Suasana menjadi hening saat Aurora mengatakan semua ini penuh dengan luapan emosinya, Julian juga sangat terkejut karena dia tidak pernah menebak ayahnya sampai mengatakan hal ini pada wanita itu.
"Kenapa kau sampai melakukan hal ini? Padahal hidupmu, kau memiliki jaminan." Ucap Aurora, dia mencoba melepaskan pergelangan tangannya tapi pria itu malah menarik dan memeluk tubuhnya.
Seketika membuatnya terdiam, sangat erat hingga dia tidak menggerakan tubuhnya, kenapa pria itu sedikit gemetar saat Aurora merasakan berada di dalam pelukannya.
"Aku mohon, lima menit saja." Ucap Julian, pria itu menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher wanita itu, perasaan campur aduk setelah mendengarkan apa yang wanita itu katakan.
Tidak habis pikir akan terjadi secepat ini, tidak! Masih ada hal yang harus dirinya lakukan pada pria itu, dia harus membuatnya menebus semua kesalahannya, dia tidak akan kembali sebelum dia membuatnya hancur.
Akan menjadi sia-sia jika dirinya mengabaikan apa yang sudah dirinya bangun hingga detik ini.
Aurora terdiam, dia memasrahkan dirinya berada di dalam pelukan pria itu, kenapa sampai harus meminta seperti ini, bagaimana jika dia mendengar detak jantungnya, lima menit kenapa terasa begitu lama?
"Itu kelamaan! Aku bisa mati!" Teriak Aurora, karena tubuhnya lebih kecil tentu saja saat berada di dalam pelukan pria itu, tubuhnya seakan menghilang begitu saja, tertelan olehnya.
"Diamlah." Ucap Julian, suara pria itu benar-benar berubah, seakan memang dia sedang mencari ketenangan untuk tidak goyah.
Sampai akhirnya Aurora membiarkan pria itu memeluknya hingga lima menit berlalu. Rasanya sudah lama dirinya tidak mendapatkan pelukan hangat dari seseorang, ini terasa nyaman.
Mirip dengan pelukan ayah dirinya berikan saat Aurora lelah menjalani kehidupannya.
Julian menjauhkan dirinya, pria itu terburu-buru meninggalkan wanita itu tanpa mengatakan hal apapun padahal sebelumnya dia yang berusaha untuk menahan Aurora pergi.
Wanita itu hanya bisa menatap bingung pada pria itu yang pergi begitu saja, ini sungguh lucu dan benar-benar hal yang tidak pernah dirinya pikirkan.
"Setidaknya ucapan terima kasih!" Ucap Aurora, dia memilih untuk melangkah ke dapur saat dia merasa tenggorokan terasa begitu kering, mengambil botol air lalu meneguknya hingga setengah.
Dia kembali menatap ke arah dimana pria itu keluar dari kamarnya dengan pakaian rapihnya? Kenapa dia mau pergi? Bukankah dia bilang tidak ada jadwal?
"Kita harus pergi." Ucap Julian, ternyata dia keluar dari kamar juga tidak lupa membawa kopernya.
Aurora tersedak saat dia melihat pria itu, dia sampai terbatuk-batuk mendengarkan apa yang pria itu katakan, padahal sebelumnya tidak akan ada rencana pergi bukan? Kenapa mendadak sekali?
"What? Tunggu—kemana lagi kau akan membawaku? Kua tidak bisa melanggar perjanjian bukan?" Tanya Aurora, dia melangkah mendekati pria itu, dia bukankah tidak mau pergi tapi jika terlalu sering melakukan perjalanan, itu sangat melelahkan untuknya.
Julian menarik alisnya dengan bingung, pria itu melepaskan koper yang dirinya genggam, lalu melangkah mendekati wanita itu dan menyudutkan tubuhnya di dinding.
"Apakah disini, kau menjadi pemimpin?" Tanya Julian, pria itu menunjukan wajah yang sedikit marah, dia hanya tidak suka saat wanita itu menentang ucapannya, apakah sulit untuk mengikuti perintah dirinya.
"Jika memang kau tidak suka mengemas barang, tinggalkan saja, kau tidak mengenakan pakaian apapun bukan hal buruk untukku!" Lanjut Julian, pria itu mengatakan hal yang lagi-lagi merendahkan wanita yang ada di hadapannya.
