"Kau tidak kasihan padaku?"
Yena mengedipkan sebelah matanya yang berkaca-kaca, jika manusia biasa yang melihat hal itu, mereka akan tersentuh dan langsung tunduk pada Yena.
Sang wanita rubah kemudian menjilat bibirnya yang berwarna merah muda, mencoba mengeluarkan pesonanya.
Ekor rubah yang Liu injak bergerak-gerak, Yena mengangkat kakinya menendang kaki Liu, laki-laki itu melompat mundur.
"Hap!" Yena bangkit, ia tersenyum lebar dan ekor-ekor yang ada di belakang punggungnya itu bergetar dengan pelan. "Aku sudah susah payah menemukanmu di sini, tapi ternyata kau memiliki wanita lain di sampingmu …."
Belum sempat Yena menyelesaikan perkataannya ia terjatuh, wanita itu menggigit bibirnya.
"Apa-apaan ini?"
"Bukan hal yang penting, hanya memasukkan sesuatu ke dalam tubuhmu."
Liu mengambil jaket yang sedari tadi tergeletak di atas tanah.
"Aku tidak main-main, kalau kau berani mendekatinya, aku akan melucuti ekormu."
Wajah Liu dingin, tidak sedikit pun terlihat kalau ia tengah berbohong atau main-main dengan perkataannya. Mungkin jika Ellen ada di sini dan Yena langsung menyerangnya, wanita rubah itu akan dihabisi Liu saat ini juga.
Mengerikan.
Tapi Yena suka.
Sang wanita rubah mengusap ekornya yang tadi dinjak oleh Liu, ada warna ungu yang samar menyala di sana.
"Kau memasukkan kekuatanmu?" Yena membulatkan matanya, alih-alih merasa takut kalau ekornya akan menghilang satu lagi, ia merasa senang. "Aku tidak tahu kalau kau sangat posesif padaku, aku suka!"
Wajah Yena bersemu merah dan ia bertingkah seperti gadis pemalu, terlihat sangat menyebalkan jika dilihat terus menerus.
"Kau ini ternyata bodoh." Liu mengerutkan kening dengan jijik.
Warna ungu yang ada di salah satu ekor Yena memang kekuatannya, tujuannya agar ia bisa tahu kalau tiba-tiba Yena berada di sekitarnya dan ia bisa mencegahnya untuk menemui Ellen.
Ellen tidak boleh terlibat dengan hal-hal mengerikan tentang mereka. Liu tahu kalau dirinya egois mempertahankan wanita yang tidak bisa apa-apa di sisinya.
Tapi ia tidak bisa.
Liu tidak bisa melepaskan Ellen dari sisinya.
"Bagaimana ya? Aku ini bodoh karena aku terlalu cinta padamu." Yena tidak marah mendengar perkataan Liu, ia tertawa dan ekor-ekornya mengibas dengan santai, wanita rubah itu tanpa rasa takut melompat dan menyentuh bahu Liu. "Kalau kau ingin tahu, cintaku bisa sebesar dunia ini, manusia menjijikkan itu tidak ada apa-apanya!"
SRAT!
"Oh!"
Yena mundur dan cahaya ungu berbentuk bayangan Naga melesat ke arahnya, wanita rubah berputar dan langsung menepis dengan salah satu ekornya yang membesar.
Liu tidak diam saja, tiba-tiba ia muncul di depan Yena dan mencengkeram leher wanita rubah.
"Ukh!"
Kedua kaki Yena terangkat, berusaha bebas tapi tangan Liu dengan erat memegangnya.
"Aku sudah pernah melucuti ekor saudaramu, jangan buat aku melakukannya lagi, Yena."
Liu menatap wanita rubah dengan dingin, ia bukan orang baik dan ia tidak akan bergerak kalai ia tidak akan diganggu.
Tindakan Yena sangat menganggunya.
Bau yang ada di tubuh Elmer adalah bau Yena yang tertinggal, Liu tahu kalau hal itu bukan tanpa alasan, Wanita rubah ini pasti sudah mengawasi Ellen dan melihat siapa saja yang ada di dekat Ellen di kampus, sengaja mendekati Elmer agar bau yang memuakkan itu sampai pada dirinya.
"Aku tahu," sahut Yena dengan senyuman miring, tidak peduli jika lehernya telah memerah sekarang. "Tapi mau bagaimana lagi? Hanya dengan memikirkanmu saja aku rasanya mau mati."
