Ellen menatap Olive yang terlihat takut padanya, tapi berusaha untuk mendekatinya.
"Apa yang kau inginkan?"
Ellen memegang koper dan tas di tangannya, baru saja ia turun dari mobil dan harus berhadapan dengan Olive.
"Kalau kau ingin mengganguku, sebaiknya kau pikir-pikir."
Ellen tidak ingin diganggu lagi, kalau Olive melakukan sesuatu ia pasti akan melawan, tidak peduli kalau reputasinya akan semakin buruk di mata semua orang.
Olive terlihat ragu selama beberapa saat, apalagi tidak ada Teresa yang biasanya ada di sampingnya, kaki wanita itu terlihat gemetar dan ia terlihat seperti akan menangis kapan saja. Jika orang lain melihat, mereka mungkin akan berpikir Ellen yang sedang menganggu Olive.
Wanita cantik itu pipi dan matanya memerah, ia menggigit bibirnya dengan pelan, ingin berkata tapi masih takut.
"Kalau kau tidak ingin berkata apa-apa, aku pergi."
Ellen bukan orang yang sabar, apalagi kalau sudah berhadapan dengan orang yang sudah membully dirinya, ia hendak menyeret kopernya menjauh, sebelum tangan Olive langsung memegang lengannya.
"Aku mau minta maaf!"
Ellen tertegun, ia menatap Olive dengan pandangan tidak percaya. Rasa-rasanya tidak mungkin orang yang selalu menganggunya tiba-tiba minta maaf hanya karena sebuah mimpi, Ellen berprasangka buruk kalau sebenarnya Olive hanya ingin mengerjainya.
"Aku benar-benar minta maaf …." Olive mengulang perkataannya dengan gemetar, ia benar-benar menangis dengan setetes air mata yang jatuh di wajahnya. "Aku tahu kau tidak akan bisa memaafkanku dengan mudah, tapi aku benar-benar ingin minta maaf."
Olive menatap penuh harap ke arah Elle, sepertinya ia benar-benar tulus dengan apa yang ia katakan.
Ellen melepas tangan Olive yang masih gemetar memegang lengannya, wanita itu mengambil tisu dan menyeka wajahnya sendiri. Olive terlihat tidak mau beranjak dari hadapannya dan diam-diam ada banyak mata yang menatap mereka.
Ellen menjadi canggung, apalagi saat ini mereka bukan di tempat yang sepi, melainkan di tempat yang ramai yaitu di depan gerbang kampus, bus sudah datang dan beberapa orang berkumpul sembari menunggu dosen pengampu mata kuliah.
Elmer juga sudah datang dan sesekali melirik ke arah Ellen dengan penasaran, meski laki-laki itu sedang mengobrol dengan wanita lain, tapi sepertinya ia punya minat yang khusus pada Ellen.
Ingatkan Ellen untuk tidak terlalu dekat lagi dengan Elmer nanti.
Teresa tidak jauh dari Elmer, bersama dengan teman-temannya, ia menatap dengan geram ke arah Olive. Teman-teman di sampingnya juga mulai tidak senang, mereka bergumam-gumam dan sesekali menatap dengan sinis.
"Apakah … apakah permintaan maafku membuatmu tidak nyaman?" Olive bertanya lagi dengan kedua tangan yang saling meremas. "Yah, aku tidak menuntut kau menerima maafku, aku hanya ingin mengatakan maaf saja …."
Ellen menatap Olive yang terlihat menyedihkan, ia tidak tahu kalau Olive dan Teresa ternyata bisa bertengkar dan apa karena itu Olive mendekati dirinya?
Ellen tidak ingin ambil pusing, ia mengangguk pelan. "Kau memang benar, aku tidak bisa memaafkanmu dengan mudah."
Olive langsung mendongak, ia menatap Ellen dengan cemas, matanya yang indah itu seperit butiran kristal bening di dalam air.
"Apa … apa yang harus aku lakukan?"
"Tidak ada," kata Ellen seadanya, ia menarik kopernya melewati Olive, sungguh jika ia bisa, ia tidak ingin berinteraksi dengan satu orang pun hari ini atau sampai seminggu ke depan, mereka yang sekelas dengannya ini membuat ia muak.
