Farhan berjalan dengan angkuh menghampiri Farel. Kedua tangannya terkepal, siap untuk melemparkan pukulan mentah pada Farel. Sesampainya di depan Farel, ia langsung menarik kerah seragam yang dikenakan oleh laki-laki itu.
"Apaan maksud lo?!" Sentak Farel tak terima, sedang asyik-asyiknya mengobrol dengan teman-temannya tiba-tiba saja ada yang menarik kerah bajunya.
"Harusnya gue yang tanya, maksud lo apa? Kalau emang nggak mampu bersaing secara sehat, nggak usah bawa-bawa orang tua." Farhan balas membentak Farel.
Farel menghempaskan tangan Farhan yang berada di lehernya. "Bersaing secara sehat? Gue nggak pernah merasa saingan sama lo." Katanya sambil tersenyum miring.
Farhan mendekati Farel hingga mereka benar-benar beradu pandang dalam jarak yang begitu dekat.
"Gue nggak nyangka kalau ketua geng dari Zervanos itu adalah orang yang cupu. Dia nggak berani apa-apa sendiri, beraninya cuma main keroyokan sama bawa-bawa orang tua. Lemah!" Bisik Farhan dengan kilat mata meremehkan.
Farel yang tidak terima langsung mencengkeram kerah seragam Farhan. "Gue nggak tau maksud lo apa, dan tiba-tiba lo nuduh-nuduh gue kayak gini? C'mon, bro. Jangan kayak anak kecil!" Katanya.
"Lo yang kayak anak kecil. Kalau emang mau dapatin Zara, coba pake daya tarik lo sendiri. Nggak usah bawa-bawa orang tua dengan alasan perjodohan. Basi!" Kata Farhan dengan penuh emosi.
Kini Farel tahu, apa yang membuat Farhan begitu marah. Dan sekarang ia benar-benar percaya dengan apa yang dikatakan oleh Zara tadi malam. Farhan dan Alvaro memang sedekat itu. Dan yang paling membuat Farel tidak percaya adalah kenapa Alvaro langsung menceritakan ini semua pada Farhan? Padahal ini termasuk rahasia adiknya sendiri.
"Lo nggak tau apa-apa, lebih baik lo diam!" Kata Farel dengan santai, ia tidak mau terpancing emosi yang nantinya akan menguras energi.
"Lo emang cupu! Kalau emang lo ngerasa keren, harusnya nggak usah dengan cara perjodohan basi segala biar lo bisa dekat sama Zara. Ternyata ketua Zervanos itu lemah!" Kata Farhan dengan senyuman miring di bibirnya.
Farel menarik kerah seragam Farhan lagi, kali ini lebih erat, hingga membuat seragam Farhan berantakan.
"Gue masih mau diem dan nggak mau adu pukul sama lo. Kalau emang lo nggak tau alasannya mending diem!" Kata Farel menatap tajam pada Farhan.
Farhan menghempaskan tangan Farel. Ia tersenyum sinis. "Urusan kita belum selesai, lo nggak akan pernah bisa dekat sama Zara. Karena Alvaro nggak akan pernah suka sama lo!" Katanya.
Setelah mengatakan hal itu, Farhan pergi meninggalkan Farel.
Farel kembali duduk di tempatnya tadi dan merenungkan semua kejadian tadi malam.
Flashback.
"Lo ngapain ada di sini?"
Farel sontak mendongak saat mendengar suara itu. Sepengetahuan Farel, laki-laki di depannya ini adalah saudara laki-laki dari Zara. Dan dia adalah orang yang sangat sulit untuk melepaskan adiknya untuk berdekatan dengan laki-laki lain.
"Loh, Alvaro, kamu sudah kenal, ya, sama Farel. Dia satu sekolah sama adik kamu." Kata Fitria seraya tersenyum.
Alvaro dan Zara duduk di sofa yang masih kosong. Sebenarnya dibenak mereka berdua masih bingung, ada apa hari ini, kenapa mereka berada di rumah ini?
"Karena di sini sudah ada Zara dan Farel. Saya ingin menyampaikan sedikit saja amanah dari ayah saya." Kata Samuel sambil melihat pada dua anak muda yang duduk berhadapan itu.
"Jadi, karena ayah saya tidak bisa hadir ke acara ini sendiri, saya sebagai putranya mewakilkan niat baik ayah saya. Ini sebuah perjanjian yang dibuat oleh kakek-kakek kalian. Jadi, setelah usia kalian menginjak 17 tahun, kalian akan kami pertemukan dan kami jodohkan." Samuel lanjut berkata.
