20/7/22
Happy Reading
***
Hari ini setelah tidur panjangnya ….
Sekitar pukul dua siang, Laya pergi kerumah sakit untuk menyelesaikan segala sesuatu administrasi operasi Vihan.
Ada banyak hal yang membuatnya tertawa miris hari ini— dalam waktu dua jam saja, ia sudah bisa melunasi semua hutang biaya perawatan dan pengobatan Vihan yang selama ini menunggak.
Semua berkas pelunasan biaya serta surat operasi Vihan sudah ada ditangannya dalam waktu singkat.
Itu semua berkat Jarvis …
Iya … walau ia menjual tubuhnya pada Jarvis, entah mengapa rasanya ia ingin berterima kasih pada pria itu.
Dalam hal ini, Laya ingin menyebut Jarvis sebagai Pahlawannya.
Hem … Jarvis sama sekali tak pernah memberatkannya apalagi menuntutnya macam-macam.
Pria itu sungguh seperti malaikat tanpa sayap. Iyaa … pria itu sungguh sangat baik dimatanya.
Andai, saat itu ia tak nekad menemui Jarvis … ah, entahlah apa yang akan terjadi pada dirinya.
Laya menghela napas panjang.
Ia membuka pintu kamar inap Vihan … selama hampir 6 bulan lamanya, tunangannya itu terbaring lemah disana.
Tidak ada pergerakan sama sekali bahkan matanya sedikit pun tak berkedip.
"Vihan, ini aku Laya." Laya duduk di kursi. Memegang erat tangan Vihan. Disana wajah Vihan terlihat semakin kurus.
"Ada kabar baik untukmu." Laya tersenyum cerah. "Besok kau akan dioperasi. Bertahanlah sedikit lagi, hem." Laya mencium lembut punggung tangan Vihan yang mulai memucat. "Percayalah, kau akan sehat lagi. Kau akan bisa bekerja seperti dulu." Laya tersenyum getir.
"Jangan khawatirkan apapun, oke. Aku akan selalu ada disisimu, hem."
Laya mencium dahi Vihan cukup lama lalu melepasnya. "Berjuanglah untuk besok. Kita harus bertemu secepatnya. Ada banyak hal yang ingin kuceritakan. Kau tahu selama enam bulan ini aku sangat kesepian, Vihan."
Laya menghembuskan napasnya, kemudian tersenyum. "Kau tahu … aku bertemu dengan pria yang sangat baik. Dia yang membantu kita untuk membiayai operasi mu. Semua hutang kita lunas dalam waktu sekejap. Hah, aku tahu kau pasti penasaran siapa orangnya, kan? Pria itu sangat tampan dan baik. Kau pasti senang bertemu dengannya. Makanya cepat bangun setelah itu aku akan kenalkan dia padamu, hem?"
Laya terkekeh. "Tapi hati-hati jika bicara dengannya. Pria itu agak galak, sedikit menyebalkan, tidak mau dibantah, maunya menang sendiri dan … eh?!" Ia memukul bibirnya sendiri. "Kenapa aku jadi membicarakannya? Maafkan aku. Kau pasti cemburu, ya? Tenang saja, aku hanya mencin …."
Emm?!
"Yaa, pokoknya gitu, Vi." Laya mengusap pipi Vihan. "Kau istirahatlah. Aku akan segera kembali lagi. Aku harus memberitahu kabar baik ini padanya dan mengabari keadaanku, oke?"
Laya beranjak dari duduknya. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu memukul kepalanya sekali … dua kali … tiga kali.
"Ada apa sih, denganku?"
Hish, Laya bingung pada dirinya sendiri lalu ia melihat Vihan lagi …
"Da da da. Aku akan segera kembali, oke. Kau jangan kemana-mana?"
Laya langsung berlari keluar. Ia meremas kaosnya, entah kenapa jantungnya berdebar dengan sangat kencang saat ia menyebut nama Jarvis dan menceritakan tentang Jarvis.
"Aku sangat mencintaimu, Vihan. Yaa, hanya Vihan! Bukan pria lain! Aku tidak menyukai Jarvis apalagi mencintai Jarvis, oke!"
Eh?!
Lho?!
Hish!!
Laya menggeleng kesal lalu mengambil ponselnya dengan sebal. Tadi, ia sudah memasukkan nomor Jarvis ke ponselnya.
Nama kontaknya : Pria Menyebalkan.
Saat Laya akan memencet tombol 'call' ada perasaan aneh yang berdesir di hatinya. Ia jadi ragu mau menelepon Jarvis atau tidak.
Ragunya itu ….
Ia takut gugup, gagap atau tidak bisa bicara sama sekali ditelepon nanti padahal kan' semalam mereka baru saja melakukan, ehem!
Tidak boleh canggung, La!
Kau harus memberitahu Jarvis. Jarvis berhak tahu, oke! Walau kau sudah menjual tubuhmu padanya setidaknya pria itu sudah menolongmu!
