Ellen bangun di pagi hari dengan semangat yang rendah, Liu tidak kembali dan ia merasa tujuan hidupnya telah menghilang. Ia tidak tahu kapan Liu akan kembali, mungkin hari ini, mungkin besok, mungkin minggu depan atau tahun depan.
Liu seakan-akan menghilang tanpa jejak.
Ponselnya tidak bisa dihubungi dan pintu kamarnya terkunci rapat, Ellen hampir mengayunkan linggis saking kesalnya ke pintu kamar laki-laki itu.
Hanya Istvan yang meresponnya dengan tenang.
"Pergilah ke kampus, kau kan dipanggil ketua pendisiplinan, urus semua itu dan sore nanti kita akan mencari Liu."
"Tidak bisakah aku tidak pergi ... ke kampus?" Ellen menggerutu, ia tidak ingin berurusan dengan Carrel lagi, apalagi kalau harus bertemu Elmer.
Mereka sepertinya sengaja membuat Ellen berada dalam situasi yang rumit seperti ini.
"Pergilah, aku tidak mau berjalan dengan orang yang mengabaikan tanggung jawabnya."
Istvan menghela napas, ia berbalik meninggalkan Ellen yang masih berdiri di depan pintu kamar Liu.
Wanita itu mengusap wajahnya, ia masuk ke kamarnya dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus.
Istvan benar, kalau ia lari begitu saja dari tanggung jawabnya di kampus, apa yang harus ia lakukan ketika Liu bertanya?
Meski Liu terlihat enggan mengomentari permasalah hidupnya, laki-laki itu peduli dengan apa yang terjadi di kampus, apalagi kalau sampai ia mendapatkan nilai di bawah standar, Liu akan membawakannya buku-buku tebal yang entah ia dapat dari mana agar ia belajar lebih giat.
"Yah, aku sudah berjuang sekeras ini." Ellen menyisir rambut dan menyemprotkan parfum ke tubuhnya. "Aku tidak boleh menyerah hanya karena Liu tidak pulang dan Carrel itu membuat masalah."
Ellen mengambil tas dan memasukkan bukunya, hari ini tidak ada kelas, tapi karena ada surat panggilan, mau tidak mau ia harus pergi.
Ellen keluar dari kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun, suasana hatinya tidak bagus, ia masuk ke mobil dan langsung minta antar ke kampus, ia melihat ponselnya yang sunyi notifikasi, bahkan kalau ia tidak diundang masuk ke forum kampus, ia tahu kalau dirinya akan menjadi topik utama pemberitaan beberapa hari ini.
Carrel adalah dosen muda yang paling banyak penggemarnya, perkataan kasar Ellen membuat semua orang menjadi semakin membenci Ellen.
"Sudahlah, mereka bukan orang penting juga dalam hidupku."
Ellen menarik napas, mobil menepi di kampus dan ia langsung keluar.
Beberapa orang yang melihat Ellen turun dari mobil mewah langsung mengerutkan kening, dalam pikiran mereka Ellen hanyalah seorang gadis yatim piatu yang hidup penuh penderitaan. Ellen yang biasanya naik bus tiba-tiba naik mobil mewah dan perkataan kasarnya yang membuat heboh di forum kampus membuat orang-orang semakin berpikiran yang tidak-tidak.
"Apa lihat-lihat?" Ellen menggertakkan gigi, kedua alisnya saling bertaut. "Tidak pernah melihat mobil mewah mengantarkan anak yatim piatu, ya?!"
"Apa sih, kenapa teriak-teriak? Kau sudah gila, ya?"
Orang-orang yang melihat Ellen menggelengkan kepala mereka, tidak ingin berdebat dan mereka menjauhi Ellen.
Ellen berjalan ke ruang pendisiplinan, ia menarik napas dalam-dalam dan mendorong pintunya dengan perlahan.
"Oh, akhirnya kau datang."
Begitu Ellen membuka pintu, ia langsung disambut dengan wajah menyebalkan Carrel, ia menggatupkan bibirnya rapat-rapat, menahan diri untuk tidak mengumpat.
"Tiga hari ini sepertinya kau telah banyak berpikir, bagaimana … apa kau akan meminta maaf padaku sekarang?" Carrel bergumam, sebelah tangannya memegang ponsel, mungkin ia berniat akan merekam jika Ellen meminta maaf dan menyebarkannya di internet.