"Tunggu, ayo kita bersama." Olive sepertinya sudah kehilangan kewarasanya, ia mengikuti Ellen seperti anak kecil dan tersenyum lemah. "Ayo kita berteman, mulai semuanya dari awal."
Ellen merasa sangat canggung, ia tidak pernah berada dalam situasi seperti ini sebelumnya. Beberapa orang melirik mereka dan mulai bergumam-gumam.
"Terserah kau saja, jangan menangis! Kau membuatku terlihat seperti orang jahat."
"Maaf, aku tidak akan menangis lagi." Olive tersenyum lebar, ia memegang ujung jaket Ellen dan berjalan berdampingan mendekati bus.
Hendrick sebagai asisten dosen yang akan mendamping datang dengan toa di tangannya, ia menyapu semua orang dan memperkirakan kalau semua orang telah hadir.
"Baiklah, mari berkumpul. Aku akan memberikan beberapa kata sebelum berangkat." Hendrick melirik Ellen, lalu menghela napas panjang.
Semua orang berkumpul, termasuk Teresa. Wanita berambut pendek itu menatap Olive dengan tatapan permusuhan, sepertinya mereka memang sedang bertengkar.
Hendrick bersama dua orang dosen paruh baya kemudian memberikan beberapa kata sambutan dan mengabsen semua orang sekali lagi.
"Baiklah, masuk dan duduk berpasangan." Hendrick mengisyaratkan semua orang yang sudah menaruh koper di bagasi masuk, Ellen dengan sedikit canggung masuk bersama Olive yang tidak berhenti memegang ujung jaketnya.
Mau tak mau, Ellen harus duduk bersama Olive, ia tidak suka situasi aneh seperti ini. Rasa-rasanya ia ingin kembali ke masa lalu saja, di mana ia duduk sendirian di bangku paling belakang. Dengan ada Olive di sisinya dan tidak berhenti tersenyum seperti orang bodoh, Ellen merasa sangat tidak nyaman.
Ellen bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah di mata Liu, ia juga semenyebalkan ini?
Wanita itu menghela napas berat, bus mulai berjalan dengan pelan meninggalkan kampus, diperkirakan perjalanan mereka akan memakan waktu enam jam untuk sampai di desa terpencil, belum termasuk jalan kaki.
"Apa kau ingin minum?" Olive tidak berhenti menganggu Ellen dengan berbagai macam tingkahnya. "Aku membeli banyak minuman, mau mencobanya satu?"
"Tidak, aku memiliki minumanku sendiri." Ellen tidak mau terjebak dalam permainan Olive, ia bukan orang bodoh yang akan mau-mau saja menerima permainan mereka.
Ellen mengeluarkan air mineral dari tas, ia tidak terbiasa minum sesuatu yang manis-manis semenjak ia bersama dengan Liu.
Mengingat Liu, Ellen merasa laki-laki itu cukup menyebalkan. Gengsinya terlalu tinggi, awas saja kalau suatu saat nanti Ellen akan membuat Liu bertekuk lutut di bawah kakinya.
Ellen mengambil ponsel, mengecek dan tahu kalau tidak ada yang akan mengiriminya pesan.
"Apa kau ingin permen?" Olive sepertinya tidak menyerah sama sekali dengan apa yang ia lakukan. Ia mengulurkan tangannya pada Ellen, menawarkan permen rasa mangga pada wanita itu.
"Aku bukan anak kecil …." Ellen tidak tahu bagaimana haruss menyikapi ini, tapi melihat raut wajah Olive yang menyedihkan membuatnya semakin btidak nyaman. "Tapi tidak apa, aku akan menerima permenmu satu."
Olive langsung tersenyum cerah, ia duduk dengan perasaaan penuh kelegaan.
Teresa yang melihat interaksi Olive dan Teresa mendecih, ia bersedekap dan menatap keluar jendela, ia tidak suka dengan hal ini.
Olive sepertinya sudah gila, ia bahkan mulai bersikap baik pada Ellen.
Teresa sama sekali tidak mengerti jalan pikiran wanita itu, awas saja kalau Olive membuat dirinya menjadi teman Ellen sungguhan, Teresa tidak akan tinggal diam.