembaran, tapi dengan cepat Julian mengangkat tangannya, pria itu seakan menanggapi hal ini biasa saja.
"Abaikan saja." Ucap pria itu, dia hanya pasrah saja saat wanita di hadapannya penuh dengan kemarahan.
"Kau bukan hanya menahan diriku tapi juga kedua orang tua? Apa kau gila?" Tanya Aurora, dia sudah menyiapkan tangannya untuk segera memberikan pukulan di wajah pria itu.
Julian menahan kedua tangan wanita itu, lalu mendorong tubuhnya dia terbaring di kursinya, bukan hal sulit untuknya melawan wanita itu yang tidak ada apa-apa untuknya.
"Lepaskan brengsek!" Teriak Aurora, dia berusaha melawan dengan menggerakan tubuhnya, dia sudah kehabisan kesabaran jadi dia tidak akan takut apapun.
"Jika kau memanggilku seperti itu lagi, aku akan menciummu!" Ucap Julian, pria itu memberikan peringatan pada wanita itu, dia hanya merasa tidak nyaman di panggil seperti itu.
"Kenapa aku tidak boleh memanggilmu seperti itu? Kau bahkan lebih buruk dari seorang pria brengsek!" Teriak Aurora, sampai urat di wajahnya keluar, karena tangannya tidak bisa di gerakan dia mencoba menggerakan kakinya.
Tapi dengan cepat Julian meletakan satu kakinya di tengah kedua kakinya, membuatnya jika melawan akan membuat kaki itu mengenai daerah sensitifnya, dia benci situasi ini.
Dan kenapa semua orang hanya menatapnya, apakah benar-benar mereka di butakan oleh ketakutan atas kuasa pria itu, lebih baik Aurora melompat dari jet pribadi ini dan mati begitu saja.
"Katakan tujuanmu melakukan semua ini, lepaskan kedua orang tuaku." Ucap Aurora, dia sudah pasrah dan tidak akan melawan pria itu, dia akan melakukan apa yang pria itu inginkan sekarang.
"Aku sudah bilang bukan? Aku suka padamu, lebih tepatnya aku ingin kau hancur di tanganku." Ucap Julian, pria itu sedikit melonggarkan celakan di tangan wanita itu, jika sejak awal wanita itu menurut mungkin dia tidak akan di perlakukan kasar.
"Kau hanya ingin tidur denganku bukan? Kenapa harus melibatkanku sampai sejauh ini?" Tanya Aurora, jika pria itu yang inginkan kenapa sejak awal tidak menyentuhnya, kenapa harus menunda sampai sejauh ini.
"Karena aku ingin kau yang seakan menginginkan untuk tidur denganku, aku tidak suka meminta aku lebih suka kau datang padaku." Ucap Julian, pria itu meletakan cekalan wanita itu dan menjauh darinya.
"Aku akan melepaskan kedua orang tuamu, begitu kai setuju dengan semua persyaratan di lembar pertama dan kedua." Ucap Julian, dia kembali pada posisinya dan memberikan ruang untuk wanita itu.
Aurora merapikan pakaiannya, dia memejamkan matanya. Kesalahan buruk di masa lalu apa yang membuatnya harus bertemu dengan pria seperti itu.
Dia mengambil dokumen itu dan langsung memberikan tanda tangannya di tempat yang seharusnya, dengan ini dia sudah melepas pekerjaannya sebagai agen rahasia dan malah berpihak pada musuhnya.
Julian menarik sudut bibirnya, pria itu menerima dokumen yang wanita itu berikan lalu memberikan pada asistennya, agar segera di resmikan dan bisa menjadi bukti nantinya.
"Senang bekerja sama denganku Nona Aurora."