Laya menekan tombol 'call'
Panggilan pertama, tidak diangkat.
Oke, tidak masalah.
Panggilan kedua, tidak diangkat lagi.
Kemana dia?
Oke, Laya jadi melihat jam di ponselnya. Pukul setengah tujuh malam. Jangan bilang dia ada rapat.
Coba lagi, panggilan ketiga.
Tut … tut … tut.
Heuh?!
Tetap tidak diangkat.
Oke, mungkin dia benar-benar sibuk.
Laya akan masuk kembali kedalam ruangan Vihan tapi …
Eh, ada panggilan masuk!
Dari Jarvis.
Horee!!
Laya buru-buru mengangkat telepon dari Jarvis.
"Hallo."
Deg?!
Kenapa suara Jarvis terdengar serak.
"Kau sakit, bos?" tanya Laya sedikit panik. Perasaan tadi pagi masih baik-baik saja.
"Ahh, kau ternyata. Ada apa?" Jarvis berdehem untuk melegakan tenggorokannya.
"Jawab dulu. Kenapa suaramu serak?"
"Aku tadi sedang tidur dan tidak mendengar panggilanmu."
Aduh! Laya memukul dahinya. Merasa bersalah, "Aku minta maaf sudah mengganggu waktu istirahatmu."
"Hem, tidak masalah. Katakan ada apa?"
Laya hanya diam saja.
"Tidak ada yang penting?"
"Ehh, ada, bos." Laya buru-buru mengeluarkan suaranya.
"Tidak sabaran sekali sih!! Tahu tidak sih, jika aku ini sedang gugup," gerutunya dalam hati.
"Katakan."
"Aku sudah menyelesaikan semua administrasi operasi Vihan dan sudah melakukan pelunasan seluruh biaya pengobatan dan perawatan Vihan selama enam bulan ini," ucap Laya dengan hati-hati dan sepelan mungkin. Sebab, Jarvis baru bangun tidur pasti otaknya sedikit ngelag.
Hening sejenak ….
"Oke, lalu?"
"Nanti jam 8 malam sebelum dilakukan operasi besar akan ada tindak pemeriksaan menyeluruh untuk kondisi tubuh Vihan," lanjut Laya.
Hening lagi ….
"Hem, lalu?"
"Jika tidak ada kendala dan hasil pemeriksaan Vihan baik-baik saja … operasinya akan dilaksanakan besok pagi pukul 9."
Hening agak lama ….
"Aku hanya ingin mengatakan itu," kata Laya menutup penjelasannya.
"Oke, lalu?"
"Sudah." Laya mengerutkan hidungnya. Padahal ia masih ingin bicara dengan Jarvis sedikit lebih lama lagi. "Tidak ada lagi yang ingin kukatakan."
"Kau sudah baikkan?" tanya Jarvis.
Eh?
Tiba-tiba sekali.
"Su-sudah, bos," jawab Laya salah tingkah.
"Butuh sesuatu?"
Laya dengan gugup menggeleng. "Tidak. Terima kasih. Aku sedang tidak membutuhkan sesuatu."
"Oke, baiklah." Jarvis akan menutup teleponnya tapi ….
"Eh, bos. Terima kasih untuk semuanya."
"Hem."
"Maaf mengganggu waktumu dan istirahatlah dengan nyaman."
"Hem, kau juga."
"Yap, selamat malam."
Laya menutup teleponnya. Ia akan berteriak kegirangan karena mendapat perhatian sekecil itu dari Jarvis. Tapi, ia menahan teriakan itu karena ini adalah rumah sakit. Kalau tidak, mungkin ia akan guling-guling di lantai. Hahaha.
"Ehemm, permisi."
Saat mendengar suara deheman seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul seperti itu membuat Laya langsung menoleh kaget.
"Kau?"
"Hai?" Finn Lamant tersenyum lalu melambaikan tangannya dengan bersahabat.
"Kenapa ada disini?" tanya Laya bingung sendiri. "Ada yang sakit?"
Finn menggeleng. "Aku hanya ingin menjenguk Vihan."
"Ohh." Laya ber-oh ria. "Silahkan masuk," katanya mempersilahkan Finn untuk masuk.
Setelah di dalam, Finn dan Laya duduk bersebrangan di masing-masing tepi ranjang.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Finn membuka obrolan.
"Baik." Laya tersenyum. "Besok dia akan dioperasi," ucapnya dengan binar mata yang sangat bahagia.
"Di operasi?" tanya Finn tak percaya. Uang darimana? Jangan bilang dugaannya selama ini benar?
"Yap." Laya semakin tersenyum girang.
"Boleh aku tanya sesuatu?"
"Apa?"
"Dapat uang darimana?"
Eh?!
Laya langsung melihat Finn.
***
Salam
Busa Lin