"APA?!!!"
Bukan, bukan Zara dan Farel yang berteriak. Justru Alvaro yang mengeluarkan suara sebesar itu. Sementara Farel dan Zara, mereka terlalu syok dengan kenyataan yang baru saja mereka dengar, hingga membuat keduanya tidak mampu untuk berkata-kata dan hanya diam.
"Alvaro, lihat di mana kamu berada!" Tegur Dimas.
Alvaro melihat ayahnya. Ia tidak terima jika adiknya dijodohkan dengan Farel.
"Maaf jika Alvaro terkesan tidak sopan, tapi Alvaro mohon ayah, Zara tidak akan menjadi lebih baik jika disatukan dengan dia. Dia itu Farel. Orang yang tadi Alvaro ceritakan kalau tingkah laku dia itu tidak baik, Yah, Bund. Jadi sebelum ini semua terlanjur terjadi, Alvaro mohon pikirkan sekali lagi." Alvaro berkata dengan menggebu-gebu.
Zara melihat Farel dan kedua orang tuanya dengan pandangan mata tak enak hati karena kalimat yang dikeluarkan oleh kakaknya.
"Jaga bicara kamu, Alvaro!" Tegur Dimas dengan tegas. Ia sampai merasa sungkan dengan sahabatnya itu.
Samuel tersenyum tipis. Sebenarnya ia sedikit tersinggung dengan kalimat-kalimat Alvaro yang ditujukan kepada putranya, tetapi memang begitu kenyataannya. Farel memang bukan laki-laki yang baik, tetapi akhir-akhir ini, ia bisa merasakan perubahan yang kentara dari putranya.
"Tidak apa-apa, Dimas. Mungkin Alvaro memang pernah mendengar tentang buruknya tingkah laku Farel." Kata Samuel.
"Tidak. Alvaro mungkin hanya mendengarkan berita itu tanpa tahu yang sebenarnya." Kata Dimas, ia menatap marah pada putranya.
"Apakah ayah tidak percaya pada Alvaro? Alvaro pernah melihat sendiri dia sedang balapan, Yah, Bun." Kata Alvaro lagi.
"Kak, udah! Malu..." Bisik Zara yang duduk di samping Alvaro.
Alvaro memasang senyum sinis dan melirik adiknya. "Bilang aja kalau lo senang kan udah dijodohin sama dia? Pasti lo merasa ada peluang besar kan bisa makin dekat sama dia?"
Bukan karena sebab apapun Alvaro begitu tidak menyukai Farel, ia sering kali mendengar berita buruk tentang Farel dari Farhan. Oleh karena itu, ia sangat tidak ikhlas jika adiknya harus berhubungan dengan Farel.
"Anak saya memang bukan anak yang baik. Dia memang suka membuat ulah dan balapan. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika nantinya dia bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi, saya harap nak Alvaro tidak perlu terlalu merendahkan putra saya." Kini Jessica ikut angkat bicara. Mau bagaimanapun, Farel adalah putranya, ia tidak terima saat Alvaro terus-menerus memojokkan putranya.
"Maaf, Jessica. Maaf acara ini harus berisi tentang perdebatan seperti ini." Kata Fitria dengan senyuman tak enak hati.
"Tidak masalah. Tetapi saya sedikit tidak terima jika putra saya dikatakan demikian." Kata Jessica.
"Mungkin kamu bisa saja tidak setuju Alvaro, tetapi ini semua sudah amanah dari kakekmu. Setuju atau tidak setujunya kamu, perjodohan ini akan tetap kami laksanakan." Kata Dimas.
"Terserah." Kata Alvaro, lalu ia meninggalkan mereka yang masih berkumpul di sana.
Flashback off.
Selama di rumah Zara Farel hanya diam saja mendengarkan semua perdebatan itu. Ingin angkat bicara sebenarnya, tetapi pasti ia akan terlihat salah di mata Alvaro.
Hingga saat ini pun, Zara belum menjawab tentang perjodohan yang berada diantara mereka. Entah jawaban apa yang akan diberikan gadis itu. Ditolak atau diterima? Mereka akan kembali bertemu nanti malam, karena jika tadi malam dilanjutkan, pasti Alvaro semakin marah. Entah jawaban apa yang akan diberikan gadis itu. Apakah akan ditolak atau justru diterima oleh gadis itu?