10/7/22
Happy Reading
***
"Kau pakailah ini."
"Heuh?" Dahi Laya mengernyit dalam. "Untuk?"
Jarvis tidak menjawab pertanyaan Laya.
"Untuk apa dasi ini, bos?" Laya melihat Jarvis dengan penasaran lalu beralih melihat dasi yang ada di tangannya.
Heuh? Ini untuk apa, ya? Laya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, matanya berkedip bingung.
Jarvis tidak mengatakan apapun tentang kegunaan dasi ini, pria menyebalkan itu hanya memberikannya tanpa mengatakan apapun.
Aneh sekali!
Ohh, atau digunakan untuk menutup matanya?
Laya meraba matanya lalu melihat Jarvis yang sepertinya sedang membalas pesan chat dari seseorang.
Ah, tidak mungkin, sih! Masa dasi ini digunakan untuk menutup mata.
Oh, atau untuk menutup mulutnya?
Laya langsung menggeleng lagi.
Ohh, atau mungkin digunakan untuk mengikat tangannya?
Heuh, tangan?
Eh, jangan bilang kalau Jarvis ini adalah salah satu penganut bercinta dengan cara BDSM?
What? Tidak mungkin, kan?!
Kalau iya, bagaimana?
Ini yang pertama untuknya dan ia tidak mau selama proses bercinta nanti disakiti atau diapa-apakan oleh Jarvis.
Ia pernah membaca novel yang ceritanya tentang bdsm dan itu terasa sangat menyakitkan.
Apalagi jika ditetesi oleh lilin panas atau dicambuk-cambuk seperti … no!!
"Tidak mau!!" Refleks Laya berteriak panik pun saat mendengar teriakan itu Jarvis langsung menoleh lalu melihat wajah Laya yang pucat.
"Apanya yang tidak mau?!" tanya Jarvis.
"Itu … anu, bos." Laya tercekat. Ia sampai tidak bisa mengatakan ketakutannya.
"Apa?!!" Jarvis mulai geregetan sendiri.
"Ti-tidak ada apa-apa, eheheh." Laya nyengir salah tingkah.
Sadar akan situasinya, ia berusaha untuk tenang. Ini sudah jadi keputusannya, ini sudah jadi pilihannya dan apapun yang akan dilakukan pada tubuhnya ini, mau tidak mau ia harus menerimanya.
Jika bukan karena uang 350 juta itu, ia tidak akan melakukan hal hina seperti ini.
"Jadi?"
"A-apanya yang jadi?" Laya masih gugup.
"Kita lakukan sekarang?"
Laya langsung mengerti.
Dengan cepat Laya menutup matanya dengan dasi itu lalu kedua tangannya diletakkan di atas pahanya, seperti anak baik yang siap menerima perintah tuannya. Ia pun menunggu dengan pasti apa yang akan dilakukan Jarvis padanya.
Jarvis refleks menelengkan kepalanya kesampimg. Dahinya mengernyit dalam.
Apa-apaan ini? Kenapa dasinya malah digunakan untuk menutup mata? Laya ini kenapa, sih? Gadis ini jika gugup atau panik seperti ini tingkahnya jadi random dan sangat menggemaskan.
Hem, Jarvis menghela napas panjang.
Oke, jangan banyak berpikir.
Ini sudah sangat malam, kasihan Laya pasti gadis manis ini juga ingin istirahat.
Jarvis memegang kedua bahu Laya dengan lembut. Ia mendekatkan wajahnya dengan ragu-ragu. Ada perasaan yang aneh saat melihat wajah Laya dari dekat seperti ini.
Perasaan ini, entah mengapa selalu membuat hatinya terbebani dengan kisah masa lalunya yang indah … gelap … kelam atau menjijikan?
Entahlah, yang jelas saat bibirnya dengan ragu-ragu mengecup dahi, hidung, dagu, kedua pipi kanan kiri gadis ini … desiran hatinya yang gelisah sungguh tak bisa terbantahkan.
Tiba-tiba muncul banyak pertanyaan.
Apakah aku bisa melakukan hal semacam ini dengan seorang wanita? Apakah nantinya aku tidak akan canggung saat memasukinya untuk pertama kali? Apakah aku akan ketahuan setelah ini? Bagaimana jika aku tidak bisa melakukannya dengan natural?
