Farel berjalan dengan santai melewati gerombolan Farhan yang sedang berada di depan kelas 12 itu. Tanpa ada niatan untuk mengganggu, Farel terus berjalan dengan santainya.
Hingga sampai di depan Farhan, Farel hampir saja terjungkal akibat Farhan yang dengan sengaja meletakkan kakinya di tempat Farel berjalan.
Farel menarik napas panjang. Ia sedang tidak ingin terpancing emosi, ia juga terus mengingat janjinya kepada Zara untuk menjadi orang yang tidak mudah terpancing emosi. Farel memilih untuk melanjutkan langkahnya tanpa peduli dengan Farhan.
"Wih, sok banget, ya, sekarang. Mentang-mentang udah bisa deketin Zara. Berangkat bareng juga lebih bebas. Padahal cuma ngandelin orang tua, lemah!"
Farel berhenti, kedua tangannya mengepal dengan erat. Ia membalikan tubuhnya untuk melihat ke arah Farhan. Tatapan matanya terlihat penuh dengan kilatan marah.
"Gue rasa kita nggak ada urusan apapun. Dan selagi lo nggak tau apa-apa, lebih baik diam!" Kata Farel.
Farhan tersenyum sinis. Ia mendekati Farel. "Gue nggak tau apa? Bahkan gue tau semuanya. Gue punya Alvaro yang bakalan dukung kalau gue mau deketin Zara." Katanya.
Farel tertawa sarkas. "Lo ngatain gue lemah dan bilang bawa-bawa orang tua? Terus bedanya sama lo yang nyari bantuan dari kakak Zara apa? Sama aja lo itu juga lemah!" Katanya sambil menunjukan jari jempol yang ia hadapkan ke bawah.
Farhan menatap Farel tak terima. "Lo nggak akan pernah dapat restu apapun dari Alvaro. Dan nggak lama pasti perjodohan antara lo sama Zara bakalan batal. Lihat aja nanti!" Katanya.
"Oke. Mari kita lihat." Kata Farel.
Setelah itu, Farel memilih untuk pergi meninggalkan Farhan. Jika terus-terusan berada di sana, bisa dipastikan Farel akan semakin emosi karena mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Farhan.
Farhan menatap sinis punggung Farel yang semakin menjauh. Lalu ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
***
Farel menghampiri Zara yang sedang berada di kantin. Gadis itu sedang bersama dengan teman-teman satu kelasnya.
Ines yang menyadari langkah Farel mengarah ke meja mereka langsung memberitahu teman-temannya. Zara juga langsung melihat ke arah Farel, tatapan mata mereka bertemu satu sama lain.
Farel acuh dengan tatapan dari orang-orang sekitar. Ia tidak peduli, langkahnya tetap mengarah ke meja Zara. Setelah sampai di sana, ia duduk di samping gadis itu.
"Kenapa, Rel?" Tanya Zara saat laki-laki itu hanya diam saja dan memperhatikan dirinya yang sedang makan.
"Nanti pulang sama gue lagi kan? Mami minta lo buat datang ke rumah." Farel berbicara dengan mata fokus melihat Zara dari samping.
Zara tampak berpikir. Ia mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja. Lalu menatap Farel.
"Bisa sih gue. Tapi pulang sekolah nanti ada jadwal gue buat kumpul OSIS dulu. Ada laporan tiap mingguan kayak gitu." Jawab Zara.
Farel mengangguk paham. Zara memang begitu aktif dalam semua kegiatan sekolah. Bahkan disaat yang lainnya sudah pulang, Zara masih harus rapat di sekolah. Terkadang Farel sampai heran, bagaimana caranya bisa menjadi orang yang rajin seperti itu? Sementara dirinya, untuk upacara saja rasanya sangat malas.
"Nggak papa, lo kumpul dulu aja. Nanti biar gue tungguin di belakang." Kata Farel.
"Tapi biasanya lama, Rel. Emangnya nggak papa? Kalau misalkan nanti kelamaan lo bisa pulang duluan aja. Nanti gue susul ke rumah lo. Tinggal lo kirimin alamatnya aja." Kata Zara.
Farel tertawa pelan.
Teman-teman Zara tercengang melihat Farel tertawa. Karena biasanya mereka seringkali melihat wajah laki-laki itu yang terkesan dingin dan datar. Padahal saat tertawa seperti ini, Farel terlihat jauh lebih tampan.
