Ellen tidak sempat mengabari Istvan karena ia terlalu panik, dalam pikirannya Liu adalah orang yang kuat, bagaimana bisa ia masuk rumah sakit hanya karena muntah-muntah?
Makanan jenis apa yang terakhir kali ia konsumsi?
Wanita itu tidak pikir panjang memanggil taksi, ia langsung menyebutkan salah satu rumah sakit di pinggiran kota dan menarik napas dalam-dalam.
Ia harus tenang.
Ellen yang duduk di kursi belakang, menarik dan menghembuskan napas berkali-kali, bahkan apa yang ia lakukan itu mulai menarik perhatian sang supir.
"Kau sesak napas?" tanya sang supir dengan sedikit panik, ia melirik Ellen dengan hati-hati. "Tidak akan mati sekarang, kan?"
"Siapa yang sesak napas? Aku sedang menenangkan diri!" Ellen mendengkus, jantungnya tidak berhenti berdebar dan perasaannya sangat tidak nyaman sejak tadi, satu-satunya cara yang ia lakukan agar sedikit tenang adalah menarik dan menghembuskan napas.
"Paman menyetir saja, tidak usah lihat-lihat aku, nanti naksir aku kekasihku akan marah!"
"Aduh, aku hanya bertanya." Supir taksi itu menggerutu, ia memutar bola matanya dan kembali melihat ke jalanan yang padat di depan.
Ellen tidak menanggapi sang supir taksi lagi, ia mengambil cermin dan merapikan rambutnya. Bagaimana pun mereka sudah lama tidak bertemu, ia harus menampilkan penampilan terbaiknya.
Tapi sayang, ia hanya membawa lipstik dan sisir, tidak ada bedak dan tidak ada parfum.
"Tidak apa-apa, segini saja sudah cukup." Ellen tersenyum dan merasa bangga dengan dirinya sendiri, rambutnya ia sisir seadanya.
Supir taksi itu tidak mengomentari apa-apa lagi, ia menggelengkan kepala dan membawa Ellen ke rumah sakit yang dituju.
Wanita itu keluar dari taksi dan menatap rumah sakit yang ada di depannya, orang-orang berlalu lalang dengan ramai, ada beberapa pasien yang baru saja datang dengan mobil ambulans di ruang gawat darurat.
"Sebenarnya dia muntah karena apa?"
Ellen masuk dan langsung menuju ruang resepsionis, ia diberi tahu kalau ia harus mengurus administrasi dan membayar sejumlah hal, barulah ia bisa tahu ada di mana kamar laki-laki itu.
"Awas saja kalau uangku tidak diganti," gerutu Ellen saat menyelesaikan semua hal yang membuatnya pusing itu, ia memasukkan dompetnya yang menipis ke dalam tas.
Ia memang suka pada Liu, tapi kalau sudah berurusan dengan uang, ia tidak mau merugi sendiri. Lebih baik ia menagihnya daripada ia menangis melihat dompet yang akan setipis kertas ujiannya.
"Ada di kamar mana dia? Apa yang terjadi?" tanya Ellen pada seorang perawat yang membantunya menunjukkan jalan.
"Pasien mengalami keracunan," kata perawat sambil tersenyum tipis. "Kami sudah melakukan perawatan dan keadaannya sudah baik-baik saja. Oh, maaf ... anda siapanya pasien?"
"Kekasih!" Ellen berseru dengan penuh semangat, kemudian ia sadar kalau ia berada di tengah banyak orang. "Yah, pokoknya ia kekasihku."
Perawat itu tidak ingin berbasa-basi, lagipula ia sibuk dan terlalu banyak pasien yang ia tangani hari ini. Lebih baik ia tidak memperpanjang masalah.
"Keracunan apa?" Ellen tidak serta merta merasa malu karena ditatap banyak orang, ia menatap sang perawat dengan bingung. "Apa ia sembarangan makan di jalan? Ia keracunan minuman kadaluarsa?"
Ellen tidak yakin kalau Liu bisa jadi orang yang ceroboh.
Perawat itu berhenti di sebuah pintu warna putih, ia menganggukkan kepala dan memutar kenopnya.
"Keracunan gas."
Ellen mengerutkan kening mendengarnya, ini sangat jauh dari apa yang ia pikirkan.
GREK ….
Pintu terbuka dan perawat mempersilakan Ellen masuk, wanita itu melihat Liu bersandar di kepala tempat tidur, ia langsung lupa dengan segala pertanyaaannya dan ia menghambur masuk ke dalam.