Apakah nanti ada yang membantunya untuk melewati prosesi bercinta dengan seorang wanita untuk pertama kalinya? Adakah yang bisa memberinya tutorial bercinta dengan seorang wanita?
Ah, sialan!
Walau ragu Ibu jarinya mencoba untuk menyentuh bibir merah mungil yang terlihat lucu itu. Perlahan tapi pasti, bibirnya ini mengecup bibir merah itu dengan penuh kelembutan.
Satu kali kecupan yang diberikan tampaknya membuat gadis itu terkejut lalu ia mencoba memberikan kecupan kedua namun gadis ini tetap saja memberi respon yang tidak biasa.
Hem, katanya sudah sering melakukan ciuman dengan tunangannya. Tapi, mengapa baru dicium seperti ini sudah merasa gugup dan panik? Dasar gadis polos yang menggemaskan.
Jarvis tersenyum lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga Laya.
"La," bisiknya dengan nada penuh seduktif.
"E-e-mmm …."
"Aku buka bajunya, ya?"
Deg?!
Laya menelan ludahnya dengan kasar.
Ingin rasanya ia menahan kedua tangan Jarvis yang mulai berani mengangkat piyama sapinya. Jantungnya pun benar-benar tidak bisa dikontrol dengan baik saat salah satu tangan Jarvis dengan berani mengelus pinggangnya sampai ke belakang.
Telapak tangan itu terasa hangat, membuat bulu kuduknya sukses berdiri tanpa permisi.
"Rileks, La." Jarvis mengecup pipi Laya dengan penuh rayu. Pun ia bisa merasakan desahan napas hangat yang Laya keluarkan dari hidung dan mulutnya. "Bernapaslah dengan benar, hem?"
"I-iya," kata Laya gugup. "Ta-tapi, aku deg-degan, b-bos …."
"Hem, wajar, kok." Jarvis mengusap dahi Laya dengan sayang. "Supaya tidak gugup atau takut …." Jarvis tersenyum lagi dan sengaja menggantung ucapannya.
Ingin rasanya Jarvis melepas dasi itu untuk melihat mata Laya yang pasti terlihat sangat menggemaskan tapi jika dibuka … jujur saja ia pun gugup untuk melakukannya tapi ia harus berani melakukan ini.
Sekali lagi Jarvis mengecup bibir Laya, "Mmm … balas ciumanku, bisa?"
Laya mengangguk, menerima ciuman Jarvis.
Walau sama-sama gugup, panik, takut dan resah dalam pikiran masing-masing dan memiliki pengalaman berciuman yang berbeda— pada akhirnya mereka dengan percaya diri menautkan bibir dengan begitu mesra. Bibir atas dan bibir bawah saling bertemu dengan begitu intens.
Mereka berdua sama-sama merasakan sesak napas, sesak dada dan sesak pikiran karena tanpa adanya aturan, ciuman itu semakin dalam, semakin intens dan semakin merasuk hingga ke lorong terdalam mulut masing-masing.
Apalagi permainan lidah yang begitu liar dan penuh keintiman yang tidak pernah Laya lakukan dengan Vihan dan Jarvis yang tidak pernah lakukan dengan wanita pun mereka lakukan bersama. Hingga bunyi kecupan itu membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa iri dan berkata, "Wah, mereka romantis sekali."
Saat kedua bibir itu secara natural beradu dalam kemesraan dan keintiman yang lebih intens tidak ketinggalan di sana ada tangan yang tidak mau diam saja.
Secara alami dan tidak ada lagi keraguan, dalam dorongan alami dari proses bercinta— tanpa ragu-ragu— Jarvis benar-benar melepas piyama sapi Laya dan Laya pun secara otomatis mengangkat kedua tangannya.
Dan, yaaa … dengan terpaksa mereka berdua berhenti berciuman sejenak karena terhalang oleh piyama sapi.
"Kau pasti sudah melihatnya, ya?" Laya dengan malu menutup dadanya.
Hish, ia sangat kesal karena tidak bisa melihat wajah mesum Jarvis.
Curang! Menyebalkan sekali!
"Mmm." Jarvis menyingkirkan kedua tangan Laya. "Biarkan aku melihatnya," ucapnya memandang dengan hikmat dua bulatan yang menggemaskan depannya ini.
***
Salam
Busa Lin