Harris tersipu malu, dia merasa berdiri di tempat yang sempit tidak bebas bergerak. Jeanni yang berdiri di depannya itu melempar tersenyum, sorot matanya terasa mengusik hati Harris. Sesuatu yang mau dia sampaikan mendadak hilang dari benaknya.
Lama Jeanni memperhatikan muka Harris. "Kamu tidak obyektif," kata Jeanni kemudian menghela nafas. Banyak yang ingin diungkapkan, tapi sengaja diam. Dia sedang melakukan permainan hati.
"Maksud kamu?!" Harris tersentak. "Jelasin dong kenapa kamu bilang tidak obyektif?"
Jeanni tidak segera menjawab, dia ingin mengukur temperamen Harris. "Sebelum bermain jauh aku ingin tau apa saja yang bisa menarik perhatiannya," pikir Jeanni menatap mata Harris.
Menakutkan, pikir Harris. Melihat sikap Jeanni seperti awal bertemu, suka menjaga imej. "Beberapa hari lalu Jeanni terlihat cantik dan murah senyum, sekarang alamak judesnya," ujar Harris dalam hati.
"Jelasin dong kenapa kamu bilang aku tidak obyektif?" Harris masih penasaran.
"Kalo aku jelasin nanti kamu malu," ujar Jeanni.
"Malu!?" Harris semakin tidak paham.
"Ya!"
"Kenapa aku harus malu?"
"Karena ini tentang kejujuran," kata Jeanni membuat Harris harus berpikir.
Tetapi Harris berpikir terlalu dangkal. "Kamu menuduh aku tidak jujur? Bisa-bisanya kamu menuduh aku." Berkata dalam hati Harris tersinggung, maksud menemui Jeanni mulai berkurang.
"Aku jadi males mendatangi kamu," Harris bersungut-sungut dalam hati, namun tatapan matanya pada paras Jeanni seperti tidak mau berpaling ke arah lain.
Jeanni tertawa, melihat Harris berdiri terpukau. Dia hafal lelaki yang berdiri berhadapan dengannya sedang menilai kecantikan. "Ya ya ya," ujar Jeanni, sesudah itu dia tertawa lagi.
Harris menatap wajah Jeanni, melihat ada lesungpipit pada kedua pipinya. Dia teringat cerita kawannya yang selalu kagum pada wanita berlesungpipit.
Menurut cerita dari kawannya, ada beberapa keistimewaan wanita berlesungpipit . Pertama, tidak membosankan bila dipandang mata. Dan ke dua ingatan pria yang menggodanya karena cinta sering terganggu. "Kemana kamu pergi dia selalu terbayang di pelupuk mata. Ke tiga, Bila menjalin hubungan dengan wanita berlesungpipit mengasyikan..."
Setelah mengingat pendapat kawannya, dia mulai mengagumi wanita berlesungpipit. Kemudian dia tidak malu menggoda Jeanni dengan perkataan yang lucu-lucu.
"Duga'an aku selalu tepat," ujar Jeanni, lalu melempar senyum.
Harris tersentak, lalu matanya seksama mengamati gerak Jeanni. Menerka apa maksud Jeanni bicara seperti tadi.
"Dugaan itu selalu banyak meleset," tiba-tiba Kenjo datang mendekat, sesaat melempar senyum kepada Jeanni dan Harris. "Kalau bisa hilangkan kebiasaan menduga."
Harris melirik pada Kenjo, kehadiran Kenjo dinilai bisa membantu buat menyemarakan suasana bersama Jeanni. Lalu tersenyum mendengar Kenjo berbicara lagi.
"Tidak semua dugaan orang selalu tepat, cocok dengan kenyataan," kata Kenjo. Kemudian dia mengutarakan sebuah contoh: "Kedekatan Harris dengan Mirawati tidak bisa kita duga bahwa Harris punya hubungan pribadi. Betul begitu?"
"Betul. Betul!" Harris senang, merasa kehadiran Kenjo sangat meringankan gugupnya berhadapan dengan Jeanni.
Jeanni tertawa, sebenarnya dia paham kata-kata Kenjo tadi sebuah sindiran buat Harris.
"Kenapa kamu tertawa?" Kenjo mengerutkan kening menatap Jeanni tertawa.
"Iya, dari tadi kamu tertawa kenapa?" Harris ikut bertanya kepada Jeanni.
Jeanni terdiam, dia merasa tidak perlu menjawab pertanyaan Kenjo dengan Harris.
