Liu memegang lehernya dan menatap malas Ellen yang berjalan di belakang.
"Kenapa kau sangat lambat? Ayo pergi, kita harus memeriksa klinik sore ini."
Klinik mereka sudah empat hari tutup, para Nenek mungkin akan mengomel.
"Aku tidak mau ke klinik!" Ellen tiba-tiba menjatuhkan dirinya di trotoar jalanan tanpa rasa malu. "Setidaknya bilang terima kasih karena aku sudah mengurusmu sehari semalam!"
Ellen merajuk, biarlah kalau ia dianggap kekanak-kanakkan sekarang, tapi ia merasa Liu tidak memperlakukannya dengan manis sama sekali, ia marah.
"Oh, begitu …." Liu bergumam, ia mendekati Ellen yang merajuk. "Ya sudah, terima kasih."
"Itu saja?!" Ellen berteriak dengan suara melengking, suaranya mengundang perhatian banyak orang. "Jadi laki-laki itu yang peka sedikit dong."
Liu menghela napas, mengusap telinganya dengan pelan, ia berjongkok di depan Ellen.
"Kenapa kau bertingkah seperti anak kecil hari ini?"
Ellen mendongak dengan cemberut, ia menggembungkan pipinya, mencoba bertingkah imut, tepat sebelum ia bicara perkataannya sudah dipotong oleh Liu.
"Kau tidak cocok seperti ini."
"Jahat!"
Liu melirik orang-orang di sekitar mereka yang melihat, lalu menatap Ellen yang masih cemberut di depannya, wanita berambut pendek yang ada di depannya jelas sengaja membuat keributan seperti ini agar ia mau Liu menuruti permintaannya.
"Setidaknya ajak aku makan atau jalan-jalan dong!"
"Oh," sahut Liu sambil memiringkan kepalanya dan mengusak rambut Ellen. "Kenapa tidak bilang dari tadi saja?"
"Eh? Apa?" Ellen terperangah, ia tidak mengerti.
"Mau kemana?" Liu bangkit berdiri, Ellen yang mendengar pertanda baik itu langsung bangkit dan tersenyum lebar.
"Ayo traktir aku makan burger! Aku mau burger!"
Ellen berjalan di samping Liu, ia terkekeh senang dan memeluk lengan laki-laki itu dengan erat. Liu yang ada di sampingnya mengabaikan saja, tidak mau ambil pusing memikirkan apa yang orang lihat, daripada Ellen menjatuhkan dirinya lagi ke trotoar dan merengek lagi.
Mereka sampai di restoran cepat saji terdekat, Ellen langsung memesan burger ukuran besar untuknya dan Liu, ditambah kentang goreng dan dua soda.
"Apa kau bisa menghabiskan semuanya?" Liu membayar tagihan dengan ponselnya, melirik Ellen yang memegang nampan berisi semua makanan yang ia pesan, wanita itu tersenyum-senyum dan duduk di salah satu kursi yang paling pojok.
"Aku bisa, lagipula yang satu ini untukmu."
Liu menatap burger dan soda, ia tidak tahu apakah Ellen ini sebenarnya kuliah di kedokteran itu hanya kedok saja atau tidak.
"Aku baru saja keluar dari rumah sakit, tahu kan?"
"Kau tidak sakit." Ellen menepuk meja, menyuruh Liu untuk duduk di depannya. "Lagipula tidak ada yang tahu kau sakit, makan saja ini, sekali saja!"
Ellen tidak pernah diajak Liu makan ke restoran cepat saji karena laki-laki itu tidak suka makanan seperti ini, tapi kalau ada kesempatan bagus seperti ini, mengapa tidak?
"Aku hanya mentraktir kali ini saja, jangan merengek lagi nanti." Liu menghela napas, mengambil soda dan meminumnya secara perlahan.
"Aku tahu, aku tahu, makan saja ini, habiskan semuanya!"
Ellen menatap Liu dengan mata berbinar-binar, ia bersenandung memakan burger, ia akhirnya makan burger setelah sekian lama menahan diri, apalagi kali ini ia ditraktir oleh Liu.
Rasanya kebahagiaan Ellen menjadi paket komplit, ia lupa dengan semua permasalahnnya di kampus dan merasa lebih santai.
Hal-hal seperti ini memang harus dinikmati.
