"Hah? Aku tidak boleh memberi makan pasien dengan makanan ini?" Ellen membulatkan matanya, ia membawa sekantung makanan plastik yang ia beli di kantin bawah dan dihadang seorang perawat ketika ia ingin masuk.
"Nona, pasien baru saja melakukan perawatan, tidak bisa memakan sesuatu secara sembarangan." Perawat itu menatap Ellen dengan lelah, ia harap orang yang ada di depannya ini sedikit mengerti dan tidak menambah bebannya.
"Ah, kau benar. Kalau bubur, bagaimana?" Ellen mengambil bubur putih yang juga ia beli.
"Tidak masalah, tapi jangan paksa pasien untuk menghabiskannya."
Perawat itu berlalu dari hadapan Ellen, wanita itu langsung melangkah dengan ringan, masuk ke kamar Liu.
"Hei, aku menyuruhmu mengambilkan minum." Liu yang kembali bersandar melirik Ellen dan bawaan di tangannya. "Kau pergi selaam satu jam dan membuatku harus minta bantuan perawat."
"Ah, kenapa tidak menungguku saja?" Ellen menjatuhkan dirinya ke kursi, menggembungkan pipinya, marah.
"Lalu aku harus menahan haus selama satu jam?" Liu melirik kantung plastik yang Ellen letakkan di atas meja, ia mengerutkan keningnya. "Apa ini?"
"Makanan? Kau mau?"
Ellen membuka makanan yang ia beli di kantin, ada satu kotak bubur hambar ditambah dengan roti isi coklat dan beberapa makanan ringan yang lain. "Tapi kalau yang ini aku saja, kau tidak bisa memakannya sekarang."
"Ah, aku tidak nafsu makan."
Liu hanya mengambil botol air mineral dan membukanya, sebenarnya kalau masalah muntah saja ia bisa menangani dirinya sendiri, tapi sayang sekali beberapa waktu yang lalu ia muntah di pinggir jalan dan menarik perhatian sekelompok gadis sekolah.
Dan mau tak mau, ia berakhir di sini.
"Aku tahu kau bisa pulih sendiri, tapi kan ini pakai uangku belinya, jangan dibuang-buang." Ellen mengeluh sambil membuka kotak bubur, menyodorkan secara paksa ke arah laki-laki itu. "Ayo makan, kalau tidak aku akan mengomel, nih."
Liu menatap bubur putih yang ada di tangannya, sekali lihat ia juga tahu kalau bubur itu tidak ada rasanya.
"Jangan pilih-pilih soal makanan, aku membeli ini dengan keringat dan air mata!" Ellen mengangkat tangannya yang memegang roti isi coklat. "Aku harus bersaing dengan wanita gemuk untuk mendapatkan ini, tahu."
"Ah, baiklah. Kau membuat kepalaku semakin pusing." Liu melambaikan tangannya dan mengambil sendok, sebagai immortal, sebenarnya ia hanya perlu waktu sebentar untuk pulih, tapi karena sudah terlanjur, ia harus bertingkah layaknya manusia normal.
"Kalau begitu cepat makan." Ellen menghabiskan roti isi coklat dan menjilat sudut bibirnya. "Aku akan menginap di sini malam ini."
"Tidak perlu, aku bukan orang sakit."
"Lalu ini apa?" Ellen menunjuk infus yang masih terhubung ke tangan Liu. "Jangan banyak protes, sekarang aku yang berkuasa, aku membayar semua ini!"
Ellen memamerkan dompetnya yang menipis ke wajah Liu, matanya melotot.
"Berapa?" Laki-laki itu mengambil ponsel, mengutak-atiknya sebentar.
Ellen tahu kalau Liu sudah menanyakan hal itu, laki-laki itu pasti akan segera mentransfer sejumlah uang padanya, wanita itu langsung tersenyum dan menautkan kedua tangannya di depan dada.
"Ini … ini sebenarnya tidak seberapa, masa sih hanya karena ini aku jadi mata duitan?" Wanita itu bergumam dengan suara rendah, tersipu malu.
Liu tidak mengatakan apa-apa lagi, terlalu malas kalau ia sampai berdebat dengan Ellen. Ia mentransfer sejumlah uang ke rekening wanita itu.
TING!
Ponsel Ellen berbunyi, ia langsung mengecek dan tersenyum malu-malu. Liu menggelengkan kepalanya dengan pelan dan melanjutkan makan bubur yang hambar.