"Bukannya kau juga salah?" Ellen mendengkus, ia duduk di kursi yang telah disediakan, di ruangan ini hanya ada mereka berdua dan rasanya sesak sekali.
"Kau!" Carrel ingin mengumpat, tapi perkataannya tertahan ketika mendengar pintu diketuk, ia langsung berdehem.
"Oh, maaf. Aku tidak tahu kalau kalian sudah tiba lebih dulu." Elmer, orang yang mengetuk pintu masuk tersenyum cerah dan matanya menatap Ellen yang sudah lebih dulu duduk. "Aku di sini sebagai perwakilan mahasiswa yang akan membantu kalian berdua berbaikan."
Ellen tidak menyapa Elmer, baginya baik Elmer atau Carrel, mereka sama.
Sama-sama membuatnya selalu ada di dalam masalah.
Mereka duduk di kursi dan menunggu selama beberapa saat sampai pintu diketuk, seorang laki-laki dengan rambut yang sudah beruban masuk, di sampingnya ada seorang laki-laki yang terlihat sedikit lebih tua daripada Elmer, dia adalah asisten dosen yang lebih senior, Hendrick.
"Masalah apa lagi yang kali ini kau lakukan?" Sang profesor duduk di kursi yang ditarik Hendrick dan menatap Ellen. "Saya sudah mendengar semuanya dari Hendrcik."
"Itu bukan kesalahan saya," kata Ellen dengan kedua tangan terkepal erat di bawah meja.
Carrel melirik Ellen, ia menatap sang profesor dengan senyuman pongah di wajahnya.
"Anda sudah melihatnya sendiri dan saya yakin para dosen di kampus ini tidak ingin membiarkan seorang berandalan mencemarkan nama baik kampus terus menerus, kan?" Carrel terkekeh, kedua tangannya terlipat di depan dada. "Apalagi terakhir kali … bukannya ia yang menyebabkan temannya overdosis?"
"Aku tidak!" Ellen membantah keras, kalau sudah berhubungan dengan masa lalu kelamnya, ia tidak akan bisa menahan diri. "Kenapa harus membawa masa laluku untuk menyelesaikan masalah ini?!"
"Tuh, kan?" Carrel menunjuk ringan ke arah Ellen, matanya menatap sang profesor. "Anda bisa lihat sendiri bagaimana tingkah mahasiswi anda, tidak ada etika berbicara dengan yang lebih tua."
Ellen menatap sang profesor dan asisten Hendrick, mereka menatap Ellen dengan pandangan miris. Ellen tahu, tidak akan ada satu pun pihak yang akan memihak dirinya, tapi ia juga tidak bisa ….
Tidak bisa merendahkan dirinya lagi.
"Minta maaflah Ellen," kata Elmer yang sedari tadi diam, ia tersenyum. "Satu-satunya menyelesaikan permasalahan ini hanyalah permintaan maaf."
Elmer menatap Carrel yang tersipu, wajah wanita itu merah sampai ke telinganya.
"Apa?" Ellen membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Elmer.
"Benar, minta maaflah Ellen." Profesor itu tidak ingin berlama-lama mengatasi permasalahan sepele seperti ini, baginya hal ini membuang-buang waktunya. "Ayo, aku punya banyak hal yang harus ia lakukan."
"Ellen, aku tahu kau berjiwa besar." Hendrick menatap Ellen dengan pandangan dingin. "Cepatlah minta maaf, kami tidak akan menghakimimu lagi setelah ini."
Elmer tersenyum lembut, ia menganggukkan kepalanya pada Ellen, seakan tengah membujuk wanita itu dengan tatapannya.
Ellen mengerutkan keningnya, menatap lantai yang ia pijak, perasaannya sekarang menjadi campur aduk, marah dan sedih.
Pada akhirnya ia selalu berakhir seperti ini, selalu saja ia yang meminta maaf, selalu saja ia yang mengalah dan merendahkan dirinya di hadapan orang lain.
Carrel terkekeh, ia mengibaskan rambutnya dan tersenyum miring. "Ayo, cepat minta maaf padaku, jangan sampai aku menjadi marah dan tidak memberikan maaf padamu."