"Ellen?" Seseorang menyapa, Ellen dan Liu sontak menoleh, mereka langsung mengerutkan kening.
"Elmer?"
Elmer membawa nampan berisi burger dan makanan lain, ia tersenyum pda Ellen.
"Ya, kebetulan sekali kita bertemu di sini, aku sedang makan bersama para senior di sana."
"Oh, iya kebetulan ya?"
Ellen tersenyum canggung, di saat seperti ini ia sangat tidak ingin momennya dengan Liu diganggu, apalagi oleh Elmer.
"Ya, dan kau …." Elmer mengalihkan pandangan pada Liu, laki-laki berpakaian serba hitam itu duduk dengan santai di seberang Ellen, tapi matanya menatap Elmer dengan tatapan yang tidak biasa.
Itu adalah tatapan ancaman.
Elmer menelan ludah, tubuhnya terasa merinding seketika, bayangan ia menghantam cermin di toilet kembali terlintas di benaknya, seperti mimpi buruk yang mampu membuatnya panas dingin.
"Yah, kau … bersenang-senanglah." Elmer tertawa canggung, ia langsung berbalik dengan tangan yang gemetar memegang nampan.
Seharusnya ia tidak salah lihat, laki-laki itu memiliki perasaan yang sama dengan apa yang Elmer rasakan di toilet waktu itu, tapi hal supranatural yang aneh, benarkah ada di dunia nyata?
Elmer tidak yakin, tapi yang jelas, instingnya mengatakan kalau sebaiknya ia menjauh dari laki-laki di depan Ellen itu sebelum terlambat. Laki-laki itu kembali ke mejanya yang ada di sisi berlawanan dari Ellen dan Liu, meja yang penuh dengan para senior tingkat akhir yang semuanya adalah perempuan.
"Oh, akhirnya ia pergi." Ellen menghela napas penuh kelegaan, ia bersandar dengan nyaman di kursi, ia meletakkan kembali gelas soda ke atas meja. "Jangan hiraukan dia, aku juga tidak suka mengobrol dengannya."
"Dia sering mengobrol denganmu?" Liu tidak mengalihkan pandangannya dari Elmer, membuat Ellen menjadi tidak nyaman.
Akan lebih bagus kalau yang ditatap Liu adalah dirinya, bukan Elmer.
"Ellen?" panggil Liu yang akhirnya berhenti menatap Elmer.
"Ya, tidak, tidak. Ia yang sering mendekatiku, tapi aku tidak terlalu menanggapinya. Jangan khawatir, aku tidak akan berpaling darimu." Ellen membantahnya dengan cepat, lagipula jika dibandingkan dengan Liu, Elmer hanya menang tingginya saja, kalau soal wajah, Liu masihlah pemenangnya di hati Ellen.
Liu menghela napas, ia masih belum bisa memberitahu Ellen tentang para rubah dan Elmer masih memiliki bau Yena yang amat kuat di tubuhnya.
"Jauhi dia." Liu menatap lurus ke arah Ellen, yang ditatap tersipu malu. "Aku serius, jauhi dia."
Liu jarang memberi peringatan yang aneh seperti ini, bahkan jika ia bersama para Ksatria Naga, Liu tidak akan mau memberi peringatan.
Laki-laki itu tidak ingin Ellen berhubungan dengan para rubah, apalagi Ellen hanya seorang manusia biasa. Masih untung kalau ia bertemu Yena, bagaimana kalau ia bertemu rubah jantan?
Tapi apa yang ada di pikiran Liu sangat berbeda dengan apa yang ada di pikiran Ellen, wanita itu mengusap pipinya yang memerah, dalam pikirannya Liu saat ini sedang cemburu pada laki-laki yang pernah berada di sekitarnya.
Laki-laki ternyata tidak bisa menutupi perasaan cemburunya, membuat Ellen menjadi semakin bahagia dan salah tingkah hanya karena memikirkannya.
"Apa kau tidak suka dia bersamaku?" tanya Ellen dengan hati-hati.
Liu tidak ambil pusing menjawabnya, ia menyahut singkat, "Ya."
Ellen menggigit bibirnya dan pipinya semakin memerah, kedua tangannya saling meremas. "Yah … jangan khawatir, selamanya aku hanya suka kau seorang."
Liu terdiam, tapi tidak membantahnya.
Sudahlah, biarkan saja.