"Terima kasih," kata Ellen yang berjalan di samping Liu, ia sadar kalau hari ini sifatnya agak kekanakkan dan sedikit tidak tahu malu pada Liu.
Tapi ia senang, sangat senang malah karena akhirnya bisa melihat bagaimana Liu yang cemburu, wanita itu tersenyum tipis dan diam-diam ingin mengambil foto Liu untuk mengabadikan momen ini.
"Jangan lakukan hal bodoh lagi."
Liu yang berjalan di sampingnya tidak menatap Ellen yang kembali memasukkan ponsel ke dalam tasnya, di sore hari trotoar ramai dengan pejalan kaki yang baru saja pulang kerja.
"Aku tidak akan memaklumi apa yang akan kau lakukan hari ini untuk yang kedua kalinya."
Ellen terdiam, kemudian ia mengangguk pelan.
"Aku mengerti," kata Ellen sambil mengerucutkan bibirnya, ia melirik Liu dan merasa sedikit tidak nyaman. "Maaf, jangan marah padaku ya?"
Kalau Liu marah sepertinya akan menyeramkan, jadi Ellen lebih baik tidak melakukan sesuatu yang memancing emosi Liu lagi.
Liu menghela napas, sebuah mobil menepi dan langsung membukakan pintu, laki-laki itu mengisyaratkan agar Ellen masuk lebih dulu dan baru dirinya.
"Tolong langsung pulang saja," kata Liu pada sang supir, Ellen merasa agak canggung, rasanya ia seperti diomeli oleh Liu, tapi mulutnya masih tidak bisa diam.
"Tidak jadi ke klinik?"
Supir yang ada di depan tidak bicara, ia memang dirancang untuk tidak mencampuri apa pun yang dibicarakan di kursi belakang, matanya menatap lurus ke arah jalan.
"Sudah sore, kita akan memeriksanya besok saja." Liu bergumam dengan suara rendah, ia memejamkan mata, pertanda tidak ingin diganggu.
Pertemuan dengan Elmer masih membuatnya terpikir, sedekat apa manusia itu dengan Yena sampai-sampai bau tubuh rubah itu lebih kuat daripada sebelumnya?
Hanya memikirkan bau yang menyengat itu saja membuat kepala Liu sangat sakit.
Mereka sampai di rumah tanpa banyak bicara, Ellen melirik Liu beberapa kali, ingin mengajaknya bicara tapi tidak berani. Ia hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat, takut kalau ia akan menyinggung Liu.
Liu masuk ke kamar tanpa mengatakan apa-apa, Istvan yang kebetulan berpapasan dengan mereka berdua menatap Ellen.
"Apa yang terjadi?"
Ellen mendongak menatap Istvan yang lebih tinggi darinya, ia mendesah.
"Aku pikir ... aku sedikit keterlaluan hari ini."
Mengingat tingkahnya sekali lagi, barulah Ellen merasa malu. Wanita itu menundukkan kepalanya dan melirik ke bawah, menghindari tatapan Istvan.
Istvan melirik pintu yang tertutup, sangat jarang ia melihat Liu memiliki aura yang suram, biasanya laki-laki itu selalu tenang dan diam, bertingkah seakan apa yang terjadi di sekitarnya tidak ada hubungannya dengannya.
Sepertinya masalah hari ini tidak sesederhana itu, memang pilihan yang tepat untuk mengirim Larson untuk bertanya pada Liu nanti.
"Tidak usah khawatir, Liu akan baik-baik saja besok." Istvan melambaikan tangan dan berlalu menuju kamarnya yang ada di lantai atas. "Istirahatlah, besok kau harus ke kampus, bukan?"
"Ya, aku ada praktik besok."
Ellen mengulas senyum tipis dan kemudian menghela napas panjang, ia harap begitu, semoga besoknya tidak semakin buruk.
Sepertinya cara memaksa Liu dengan kekanak-kanakan bukan hal yang efektif, Ellen takut kalau Liu mulai membencinya karena tingkahnya yang menyebalkan.
Mungkin besok ia harus membujuk dengan lemah lembut saja, ya … kira-kira seperti itu lebih baik daripada apa yang ia lakukan hari ini.
***
Beberapa saat kemudian di kamar Liu, Larson menyelinap dan duduk di kursi, menatap Liu yang mengeringkan rambutnya duduk di atas ranjang.