"Liu, kau … kau baik-baik saja?" tanya Ellen sambil duduk di dekat laki-laki itu dengan hati-hati.
Liu terlihat pucat, tangannya diberi infus dan matanya sayu, laki-laki itu sepertinya memang telah mengeluarkan seluruh isi perutnya untuk muntah.
"Yah, aku hanya perlu istirahat sebentar." Liu bersandar, menatap Ellen yang melihat dirinya dengan cermat. "Apa yang kau lihat?"
"Aku hanya memastikan kalau anggota tubuhmu lengkap, yah, itu saja." Ellen menyentuh tangan Liu dan ia merasakan kalau tubuh laki-laki itu masih dingin seperti biasa. "Kau tidak akan mati hanya karena keracunan, kan? Apa yang terjadi? Apa yang kau hirup? Kemana sebenarnya kau pergi? Apa kau pergi ke kawah gunung berapi?"
Ellen tidak bisa menghentikan mulutnya untuk bertanya, ia bahkan masih ingin mengeluarkan semua pertanyaannya kalau Liu tidak menatapnya dengan kening berkerut.
"Aku hanya muntah," kata Liu sambil menghela napas, tapi di wajah Ellen, laki-laki yang ada di depannya ini terlihat sekarat. "Aku hanya tidak suka dengan bau tertentu dan itu membuat perutku tidak nyaman."
Terutama dengan bau rubah, mengesalkan sekali kalau Liu mengingatnya lagi.
"Bau apa? Bau badan? Parfum?" Ellen langsung bertanya dengan bingung, ia mengendus dirinya sendiri. "Kau pergi tiga hari ini bukan karena aku, kan? Aku baru saja ganti parfum, apakah baunya tidak enak?"
"Tidak, itu tidak apa-apa." Liu menjauhkan Ellen yang mau mendekat ke arahnya. "Hanya bau sesuatu yang kutemukan kemarin, bukan masalah besar."
"Oh, begitu … aku tidak memberitahu Istvan karena terlalu panik, apa perlu kuberitahu dia? Rencananya kalau kau tidak pulang sampai sore, kami akan mencarimu." Ellen menjelaskan panjang lebar, mengambil ponsel dan mulai mencari kontak Istvan. "Kuberi tahu, ya?"
"Ya, bilang aku baik-baik saja."
Liu tidak mau membuat wanita yang lebih tua darinya itu panik dan mereka bergegas kemari, apalagi Istvan punya bayi dan tidak cocok dengan keadaan rumah sakit.
"Oke, aku sudah memberitahu." Ellen tersenyum puas, ia memasukkan ponselnya kembali ke tas. "Apa kau ingin makan sesuatu?"
Ellen membayangkan ia akan menyuapi Liu dengan romantis, sendok demi sendok dan mereka bertatapan penuh cinta.
Wanita itu menutupi wajah dengan telapak tangan, tersipu malu.
Liu yang melihat Ellen mendengkus, ia tidak tahu sampai ke tahap mana Ellen berkhayal.
"Tidak, ambilkan air minum saja," katanya dengan pelan, ia baru saja mengeluarkan seluruh isi perutnya dan rasanya sakit sekali. Ia tidak nafsu makan dan ingin berbaring saja rasanya.
Semua ini tidak akan terjadi kalau bukan karena wanita rubah yang memiliki bau yang sangat kuat.
"Oke, berbaringlah."
Ellen membantu Liu dengan senyuman lebar di wajahnya, di saat seperti ini ia bisa melihat Liu yang tidak banyak bicara dan patuh padanya, kesempatan yang sangat langka dan harus ia ingat baik-baik di otaknya.
"Aku akan mengambilkan air hangat, tunggulah sebentar."
Wanita itu bergegas keluar dari kamar dan berlarian keluar dengan penuh semangat, walau Liu tidak mengatakan ia ingin makan, tapi Ellen tetap akan membawakan bubur dari kantin rumah sakit untuknya.
Setelah Ellen pergi, keadaan ruangan menjadi lebih tenang, Liu menatap langit-langit rumah sakit, menghela napas panjang.
Sepertinya kali ini ia akan berurusan dengan lawan yang merepotkan, para rubah.
"Mungkin setelah ini, harus berhati-hati." Liu menatap pintu yang tertutup, lalu memejamkan matanya dengan perlahan.
Dasar, rubah penganggu.