Mata Liu semakin gelap, di detik berikutnya ia membanting wanita rubah ke tanah.
BRAKH!
Yena dengan cepat melepaskan diri sebelum tubuhnya jatuh mengenai tanah, tidak mungkin ia membiarkan dirinya terbanting-banting oleh Liu. Laki-laki itu memang tidak memiliki tubuh yang besar dan tinggi, tapi serangannya sangat akurat dan ia bisa kehilangan satu ekornya lagi secara sia-sia.
Yena dengan gesit melompat ke tempat terjauh, ekornya tegak di belakang tubuhnya, matanya menjadi lebih tajam daripada yang tadi.
"Kejamnya …."
"Masih belum mengerti?" Liu menggerakkan tangannya, seakan sedang mencoba untuk menghilangkan bau dari rubah yang masih tersisa. "Kau ini hanya mengandalkan wajah dan mengabaikan otakmu, ya?"
"Aduh," kata Yena sambil mengusap pinggangnya. "Kalau kau mengatakan hal sekasar itu … aku jadi sedih."
Bayangan Naga masih bergerak di belakang tubuh Liu, bebatuan kerikil yang ada di sekitar bergerak menjauh.
"Baiklah, kau menang kali ini." Yena mengangkat tangannya, bagaimana pun di antara para Ksatria Naga, Liu termasuk orang yang kuat dan tidak mudah dikalahkan, jika dibandingkan dengan dirinya, ia masih kalah jauh.
Setidaknya untuk sekarang.
Liu mendengkus, ia memasang kembali jaketnya ke tubuhnya, terlalu malas untuk meladeni apa yang dikatakan oleh Yena. Laki-laki itu berbalik, meninggalkan Yena yang mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
"Aku tidak akan menyerah!" teriaknya sebelum Liu benar-benar menghilang dari pandangan. "Aku akan datang lagi padamu, lihat saja!"
Perasaannya tidak bisa terhapuskan, bahkan jika Liu ada di belahan bumi yang paling ujung sekalipun, ia akan mencarinya sampai dapat, tidak peduli jika ratusan tahun telah berlalu.
Yena mencintai laki-laki yang pernah menyelamatkannya.
Yena tidak bisa melupakan hari di mana ia bertemu Liu, laki-laki itu tersenyum padanya dan mengulurkan tangan dengan lembut, ia tidak pernah sedikit pun merasa ada orang yang bersikap begitu baik padanya selain Liu.
Semua luka dan penderitaannya seakan telah terhapus di hari itu dan Yena tidak bisa sedikit pun melupakannya.
Seharusnya, ia dengan segala pesona dirinya bisa menaklukan Liu dengan mudah, tapi pada kenyataannya, hasilnya selalu nol besar.
Bahkan untuk menjadi orang yang dekat dengan Liu pun, ia tidak bisa.
Yena bertanya-tanya, sebenarnya apa yang istimewa manusia menjijikkan itu di mata Liu?
Jika soal cantik, ia jauh lebih cantik dan tubuhnya jauh lebih bagus, rambutnya juga jauh lebih panjang dan kulitnya mulus.
Dibandingkan dengan Ellen, Yena di atas segalanya.
Liu menghentikan langkahnya mendengar perkataan Yena, ia menoleh dan sorot matanya itu berkilat-kilat.
"Kalau begitu kau harus siap-siap untuk kehilangan satu persatu ekormu."
Setelah mengatakan hal itu, Liu tidak melihatnya lagi dan mulai berjalan menjauh.
Yena menelan ludah, ia berjongkok dan ekor-ekor yang mengembang itu menghilang, menyisakan penampilannya yang polos dan menyedihkan, kedua tangannya terangkat dan ia menangis tersedu-sedu.
"Jahat … padahal aku cinta mati …." Yena terisak-isak, ia menggigit bibirnya dengan erat dan mengusap air matanya yang berjatuhan seperti kristal. "Tapi walau jahat begitu … kenapa semakin tampan, sih? Kan, aku jadi makin suka."
Yena menangis dengan gumaman acak yang keluar dari mulutnya, tidak tahu apakah ia menangis karena sedih atau menangis karena kagum dengan penampilan Liu, wanita rubah itu memang memiliki selera yang sedikit aneh.