Warna kamar Liu beda dengan warna pakaian yang selalu ia pakai, semuanya berawarna putih, dari seprai, bantai dan tirai, membuat Larson kadang berpikir apakah ini kamar atau rumah sakit.
"Kau bertemu mereka?"
"Tidak, ini hanya satu rubah." Liu mengusak rambutnya yang sudah lumayan kering, memang yang paling nyaman itu adalah di rumah. "Kau ingat dengan Yena?"
Larson mengerutkan kening, sebagai Ksatria Naga paling muda, ia adalah yang paling sedikit interaksi dengan Ksatria yang lainnya, apalagi dulu yang ia lakukan hanya mengikuti Istvan saja.
"Rubah yang kau pungut … itu?"
Larson tidak mengingatnya jelas, tapi ia ingat dulu saat mereka ada di pengasingan Liu pernah membawa pulang seekor rubah berekor jingga.
"Ya, itu dia."
Larson diam selama beberapa saat, lalu melirik Liu yang selesai mengeringkan rambut, laki-laki itu bersandar di dinding, terlihat berpikir keras.
"Sepertinya kau memungut binatang yang salah," lanjut Larson lagi sambil terkekeh.
"Aku tahu, terlalu baik sepertinya tidak bagus." Liu menghela napas panjang. "Kekuatan yang mereka miliki sangat merepotkan."
"Lantas apa rencanamu? Cepat atau lambat rubah itu akan muncul di depan Ellen."
Para rubah tidak begitu kuat dalam pertarungan, tapi mereka memiliki taktik dan kalau masalah Yena, jelas yang paling ia incar saat ini adalah Liu sendiri.
Para rubah tidak bisa melepaskan minat mereka dengan mudah, Larson tidak tahu apakah karena Liu memungut Yena sehingga membuat wanita itu jatuh cinta pada Liu atau karena hal lain.
Kalau dipikir-pikir, disukai oleh seekor rubah itu agak ... ngeri.
"Aku akan melihat keadaannya dulu."
"Apa?" Larson bergumam, tidak mengerti.
"Kalau Yena berani muncul di depan Ellen dan mencoba melakukan sesuatu padanya, aku tidak akan tanggung-tanggung lagi dan juga …."
Liu melirik meja yang penuh dengan botol-botol kaca berisi ramuan.
"Aku harus menyelesaikan beberapaa ramuan."
Terutama ramuan yang membuatnya bisa mengatasi rasa tidak nyamannya ketika bertemu dengan para rubah. Mungkin ia perlu waktu beberapa hari untuk menyempurnakannya.
"Oh, begitu … kalau kau perlu bantuan, katakan saja pada kami."
Larson menepuk bahu Liu dan bangkit berdiri, selama para rubah tidak menganggu mereka secara terang-terangan, mereka tidak akan melakukan apa-apa dulu.
Masalahnya selain bertarung, sekarang ia harus mengurus anak dulu, Istvan akan marah kalau ia lalai menjaga buah hati mereka.
Dan juga, Liu lebih kuat darinya, tidak masalah menghadapi para rubah seorang diri lebih dulu.
Jika mereka sudah melewati batas, Liu akan memburu para rubah sampai ke akar-akarnya, tidak peduli kalau mereka tidak bersalah atau tidak menganggunya, ia akan menghancurkan satu persatu ekor kebanggaan mereka.
"Tentu saja, terima kasih."
Liu mengangguk dan mengisyaratkan agar Larson segera keluar dari kamarnya.
Pintu kamar tertutup, di seberang kamar Liu, Ellen sedang menatap ponselnya dengan tatapan malas, layarnya berkedip-kedip.
Ellen tidak tahu kenapa Elmer memiliki kebiasaan menghubunginya, atau laki-laki itu memang terbiasa menghubungi para wanita yang ada di dekatnya.
Menyebalkan, laki-laki seperti ini membuat para wanita terlihat gampangan.
"Orang ini sepertinya tidak mengerti mengapa aku tidak pernah meresponnya."
Ellen mendecih pelan, ia meletakkan ponsel kembali ke atas meja dan menatap langit-langit.
Sepertinya ia harus mencari cara agar bisa lulus secepatnya dari kampus agar tidak berurusan dengan hal-hal yang menyusahkan.