Mereka sesaat hening, Ellen memandangi ponselnya dengan puas, perasaannya pada Liu semakin kuat dan ia semakin jatuh cinta pada laki-laki yang ada di depannya ini.
"Bagaimana masalah di kampus?"
Liu yang sudah menyelesaikan bubur menaruh kotak kosong itu ke atas nakas.
"Apa? Masalah apa?" Ellen menjadi gugup dan langsung duduk tegak, tidak berani menatap mata Liu.
Padahal ia tidak pernah menceritakan masalah kampusnya pada Liu karena laki-laki itu pergi, bagaimana ia bisa tahu?
Tunggu, Liu sepertinya memang selalu tahu tentang apa yang terjadi padanya.
"Jawablah dengan jujur." Liu bergumam, seorang perawat mengetuk pintu, membuat Ellen merasa canggung.
"Maaf, saya akan melakukan pemeriksaan." Perawat yang datang berbeda dengan perawat yang mengomeli Ellen tadi, ia memeriksa infus dan beberapa hal kecil lainnnya. Lalu melirik bungkusan obat yang ada di nakas.
"Setelah obatnya habis, anda bisa pulang."
"Baik, terima kasih." Ellen buru-buru mendahului Liu dan mengantar perawat itu keluar dari kamar, begitu perawat itu pergi ia langsung berbalik. "Kapan kau minum obat?"
"Untuk apa?" Liu mengisyratkan Ellen untuk mengulurkan tangan, Ellen menurut tanpa basa-basi. Liu menjatuhkan beberapa butir obat ke tangan Ellen. "Buang."
"Eh, kenapa?"
"Ini tidak berguna padaku."
Liu menunjuk toilet, obat-obatan manusia jaman sekarang lebih modern berbeda dengan apa yang ada di kliniknya yang semuanya herbal, lebih bagus dan ampuh.
Tapi ia adalah Ksatria Naga, ia hanya perlu memulihkan diri sebentar dan akan baik-baik saja.
"Tapi ini dibeli dengan uang."
"Kau mau meminumnya?"
"Tidak." Ellen cemberut, mau tak mau melakukan apa yang Liu pinta.
Mereka ada di ruangan sampai malam menjelang, Ellen mulai bertingkah lagi dan membuat Liu semakin ingin keluar dari rumah sakit ini secepatnya.
Wanita itu bersenandung sambil menata bantal dan selimut.
Masalahnya bukan di sofa, Ellen mana sudi tidur di sofa.
Tapi di ranjang yang sama dengan Liu.
"Siapa pasiennya di sini?" Liu menatap Ellen yang menepuk-nepuk bantal, wanita itu tersenyum lebar.
"Kau kan, sudah tidak apa-apa lagi." Ellen naik secara paksa ke ranjang pasien yang sama sekali tidak lebar. "Apakah kau tega membiarkan aku tidur di sofa yang keras dan dingin itu? Lebih baik kita bersama-sama di sini, saling menghangatkan."
"Perkataanmu itu terdengar ambigu."
"Terserah!" Ellen langsung menjatuhkan dirinya di bantal, menarik selimut dan menghadap Liu yang masih duduk. "Ayo, ayo, berbaring di sini. Sekali-kali kau bersikap manis padaku."
Laki-laki itu mengerutkan kening, ingin bergeser menjauhi Ellen, tapi wanita itu tiba-tiba memeluknya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Kenapa kau sangat kaku padaku?" Ellen terkekeh, ia mengeratkan kedua tangannya di pinggang Liu sehingga kalau laki-laki itu bergeser, tubuhnya akan ikut bergeser. "Tidak apa-apa, aku suka. Kau tidak akan punya wanita lain selain aku kalau seperti ini."
Liu menatap Ellen yang menguap, wanita itu jelas mengantuk, tapi ia tetap memeluk Liu dengan kuat.
"Jangan pergi," gumam Ellen sambil memejamkan mata dan tangannya itu gemetar. "Kalau kau pergi, aku bisa gila."
Membayangkan hidupnya sendirian tanpa adanya Liu membuat Ellen sangat ketakutan beberapa hari ini, ia tidak ingin sendirian lagi.
Ellen takut.
"Jangan pergi-pergi dariku, ya?"
Liu terdiam, menatap Ellen dan mereka berdua saling diam hingga Ellen akhirnya tertidur sambil memeluk pinggang Liu, laki-laki itu mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Ellen dengan pelan.
"Ya."