Kesal mendengar itu Aurora sudah siap untuk mengangkat tangannya, tapi pria itu langsung menahan tangannya membuat dirinya menatap dengan kesal.
"Kau pria gila! Kau pikir aku akan menurut dengan perintahmu? Kau memang siapa?" Tanya Aurora, wanita itu menepis tangan pria itu dari pergelangan tangannya.
"Kau lupa?" Tanya Julian, pria itu menaruh tangannya di leher wanita itu, sedikit demi sedikit memberikan cekikan di sana, membuat wanita itu menatapnya dengan jelas.
"Aku bisa membuat kedua orang tuamu semakin tersiksa hidupnya." Ucap Julian, dia masih memegang kartu AS dimana wanita itu tidak akan bisa melawan perintahnya.
Aurora memejamkan matanya, dia mencoba untuk menahan diri agar dia tidak panik karena situasi ini benar-benar membuatnya sulit bernafas, semakin Julian menekannya semakin membuatnya seakan sedang menghadapi kematian.
"To–tolong, lepaskan—aku!" Ucap Aurora dengan susahnya dia berbicara, dia mencoba menyentuh pria itu dan kini merasa tubuhnya sudah lemas, dia bisa pingsan jika seperti ini.
"Bukankah aku sudah mengatakan jika bukan hal sulit untukku menghancurkan dirimu." Ucap Julian, pria itu sedikit melonggarkan genggamannya, dia tidak mau melakukan kesalahan sampai membuat wanita itu.
"Ya, aku—mengerti." Ucap Aurora, dia sudah sampai terbatuk-batuk karena pasukan udara di paru-parunya semakin menipis dan membuatnya saat ini sangat panik.
Julian melepaskan wanita itu dan menangkap tubuhnya saat dia akan jatuh, Aurora mengambil nafas sebanyak mungkin hingga dia tidak bisa berdiri dengan baik, tangannya terulur untuk menyentuh lehernya yang terasa sangat sakit hingga menelan air liur saja tidak bisa.
Aurora mencoba untuk melepaskan dirinya, dia menatap ke arah pria itu dengan bingung, apakah ada hal yang telah terjadi? atau ada hal dirinya lakukan salah?
"Jangan membuatku melakukan hal ini lagi padamu! Jadilah gadis penurut." Ucapnya, pria itu memutuskan menjauhkan dirinya dari Aurora sampai dia akhirnya jatuh ke lantai dengan masih terbatuk-batuk.
Julian merasa bersalah, dia tidak bisa mengendalikan emosinya juga sudah seperti ini padahal dia sudah tidak mau melukai wanita itu, apalagi melihat area leher yang kini memerah karena dirinya.
Aurora perlahan bangun dari posisinya, dengan susah punya dia berjalan kembali ke dalam kamarnya, dia tidak tahu alasan kenapa pria itu sangat marah padanya pada dugaan benar jika ada hubungan yang renggang di antara kedua orang itu dan kenapa harus membuatnya yang terlibat.
Sehingga membutuhkan waktu sepuluh menit untuk Aurora mengemasi barangnya, dirinya keluar dengan membawa sebuah koper di tangannya, lalu pria itu menatap dirinya, Aurora terpaksa mengenakan syal si lehernya.
Karena memang dirinya tidak mau membuat beberapa orang memperhatikan dirinya apalagi bagian lehernya yang kini membiru,tidak ada kalimat yang ingin dirinya katakan Julian.
Bangun dari sofa yang dirinya duduki, lalu berjalan mengambil koper miliknya dan memberikan tatapan pada wanita itu untuk mengikuti dirinya keluar dari tempat ini.
Aurora mengerti dia mengikuti dari belakang sampai akhirnya kini dirinya dan pria itu berada di dalam lift, Aurora hanya mencoba mengusir canggung itu, mengabaikan apa yang terjadi sebelumnya walau ikut meninggalkan rasa takut dalam dirinya.
Julian menatap ke arah wanita itu, dia hanya bisa menghela nafas saat melihatnya dan berusaha untuk meyakini dirinya, tapi dia harus meminta maaf padanya bukan?