Chereads / It's About Us! / Chapter 26 - 26. Ditolak atau Diterima?

Chapter 26 - 26. Ditolak atau Diterima?

"Kita kerja sama, gimana caranya biar mereka nggak bersatu. Kalau gue nggak bisa dapatin salah satu dari mereka, gue harap Zara juga nggak akan bisa dapatin itu semua. Lagian Zara juga nggak ada kelebihan yang gimana-gimana, dia cuma biasa aja, kenapa bisa jadi bahan rebutan?" Kata seorang gadis dengan suara pelan.

"Kalau lo emang mau kayak gitu, gue bakalan ikutan. Selama itu nggak nyakitin siapapun, gue bisa oke aja sama ide kerja sama lo." Kata laki-laki yang berdiri di hadapan gadis itu.

"Oke, semua bakalan kita mulai pelan-pelan. Kalau gue udah mulai bergerak, lo juga harus bergerak. Kita harus kerja sama. Nggak cuma satu aja yang gerak."

Laki-laki itu mengangguk. "Lo tenang aja, kita punya satu orang lagi yang bisa bantu kita. Jadi lo nggak usah khawatir, kita bakalan menang."

Gadis itu tersenyum miring dan mengangguk pelan. "Oke, we will see!" Katanya.

***

Alvaro melirik sinis pada Farel yang duduk berhadapan dengannya. Sedangkan Farel, laki-laki itu hanya diam dan membalas tatapan tajam dari Alvaro dengan tatapan biasa saja.

Malam ini, kedua keluarga itu kembali dipertemukan. Selesai acara makan malam, mereka kembali mengobrol di ruang tamu untuk membahas kelanjutan perjodohan yang masih menggantung ini.

"Bagaimana Farel? Apakah kamu mau menerima ini semua?" Tanya Samuel.

Farel melihat ayahnya, laki-laki itu melemparkan senyuman padanya.

"Apakah Farel bisa menolak, Dad? Jika memang bisa Farel akan menolak perjodohan ini." Kata Farel.

Zara yang mendengar jawaban dari Farel sontak melihat laki-laki itu. Pikirannya mulai berkecamuk. Apakah Farel tidak ingin bersamanya? Apakah laki-laki itu tidak suka jika dijodohkan dengannya? Tetapi Zara paham, siapapun pasti akan menolak jika berada di posisi seperti ini. Perjodohan konyol, pikirnya.

"Sayangnya tidak bisa, Farel. Mau tidak mau, kalian harus mau menerima." Kata Samuel.

Farel mengangguk. "Kalau memang seperti itu, maka Farel akan menerima perjodohan ini." Katanya. Samuel mengangguk dan tersenyum.

"Apakah Zara juga menerima?" Tanya Dimas.

Zara mengarahkan pandangannya pada Alvaro, kakak laki-lakinya itu terus menatapnya. Zara rindu bertengkar dengan Alvaro, karena semenjak pertemuan kemarin malam, mereka berdua tidak saling mengobrol hingga saat ini. Jika biasanya mereka selalu bertengkar, untuk kali ini mereka lebih banyak diam.

"Zara terima." Jawab gadis itu dengan mata terus menatap Alvaro. Zara bisa melihat ada sorot kecewa di mata Alvaro. Mungkin laki-laki itu kecewa dengan jawaban yang diberikan oleh Zara.

"Apa lo yakin? Coba dipikir dulu. Ini Farel. Dia suka bolos." Alvaro kembali mengeluarkan suaranya.

"Iya kak, gue tau dia Farel. Sebelum gue memberikan jawaban ini, gue udah mikirin ini semua." Jawab Zara.

Alvaro tersenyum miring dan menatap tak percaya pada adiknya. "Kalau suatu saat nanti dia nyakitin lo, apa yang bakalan lo lakuin? Dia bukan calon pasangan yang baik, Ra." Katanya.

Alvaro berusaha membujuk Zara supaya gadis itu menolak perjodohan ini. Ia benar-benar tidak yakin jika Zara akan baik-baik saja berada di rangkulan laki-laki itu.

"Belum lagi lo masih SMA, coba dipikir lagi. Masa muda lo masih panjang." Lanjut Alvaro.

"Gue nerima ini semua bukan berarti gue bakalan nikah saat ini juga. Gue juga bakalan lanjutin SMA sampai lulus, gue bakalan kuliah, gue bakalan kerja juga. Gue juga masih mau nyenengin orang tua." Kata Zara.

