Johari yang berdiri di depan ruangan kerja Yanto melihat Sunny datang, dia langsung menyambut dengan senyuman seperti layaknya kepada kawan akrab.
Sunny tertegun, langkahnya berhenti. Menatap pada Johari sedang mengulurkan tangan mengajak bersalaman.
"Apa kabar, ibu?" Sapa Johari melempar senyum.
"Alhamdulillah, baik," sahut Sunny, mengamati muka Johari terasa asing. Dia ragu mau bertanya, lalu menoleh ke belakang, mengira Yanto ada di belakangnya, tetapi dilihatnya Yanto masih jauh berjalan. "Lelaki kok jalannya mirip perempuan," Sunny menggerutu, setelah itu dia berjalan tanpa menoleh masuk ke ruang kerjanya.
Johari hanya tersipu malu, tidak sempat bicara.
"Sudah bicara dengan ibu Sunny?" Yanto datang dan bertanya.
"Belum," ujar Johari. "Tadi aku cuma bersalaman, ibu Sunny langsung masuk ke ruangan kerjanya."
Yanto mengira Johari sudah menyampaikan maksudnya ketika bertemu dengan Sunny. Mendapatkan pengakuan Johari, Yanto melihat wajah Johari ada ekspresi kecewa. Lalu dia berpura-pura ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Johari. "Seharusnya tadi bapak langsung bicara."
Johari terdiam beberapa saat. "Susah, ibu Sunny buru-buru masuk ke ruangan kerja," ujar Johari perlihatkan ekspresi kekecewaannya.
"Sekarang bagaimana? Apa bapak tetap mau bicara dengan ibu Sunny?" Tanya Yanto. Dia siap mengantar Johari bila ingin menyusul Sunny di ruangan kerja.
Johari menghela nafas, ditatapnya wajah Yanto beberapa saat.
Seorang karyawan hotel suruhan Sunny datang menghampiri Yanto, menanyakan dimana orang yang mau bicara dengan Sunny.
"Mana orang yang mau ketemu dengan ibu Sunny, Yanto?"
Johari merasa dapat angin segar, spontan dia menyahut. "Saya," ujarnya kepada suruhan Sunny.
Karyawan suruhan Sunny itu melihat pada Johari. Diamati sejenak wajah Johari. Lalu melempar senyum, " O, bapak? Mari ikut saya, ibu Sunny menunggu di ruangannya."
Dengan muka gembira Johari mendekat Yanto. "Alhamdulillah, terimakasih Yanto," ujar Johari, mengerlingkan mata ke arah Yanto, lalu berjalan mengikuti suruhan Sunny.
***
Pertunjukan semakin memikat perhatian penonton, Jandoet mulai tampil di atas pentas. Satu persatu permintaan lagu dari pengunjung dia nyanyikan. Akting panggung Jandoet yang membuat pengunjung seperti terhipnotis ketika duet dengan Syam gitaris, menyanyikan sebuah lagu dari album terbarunya.
Ekspresi gembira Kenjo melihat suasana pertunjukan malam ini dinilai oleh Harris sangat berlebihan. "Ini soal perbedaan antara orang menyukai kesenian dengan yang tidak menyukai," pikir Kenjo. Karena itu dia selalu tersenyum setiap Harris mengeluarkan komentar.
"Aku ini pencari bakat, jadi aku mengerti seni yang bagus dengan yang tidak," kata Harris dengan congkaknya kepada Kenjo.
Kata-kata Harris membuat Kenjo terperangah.
Jeanni yang duduk di samping Harris cuma tersenyum.
Kecongkakan Harris dinilai semakin liar, jauh dari kenyataan. "Kalian tau, sebagai pencari bakat aku ditunjuk oleh forum dalam meeting seminggu yang lalu. Ini artinya bukan aku meminta, tapi forum memang mengakui aku paham seni dan piawai dalam menilai bakat seni seseorang."
Kenjo tertawa dalam hati. Dia mentertawakan Harris yang dinilai mudahnya melupakan prakarsa orang lain. "Dasar Kacang lupa kulitnya!" Kenjo geram.
