Chereads / Kamar Hotel.. / Chapter 26 - Famous Singers from The Hotel

Chapter 26 - Famous Singers from The Hotel

Menurut schedule dalam surat perjanjian kontrak Jandoet dengan tim event hotel, malam ini malam pertunjukan ke 16.

Dan memenuhi hasil meeting evaluasi lima hari yang lalu, pertunjukan malam ini dibikin banyak perubahan.

Panggungnya dipasang backtop ukuran raksasa bertuliskan "Famous Singers From The Hotel".

Opening acara diisi oleh dua orang penyanyi lokal, satu penyanyi karyawan hotel dan satu penyanyi amatir dari luar. Acara puncak tetap menampilkan artis Jandoet.

Menurut pencatatan Harris anggota tim penyelenggara, jumlah penonton malam ini tercatat lebih banyak dari pertunjukan sebelumnya.

Buat mendapatkan kesan ramai di atas panggung penataan alat musik pengiring juga mereka robah.

Alat musik Band pengiring malam ini tampak dominan mewarnai panggung. Master Ceremony pada pertunjukan yang lalu satu orang, malam ini dua orang.

"Selamat malam tamu hotel kita, famous singers from the hotel malam ini bersama anda lagi," kata master ceremony satu.

"Kami mau mengingatkan kepada anda semua, apakah sudah register check-in hotel? Kalau belum segera lakukan registrasi check-in supaya menonton famous singers dengan hati tenang," sahut master ceremony dua.

Tamu hotel yang memenuhi ruangan loby semua tertawa mendengar ucapan-ucapan master ceremony itu.

Tiga orang pria datang dan masuk ke ruangan loby membaurkan diri mereka dengan pengunjung, langsung mengambil tempat duduk yang jaraknya tidak jauh dari lokasi panggung.

Seorang dari tiga pria itu dikenal dengan nama Johari, dia pernah menginap di hotel kita dengan rombongan setelah mobil yang dinaiki mogok di batas kota. Dia sekarang ingin menginap lagi, karena waktu itu dapat kebijaksanaan manajemen tambah gratis kupon breakfast.

Malam ini Johari berniat ingin pengalaman lalu itu dialami lagi, membawa dua orang kawan untuk menginap di hotel kita. "Kita menginap sambil nonton show artis di hotel itu, bagaimana? Apa kalian mau?" Ujar Johari kepada dua orang kawannya.

"Baiklah," kedua kawan Johari senang karena akan dibawa menginap di hotel.

"Kita menyewa dua kamar, satu kamar dobel tempat tidur buat kamu dengan Johari. Satu kamar lagi satu tempat tidur buat aku," usul kawan Johari.

Akan tetapi usulan itu tidak disetujui Johari. Dia bertiga akan menginap menggunakan kamar dobel tempat tidur. "Dalam kondisi perekonomian lagi sulit begini sewa satu kamar cukup. Yang penting kita bertiga tidur di hotel."

Kedua kawan Johari tidak mau menerima pendapat, "Dapat breakfast nya cuma dua orang, dong? Aku sama kamu. Terus Ramli mau breakfast dimana dia?" Kawannya Johari kurang setuju bila menyewa satu kamar. Keinginan dia tetap Johari memesan dua kamar.

"Kalau sewa dua kamar kita adil, bertiga dapat breakfast dan menikmati fasilitas hotel."

Johari tersenyum melihat kepada dua orang kawan itu, tapi tidak terasa sebenarnya dia menepis halus pendapat kawannya. Dia meyakinkan kepada dua orang kawannya itu semua bisa dapat breakfast dari hotel.

"Menyewa satu kamar dobel tempat tidur, dapat breakfast nya tiga?," Kawan Johari keduanya membelalakkan mata. Dia berpikir Johari sedang melakukan kebohongan.

"Tidak percaya!" Kawan Johari tetap menolak.

"Kamu harus percaya sama aku. Walau menyewa satu kamar, kita bertiga dapat breakfast," Johari mau menunjukan kelebihan dirinya kepada dua orang kawannya, dengan mengaku kenal sama supervisor hotel dan bagian registrasi tamu. Keduanya masing-masing bernama Sunny dan Yanto.

Kedua kawan Johari tidak mau bicara menimpali.

Suasana sejenak hening. Ketiganya tak saling bicara.

Johari melirik melihat ke arah ruangan bagian informasi dan registrasi, matanya tajam mengamati karyawan hotel yang ada di sana. Ketika mata melihat ada Yanto di sana, Johari berdiri dan berbisik kepada kawannya sebentar, lalu dengan tergesa dia berjalan melewati tempat duduk Mirawati dengan Agung Sutalaksono, Kenjo dan Jeanni, Johari menghampiri Yanto sedang bicara memberikan pengarahan kepada kawan sesama karyawan.

"Selamat malam, Yanto. Masih ingat kepada aku?," Johari menepuk bagian belakang bahu Yanto yang sedang bicara.

Yanto terkejut ada yang menepuk bahunya, segera menoleh ke belakang.

"Ekh, bapak Johari?" Yanto tersenyum melihat pada Johari. "Kapan datang, Pak?."

Johari balas senyum, mukanya kelihatan gembira karena Yanto masih mengenalinya. Kemudian tanpa banyak bicara dia melakukan registrasi penyewa kamar hotel.

"Tapi maaf, Pak. Kamar yang masih kosong di lantai dua. Kamar di lantai satu sudah terisi semua," kata Yanto.

Johari tertegun, sedikit penyesalan di hatinya tidak ada pilihan kamar.