"Iya, terserah lo." Kata Alvaro menyerah. Ia merasa lelah dengan ini semua, biarkan saja ia memantau dari jauh bagaimana kehidupan adiknya setelah menerima perjodohan ini.

"Tenang, Alvaro. Farel dan Zara tidak akan menikah saat ini juga. Saya juga masih ingin melihat mereka mewujudkan cita-cita mereka. Perjodohan ini hanya sebagai ikatan saja, supaya mereka bisa saling mengenal lebih jauh. Istilahnya biarkan mereka berpacaran terlebih dahulu." Kata Samuel menjelaskan.

"Iya, dari saya pribadi juga seperti itu. Biarkan mereka menikmati masa muda ini, masa SMA yang tidak akan pernah terulang kembali. Tetapi biarkan perjodohan ini berlangsung, sebagai bukti bahwa kami sudah menjalankan amanah dari kakek." Lanjut Dimas.

"Maaf, apakah Farel boleh berbicara sedikit saja?" Tanya Farel.

Farel memilih untuk angkat bicara, setelah dua malam dalam pertemuan ini dia hanya diam saja.

"Silakan, Farel." Fitria mempersilakan Farel untuk berbicara.

"Untuk bang Alvaro, gue tau sampai kapanpun lo nggak akan pernah terima kalau gue jadi pasangan Zara, tapi ini semua diluar kendali gue. Gue nggak pernah ada niatan bikin rencana perjodohan kayak gini, bang. Nggak kayak yang dibilang sama Farhan." Kata Farel.

Zara mengernyitkan dahinya. Ia menatap Farel bingung, menuntut sebuah penjelasan.

"Gue emang bandel, gue juga nggak sepintar Farhan. Gue nggak punya jabatan OSIS juga. Tapi sekarang, sebisa mungkin gue mau berubah jadi lebih baik. Buat Zara. Jadi, gue harap lo nggak bakalan tutup mata kalau suatu saat gue bisa jadi orang yang baik." Lanjut Farel.

"Kasih gue kesempatan buat berubah. Gue bakalan jagain Zara kayak gue jagain Mami gue."

Alvaro mendengus. "Nggak usah banyak omong! Zara adik gue satu-satunya. Kalau lo emang mau nerima perjodohan ini. Gue harap lo nggak akan pernah yang namanya sakitin adik gue. Lo juga jangan kekang masa muda dia. Biarin dia berkembang dengan sendirinya, masa depan dia masih panjang. Cita-cita dia belum terwujud semua." Katanya.

Farel mengangguk. "Iya. Gue tetap bebasin dia kok. Apalagi kita masih duduk di bangku SMA. Ini masa-masa dimana kita masih suka main. Gue tau itu." Katanya.

Alvaro diam saja, dia tidak menggubris kalimat yang keluar dari bibir Farel. Ia memilih untuk menatap adiknya.

"Gue harap, lo nggak salah ambil keputusan!" Katanya. Zara hanya mengangguk saja.

Sementara itu, orang tua mereka menatap tiga anak muda itu dengan was-was. Ada rasa bangga yang menyelimuti hati orang tua Zara, saat Alvaro benar-benar menjaga adiknya dan mewanti-wanti Farel supaya laki-laki itu tidak menyakiti Zara.

Tetapi, ada rasa takut juga. Takut jika dua laki-laki itu beradu skill saling pukul.

Setelah menyelesaikan obrolan malam itu, Farel dan kedua orang tuanya berpamitan untuk pulang.

Keluarga Zara mengantarkan keluarga Farel hingga depan pintu, meskipun Alvaro malas melakukan hal itu, tetapi ia tetap mengikuti kedua orang tuanya.

"Besok gue jemput." Kata Farel pada Zara.

Zara mengangguk. "Gue nggak mau telat." Katanya.

"Iya, nggak akan telat. Gue usahain berangkat pagi." Kata Farel.

Setelah itu, Farel menyusul orang tuanya yang sudah memasuki mobil terlebih dahulu.

"Udah bagus sama Farhan, malah nerima perjodohan nggak jelas kayak gini." Kata Alvaro pada adiknya.

"Iya, maaf. Gue ngerasa ini udah pilihan paling benar. Kalaupun suatu saat ada hal-hal buruk yang terjadi, gue nggak akan menyesal, karena ini udah pilihan gue sendiri." Jawab Zara.

Alvaro hanya tersenyum miring tanpa menanggapi hal Zara. Gadis itu menghela napas pelan.

"Dulu aja gue ngumpet-ngumpet waktu pulang bareng Farel, eh sekarang malah dijodohin terang-terangan. Kadang dunia emang selucu itu." Gumam Zara pelan.