Jeanni yang duduk disamping Harris, berdehem. Melirik sesaat, lalu memiringkan kepalanya ke dekat telinga Harris. "Benarkah begitu katamu? Berarti kamu melupakan aku...," bisik Jeanni.
Harris tertegun, menatap pada Jeanni. Ada rasa malu di hati Harris saat Jeanni meneruskan bicara. "Yang benar itu, aku bicara mengusulkan supaya kamu jadi seksi pencari bakat, diperkuat oleh Kenjo. Setelah itu semua orang menyetujuinya."
Harris tidak berkutik, dia merasa sia-sia. Yang diucapkannya tadi mendapat bantahan dari Jeanni. Tapi Harris masih diberi kesempatan buat tersenyum karena pengakuan Jeanni bantahan tadi tidak mempunyai maksud buat mempermalukan Harris.
"Sekedar mengingatkan, supaya kita semua tidak melupakan. Adanya seksi pencari bakat menyanyi karena tuntutan acara "Famous Singers of The Hotel" harus ada openingnya," bisik Jeanni, lalu melempar senyum ke arah Kenjo.
Jeanni berdiri dari tempat duduknya, melihat ke arah panggung. Dia paham acara akan berakhir dua lagu lagi. Kemudian dia bergegas berjalan menuju belakang panggung. "Nanti kita bicara lagi, ya," ujar Jeanni.
Kenjo tersenyum melihat perubahan yang terjadi pada sikap Harris.
"Apes!" Seru hati Harris, dia melihat Kenjo tersenyum ke arahnya. Menurutnya, senyuman itu sama maknanya dengan mengolok-olok.
Tak lama kemudian Mirawati meninggalkan tempat duduknya, dia berpamitan kepada Agung Sutalaksono yang duduk di sebelahnya.
Harris melihat Mirawati bersalaman dengan Agung Sutalaksono setelah bercakap sebentar. Mirawati akan pulang karena masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dikerjakan besok.
Kenjo mendekati setelah mendapat isyarat dari Agung Sutalaksono.
"Pertunjukan malam ini sangat bagus,aku menyukai. Tidak sia-sia kemarin kita mengadakan meeting evaluasi," kata Mirawati memberi pujian kepada Kenjo dengan Agung Sutalaksono.
Setelah mendapat pujian Kenjo dengan Agung Sutalaksono tidak bisa bicara, keduanya merasakan detak jantungnya yang bertambah cepat karena gembira yang luar biasa dari sanjungan Mirawati.
Kenjo dengan Agung Sutalaksono saling memandang, beberapa menit. Kemudian keduanya terkesima melihat Mirawati sudah pergi.
Mirawati berjalan ke luar ruangan loby, Harris buru-buru mengikutinya di belakang.
Tamu hotel yang ikut menyaksikan pertunjukan "Famous Singers Of The Hotel" masih terkesan dengan penampilan bagus penyanyi Jandoet.
Ada yang mengatakan kepada Sunny, "Famous Singers of The Hotel itu sangat mengagumkan!"
Mendengar kesan mereka, Sunny berpikir, Kenjo dengan Jeanni akan dia bicarakan kepada Mirawati supaya diberikan penghargaan setelah berakhir kontrak artis.
Ketika Sunny menemui Kenjo dengan Agung Sutalaksono yang masih duduk di tempat menonton, dia melihat wajah ke dua lelaki itu nampak ceria. Dia langsung tersenyum dan berkata, "Kesan dari penonton sangat bagus."
Kenjo dengan Agung Sutalaksono menahan tawanya.
"Kenapa?" Sunny menatap heran.
"Kabar itu kami sudah mendengar," sahut Kenjo. "Yang belum terdengar, kapan Sunny membawa kopi untuk kami."
Kenjo dengan Agung Sutalaksono tertawa.
"Oh, kalian ingin minum kopi? Boleh, boleh nanti aku suruh Yanto membuatkan..." sahut Sunny, lalu tertawanya ditahan. ****