"Kenapa ketawa?" Zara bertanya dengan wajah bingungnya.
"Muka lo lucu." Jawab Farel.
Mendengar jawaban dari Farel, bukannya membuat Zara senang, tetapi gadis itu justru merasa takut. Ia meraba wajahnya, ia takut jika ada yang aneh diwajahnya.
"Emang muka gue kenapa? Gue nggak lagi ngelawak juga." Zara berkata tidak terima.
Farel kembali tertawa pelan. "Muka lo nggak ada apa-apanya, Ra. Cuma lucu waktu lo ngomong panjang lebar kayak tadi. Mana ada panik-paniknya lagi. Lucu banget." Katanya.
Zara mendengus. "Ya udah, jadi gimana? Lo pulang duluan aja, ya?"
Farel menggeleng. "Gue tungguin."
"Nanti Mami lo nyariin gimana? Mending lo pulang duluan aja." Kata Zara lagi.
Farel menatap Zara dengan intens. "Gue sering pulang telat, jadi kalaupun gue nungguin lo sampai sore nggak akan jadi masalah." Katanya.
Zara mengangguk saja. Harusnya dari awal ia ingat, jika Farel bukanlah tipikal orang yang suka pulang tepat waktu.
***
Di ruangan rapat OSIS ini, Farhan merasa jika Zara terlihat gelisah, tidak seperti biasanya yang selalu tenang dan fokus mengikuti pembahasan mereka.
Farhan memang seringkali memperhatikan Zara, tidak sekali dua kali saja ia mengalihkan atensinya ke arah gadis yang ia suka itu.
"Oke, kalian bisa mulai kerjain dari sekarang. Coba bikin strukturnya dulu, nanti kalau ada yang nggak paham bisa tanya sama gue." Kata Farhan.
Mereka semua mengangguk dan mengerjakan tugas dari ketua OSIS mereka. Tetapi berbeda dengan Zara, gadis itu justru menarik napas bosan dan melirik jam tangannya berkali-kali, sudah satu jam lebih mereka rapat tetapi belum selesai juga. Zara tidak enak hati dengan Farel, pasti laki-laki itu akan bosan menunggunya.
Setelah menyelesaikan tugas dari Farhan, mereka dipersilahkan untuk pulang. Zara segera menghampiri Farel yang menunggunya di kantin.
"Sorry, ya, Rel gue lama. Soalnya tadi ada tugas OSIS yang harus diselesaikan hari ini juga." Kata Zara dengan wajah bersalahnya.
Farel tertawa pelan. "Nggak masalah. Gue juga santai kok. Sekarang udah selesai? Mau pulang sekarang?"
Zara mengangguk. "Iya. Ayo!"
Baru saja Farel beranjak dari duduknya, sudah ada suara yang tidak menyenangkan memasuki telinganya.
"Kalau emang dasarnya bandel mah bandel sendiri aja. Nggak usah ngajak orang lain."
Farel menarik napas lelah saat melihat ada Farhan berdiri di depan mereka. "Ngapain lo? Nggak capek nyari gara-gara sama gue mulu?"
Farhan tersenyum sinis. "Jadi dia yang bikin lo kelihatan gelisah banget waktu rapat, Ra? Ngapain sih lo sama dia? Nggak penting tau nggak, yang ada nih, ya, lo bakalan ketularan nakal." Katanya.
"Apaan sih, kak?" Kata Zara tak terima.
"Gue bakalan bilang ke bang Alvaro kalau lo mulai nggak bisa fokus buat kegiatan lo di sekolah. Dan ini semua karena lo yang dekat sama dia!" Farhan menunjuk ke arah Farel.
"Farel nggak ngapa-ngapain, kak. Tanpa mengurangi rasa hormat gue ke lo, gue harap lo nggak usah ikut campur dengan mengadu domba sama kak Al." Kata Zara.
Farhan tertawa sarkas. "Waw, udah mulai belain dia, ya? Lihat aja, Ra. Bentar lagi pasti lo bakalan ketularan nakal dan suka bolos. Tapi tenang aja sih, habis ini gue bakalan bilang ke bang Al, jadi lo akan tetap jadi anak baik-baik."
Setelah mengatakan hal itu, Farhan pergi meninggalkan Farel dan Zara.
"Dasar licik!" Gumam Farel pelan.