"Farel nggak diajak masuk, nak?" Tanya Fitria.
Zara baru saja memasuki rumahnya setelah pulang dari rumah Farel. Cukup lama Zara berada di sana, Mami Farel juga memperlakukan Zara dengan begitu baik.
"Nggak mau, bund. Katanya mau pergi main sama teman-temannya, makanya dia buru-buru." Jawab Zara.
Fitria mengangguk paham. "Oh, ya, sudah kalau begitu. Kamu buruan ganti baju sana!"
Zara mengangguk. Tetapi, baru satu langkah, Alvaro sudah mengeluarkan suara yang membuat Zara harus menghentikan langkahnya kembali, sepertinya Zara tahu apa yang akan dibicarakan oleh kakaknya.
"Maaf, bunda. Alvaro mau bilang sesuatu tapi biarkan Zara ada di sini juga." Kata Alvaro.
Fitria mengerutkan keningnya, ia tidak bodoh, ia menyadari jika putra dan putrinya ini sepertinya masih berperang dingin akibat dari adanya perjodohan antara Zara dan Farel.
"Iya, silakan mau ngomong apa?"
"Alvaro tadi dapat laporan dari seseorang, katanya Zara sekarang udah nggak fokus buat ikut organisasi. Dia cuma mikirin Farel aja, mungkin emang dipikiran Zara cuma pengen pulang aja biar bisa cepat-cepat sama Farel. Sekarang baru organisasi, bisa aja besok-besok dia nggak akan fokus sama sekolahnya." Kata Alvaro melirik adiknya.
Zara menarik napas panjang. Ia menatap kakaknya dengan tatapan lelah.
"Kak Al, maaf kalau Zara kesannya kurang ajar karena ngelawan omongan kakak. Tapi apa Zara boleh minta tolong? Tolong jangan terlalu percaya sama apa yang dibilang sama Farhan, dia nggak tau apapun tentang Zara, kak. Dia juga nggak tahu apa yang ada di dalam pikiran Zara." Kata Zara.
Jika biasanya Zara memakai panggilan lo-gue, kini ia merubahnya, berharap kakaknya bisa mendengarkan ucapannya.
"Ini maksudnya apa, Zara?" Tanya Fitria.
"Jadi, tadi Farel kan ngajak Zara buat datang ke rumahnya. Terus Zara bilang kalau hari ini ada rapat OSIS dulu, tapi Farel tetap maksa mau nungguin. Zara gelisah dalam rapat itu bukan karena pengen ketemu sama Farel, tapi Zara nggak enak sama Farel karena nunggunya kelamaan." Jawab Zara menjelaskan.
"Terus, waktu Zara sama Farel, kak Farhan tiba-tiba datang. Dia nuduh-nuduh Zara, katanya Zara sekarang udah nggak fokus buat rapat cuma gara-gara Farel. Padahal bukan karena itu. Zara tetap fokus, tapi Zara cuma ngerasa nggak enak aja udah biarin Farel nunggu lama." Lanjut Zara.
Fitria mengangguk-angguk pelan. Lalu ia kembali melihat ke arah Alvaro.
"Alvaro, bunda tahu kamu khawatir sama adik kamu. Kamu khawatir kalau tiba-tiba Zara jadi nakal kan?" Tanya Fitria. Dengan anggukan pelan Alvaro menjawab.
"Tapi bunda juga minta tolong, kamu jangan terlalu mendengarkan berita dari luar sana, apalagi kamu juga nggak lihat sendiri kejadiannya kayak gimana." Kata Fitria.
"Tapi bunda, Farhan sering cerita sama Alvaro, kalau Farel itu emang nakal. Alvaro cuma takut kalau Zara diajak ke jalan yang nggak benar. Itu aja, makanya dari kemarin Alvaro selalu memberontak tentang perjodohan ini." Kata Alvaro.
Fitria mengangguk dan tersenyum. Ia paham, Alvaro memang begitu menyayangi adiknya.
"Bunda tahu. Tapi tidak mungkin kan kalau bunda menjerumuskan anak bunda ke jalan yang nggak benar. Jadi, kamu nggak perlu khawatir. Tugas kamu cuma harus percaya aja sama adik kamu. Percaya kalau Zara tidak akan pernah macam-macam. Adik kamu udah dewasa, pasti dia tahu mana yang baik dan mana yang tidak." Kata Fitria.
Alvaro diam saja, ia melirik ke arah Zara yang juga terdiam. Mungkin memang sudah waktunya Alvaro menerima perjodohan adiknya ini.
Ia juga harus mulai menaruh kepercayaan kepada Farel, ia harus percaya bahwa laki-laki itu pasti bisa menjaga adiknya.