Akhirnya Jeanni mengalah, setelah Kenjo dengan Harris terus bertanya. Dia mau bicara menjawab. Namun baru dia akan membuka mulut untuk bicara terdengar suara langkah orang berjalan mendekat.
Jeanni menoleh ke arah suara kaki berjalan, melihat Bibi asisten rumah tangga tergopo-gopo menghampiri dan berkata bisik-bisik. Setelah itu dia kembali pergi.
Jeanni memperhatikan bibi asisten rumah tangga berjalan cepat menjauh. Detik itu juga dia berpikir merasa tepat dan cukup alasan buat pergi dari beranda rumah.
Jemani sambil tersenyum melihat ke arah Kenjo dengan Harris. "Aku mau menjawab telepon dulu," kata Jeanni kepada Kenjo dan Harris, memainkan bola matanya lalu pergi.
Kenjo dan Harris sama-sama menghela nafas. Memperhatikan Jeanni berjalan sampai menghilang dari pandangan mata.
Harris menundukkan kepala, bicara kepada Kenjo. Dia mengeluhkan Jeanni pergi dengan begitu saja. "Aku belum bicara, kenapa Jeanni pergi ya?."
"Kamu mau bicara apa?" Kenjo mengangkat wajah, menatap heran pada Harris. "Tapi, apa beneran kamu belum bicara dengan Jeanni?".
Harris mengangkat ke dua bahu dengan kedua telapak tangan bergerak menengadah.
Tapi bahasa tubuh seperti itu menurut Kenjo jarang bisa dimengerti secara gamblang. "Apa maksud kamu?"
"Hehehe..." Raut wajah Harris merona, melempar pandang ke arah lain buat mengurangi gugupnya. Tak lama kemudian matanya terbuka lebar melihat Bibi asisten rumah tangga datang lagi membawa baki berisi dua cangkir kopi panas dengan asap mengepul.
"Jeanni mana, Bi?" Tanya Harris, tatapan matanya semangat melihat pada dua cangkir kopi yang sedang diletakan di atas meja oleh Bibi asisten rumah tangga.
"Jeanni masih bicara dengan orang di telepon," sahut bibi asisten rumah tangga. Sebelum pergi lagi dia mempersilahkan diminum kopinya.
Harris meraih satu cangkir kopi, dengan hati-hati dia meniupi kopi sebelum menyeruputnya.
Sruuppp! Sruuppp! Wukhhhh.. Wukhhhh.... ! Sruppp !
Kenjo tersenyum melihat betapa nikmatnya Harris menyeruput kopi..
Setelah menyeruput kopi hampir setengah cangkir, Harris mengemukakan kekhawatirannya Jeanni setelah menerima telepon tidak ke luar menemuinya lagi.
Kenjo tersenyum lebar. Memperhatikan tanpa berkata.
Harris mendesah, dia berpikir Jeanni maupun Kenjo sudah tidak mau diajak bicara lagi. "Wukh," Harris menarik nafas dengan mata terpejam dan menghembuskannya.
Kenjo sesaat bingung memperhatikan sikap Harris, ketika mata Harris terbuka lebar menatap dia segera tersenyum.
"Kamu masih ada perlu dengan Jeanni?" Tanya Kenjo. Dia memandang Harris.
Harris diam, dia bingung harus berkata bagaimana. Dia ingin segera pamit pergi, namun pemandangan wajah cantik Jeanni tersenyum dengan lesungpipit seperti tidak mau hilang dari pikiran membuatnya bertahan di beranda rumah Jandoet.
Harris memberi kedipan mata kepada Kenjo yang mengatakan, "Tunggu saja nanti juga Jeanni ke luar lagi."
"Seandainya dia tidak ke luar lagi, bagaimana?"
Kenjo tersenyum sebelum bicara. "Besok kamu datang lagi. Jika besok tidak bisa, kali lain juga bisa. Tidak ada yang melarang. Gampang kan?"
Harris terdiam. Terlintas dalam pikiran Harris ternyata sangat mudah untuk bertemu dengan Jeanni. Harris menyangkutkan ke dua telapak tangannya dan berkata menunduk-nunduk, "Terimakasih.... Terimakasih banyak!"
Kenjo, "Mmm."
Tanpa basa-basi Harris secepatnya mengangkat cangkir kopinya, menghabiskan dengan dua seruputan terakhir. Setelah itu, melangkah pergi.
Kenjo memandangnya dengan tatapan datar. Setelah terlihat jauh terdengar Harris berseru. "Sampai jumpa di hotel kita." Kenjo tersenyum dan menyahut, "Ya, sampai jumpa di hotel kita." ****