"Di lantai dua, kamar nomor 20 juga enak, Pak," ujar Yanto, "Bersampingan dengan kamar nomor 19 tempat istirahat penyanyi terkenal."

"Oya?" Johari menatap Yanto, seperti tatapan tidak percaya.

"Malam Minggu kemarin, tamu menginap di kamar nomor 20 bisa berkenalan dan foto bersama dengan penyanyi Jandoet," Yanto mencoba mempengaruhi Johari supaya cepat menentukan keputusan agar proses registrasi chek-in segera dilakukan.

Johari mengangguk-angguk. Dia berpikir pertimbangkan saran dari Yanto.

Sementara di ruangan loby musik mulai terdengar beberapa saat, kemudian terdengar suara dari master ceremony memulai acara. Grup musik pengiring memainkan lagu instrumental, setelah itu baru mengiringi penyanyi opening.

Johari menghela nafas, lalu berpaling melihat ke arah kawannya yang duduk deretan meja dekat panggung penuh atensi pada permainan musik dari grup band.

"Baiklah, aku mau kamar nomor 20," kata Johari kepada Yanto. "Aku minta tolong, ya," kata Johari lagi.

"Tolong apa, Pak?" Tanya Yanto, mukanya menengadah menatap Johari.

Kemudian perasaan khawatir muncul dengan tiba-tiba dalam pikiran Yanto. Teringat pada permintaan tolong dari Johari yang sangat merepotkan beberapa waktu lalu.

"Na,as lagi deh. Permintaan tolong tamu ini pasti soal kupon breakfast lagi," Yanto menerka-nerka campur perasaan khawatir.

"Minta tolong panggilkan temanku yang lagi duduk dekat panggung, itu yang pakai baju warna abu-abu. Namanya Ramli," ujar Johari sambil menunjuk ke arah panggung.

Yanto menghentikan pekerjaan registrasi tamu, kedua matanya mengikuti arah yang ditunjuk Johari. Mengamati sebentar, segera dia menyerahkan kunci kamar nomor 20 beserta nomor meja penonton event. "Ini nomor 20 nanti bapak letakan di atas meja penonton," lalu dia berjalan menuju tempat yang tadi ditunjukan oleh Johari.

***

Penyanyi lokal sedang tampil di atas panggung, suaranya mengingatkan penonton pada penyanyi manca negara Andy William. Mendapat banyak pujian dari penonton. Dua lagu yang dinyanyikan berjudul Love Story dan Time For US.

Akting panggungnya kelihatan masih sangat sederhana, tapi penonton tidak memberi komentar, mereka bagaikan orang yang sedang terbuai oleh alunan merdunya suara penyanyi.

Nampak Mirawati, Agung Sutalaksono, Harris dan Sunny dengan kursi masing-masing duduk mengitari satu meja tidak bernomor.

Mirawati tersenyum mendengar lagu favoritnya sedang dinyanyikan oleh penyanyi di atas panggung, terkadang mulutnya bergerak-gerak mengikuti lirik lagu.

Sunny merasa seperti sedang bermimpi mendengar suara penyanyi itu. Kata-kata pujian keluar dengan spontan dari mulut Sunny didengar oleh Harris yang duduk di sampingnya.

Harris memiringkan kepala dengan mata melirik ke arah Sunny, "Memangnya kamu tau siapa penyanyi itu? Biasa sajalah kalau memuji."

"Hmn," Sunny tidak mau bicara, hanya matanya melirik sebentar.

Harris tersenyum, dia tahu Sunny sedang tersinggung.

Yanto datang menghampiri Sunny, membungkukkan badan lalu bicara berbisik. "Ada tamu ingin bicara dengan ibu, dia menunggu di ruangan bagian registrasi."

Sunny menengadah, bertanya dengan tatapan mata. Yanto menganggukan kepala. Lalu Sunny berdiri dari tempat duduknya dan bergegas pergi. Yanto mengikuti Sunny dari belakang.

Kepergian Sunny dengan Yanto meninggalkan tanda tanya di hati Harris. Dengan kepala menoleh dia memperhatikan Sunny berjalan sampai jauh.

Jeanni datang, duduk di samping Harris, di kursi bekas duduk Sunny. "Bakat menyanyi yang luar biasa, lelaki tadi bisa menjadi penyanyi terkenal," ujar Jeanni kepada Harris. Dia sengaja bicara ingin melihat kemampuan Harris yang ditunjuk sebagai pencari bakat.

Harris tersenyum kepada Jeanni.

Kening Jeanni mengkerut, mengamati muka Harris sebentar. "Orang yang kamu rekrut harus banyak latihan, belum bisa tampil di panggung malam ini," kata Jeanni.

"Harus latihan berapa lama?" Harris tidak semangat menyahuti kata-kata Jeani. Dia seperti orang kehilangan harapan.

"Kalau dia mau latihan satu Minggu berturut-turut, bisa cepat tampil di panggung," sahut Jeanni.

"Latihan satu Minggu?" Harris tertegun. Dia memikirkan selama satu Minggu mengantar pergi-pulang wanita latihan menyanyi. "Apa dia mau?"

"Kalau dia ingin jadi penyanyi, kamu suruh latihan berturut-turut pasti mau," sahut Jeanni.

Harris tersenyum, dalam benaknya yang dipikirkan kesempatan jalan bersama wanita selama satu Minggu.

Sementara itu, penyanyi di atas panggung baru saja menyelesaikan satu lagu, berganti suasana panggung dengan dua orang master ceremony. ****