"Dan satu lagi, kalau bunda boleh minta, kamu nggak perlu berhubungan dengan yang namanya Farhan lagi. Mau dia ketua OSIS atau apapun itu jabatannya, kalau dia masih suka ikut campur dengan urusan orang lain, menurut bunda itu nggak etis sama jabatannya. Harusnya dia nggak perlu ikut campur, apalagi dia bukan siapa-siapa di keluarga kita." Fitria kembali bersuara.
Kali ini Zara mendukung bundanya, dari awal ia ingin mengatakan hal itu, tetapi ia tidak memiliki nyali yang besar. Kini Fitria sudah mengatakan hal itu, Alvaro memang harus menjaga jarak dengan Farhan.
"Karena setelah bunda lihat-lihat kalian sering bertengkar setelah mendapatkan laporan dari Farhan itu." Lanjut Fitria.
"Lagipula, meskipun Farel nakal, belum tentu juga dia benar-benar nakal. Bisa saja dia hanya salah pergaulan saja. Jadi, mulai sekarang kamu harus percaya kepada Farel dan Zara. Kamu juga harus yakin kalau Zara berada ditangan orang yang tepat. Feeling bunda mengatakan Farel anak yang baik kok. Dia bisa berubah."
"Untuk Zara, kamu juga harus bisa menjaga diri sendiri. Jika memang Farel itu anak bandel, kamu nggak boleh terpengaruh, kalau bisa kamu harus membawa Farel menjadi sosok yang lebih baik." Kata Fitria lagi. Zara mengangguk pelan.
Fitria masih terus memberikan kalimat-kalimat yang sekiranya bisa membuat Alvaro sadar. Karena mau bagaimanapun, ini memang sudah menjadi amanah dari kakek nenek mereka. Jadi, mau tidak mau harus tetap dijalani.
Alvaro mengangguk pelan. Sedari tadi ia hanya diam untuk merenungkan semua kalimat-kalimat yang keluar dari Bundanya.
"Iya, bund. Alvaro terima perjodohan Zara dengan Farel. Tapi pelan-pelan, bund. Alvaro nggak bisa kalau harus cepat akrab sama Farel." Kata Alvaro.
Mendengar kata-kata Alvaro, Zara mengulas senyuman. Ia senang, karena sebentar lagi pasti ia juga bisa bercanda dengan kakaknya kembali. Untuk beberapa hari kemarin sudah cukup, mereka saling menjauh, tidak bertegur sapa, benar-benar perang dingin yang sesungguhnya. Dan ini baru pertama kalinya bagi mereka berdua.
Fitria tersenyum. "Kalau begitu, kalian harus baikan. Bunda tahu kalian masih saling diam dan tidak bertegur sapa. Sesama saudara tidak boleh seperti itu, ya. Ayo baikan!" Katanya.
Setelah itu, Fitria beranjak dari duduknya, ia ingin membiarkan kedua anaknya berbaikan dengan sendirinya.
Zara melirik Alvaro, kakaknya itu tipikal orang yang paling enggan untuk memulai berbaikan. Sepertinya, memang Zara yang harus mengalah.
"Kak, Zara minta maaf kalau selama ini banyak ngebantah."
Zara mengulurkan tangannya kepada Alvaro. Sementara itu, Alvaro masih diam saja, sesekali ia hanya melirik ke arah tangan adiknya itu.
Zara menurunkan tangannya saat Alvaro tidak menerima uluran tangannya. Tetapi, ia dibuat terkejut saat Alvaro tiba-tiba memeluknya.
"Harusnya gue yang minta maaf sama lo, Ra. Gue egois, gue kayak anak kecil yang nggak bisa mikir dewasa. Dikit-dikit gue selalu marah sama lo. Harusnya gue juga lebih percaya sama lo dibandingkan sama Farhan. Gue minta maaf." Kata Alvaro.
Zara membalas pelukan kakaknya. "Iya, kak. Nggak masalah, gue juga nggak terlalu ambil hati sama sikap lo kok." Katanya.
"Gue kangen bercandaan sama lo..." Lanjut Zara.
Alvaro melepaskan pelukan mereka. "Tapi gue nggak kangen sama lo. Mending lo mandi deh, badan lo bau keringat..."
"ALVARO!!!" Teriak Zara tak terima. Ia melihat punggung Alvaro yang semakin menjauh, karena setelah menghinanya, Alvaro melarikan diri.
Fitria menggelengkan kepalanya pelan, tetapi setelah itu ia tersenyum, jika sudah bisa bertengkar seperti ini, tandanya Alvaro dan Zara sudah kembali akur. Tentu saja Fitria bahagia.