Mimpi itu seperti sebuah kenyataan, tapi menakutkan. Harris berusaha tidak ingin mengingat mimpinya lagi, tapi dalam hatinya menyeringai dan selalu ingin curi pandang setiap ada Mirawati.
Melihat ekspresi wajah Harris jauh dari biasanya Yanto mendekati dan bertanya. "Selalu bersama ibu Mirawati kamu ikut-ikutan murah senyum, tapi hari ini itu muka seperti orang ketakutan. Ada apa?" Tanya Yanto mengamati wajah Harris
Harris terkejut, pertanyaan Yanto membuat hatinya tidak tenang. Dia mengira Yanto bisa mengetahui rahasia orang dari melihat wajah, kemudian dengan sikap malu-malu Harris berbisik. "Aku...kemarin siang di mobil tertidur mimpi terlihat oleh ibu Mirawati dari kaca pintu mobil. Aku sangat malu... " Dari pengakuannya itu dia berharap Yanto mau mengomentari dan ngobrolan berdua seru-seruan.
"Kha... idiot kamu," Yanto tidak percaya. Dia kurang tertarik kalau ada orang membicarakan mimpi.
Harris berusaha supaya Yanto mau mendengar cerita mimpi. "Idiot? Memang ada orang idiot bermimpi?" Dia mencoba menarik perhatian Yanto.
"Sudah, sudah. Hari ini tugasku sangat banyak, kali lain saja bicaranya saat ada waktu senggang," ujar Yanto kemudian dengan bangga mengatakan dirinya sedang diminta datang ke ruangan kerja supervisor Sunny.
Harris jadi sedikit kesel melihat sikap Yanto tidak seperti biasa. Setiap dia didekati sambutannya luar biasa, membuat betah berbicara. "Sekarang kok dia berbeda? Apakah karena merasa dekat dengan supervisor?"
Yanto melirik Harris dan berkata, "Kalau kamu bersikeras pengen bicara denganku, tunggu saja di sini sampai aku kembali," ujarnya sekedar basa-basi untuk menjaga perasaan Harris karena ditinggal pergi ke ruangan kerja Sunny.
Baru Yanto berjalan dua langkah, terdengar kata-kata Harris, kedengarannya seperti menggoda.
"Saya akan menunggu kamu di sini, supaya kita berdua bisa bicara seperti yang sudah-sudah," kata Harris sambil menahan kesel karena sikap Yanto dilihat berubah.
Yanto tidak ambil peduli, dia terus berjalan.
Harris memperhatikan Yanto berjalan menjauh, ketika melihat Yanto menengok ke belakang dia berseru, "Cerita mimpi itu sangat indah, aku yakin kamu menyukai bila aku ceritakan!"
"Mimpi indah? Seperti apa sih?!" Hati Yanto tertarik. Dia menghentikan langkah lalu berbalik menghadap Harris dengan senyum semu.
Harris buru-buru mendekati Yanto, lalu langsung dia bercerita. "Yang aku ingat seperti malam hari. Aku menatap, mendekat, memegang tangan Mirawati. Kecantikan dan kulitnya mulus.
"Mau apa? Tidak, lepaskan aku!" Mirawati mencoba menarik tangan, tapi tanganku lebih kuat.
Saat Mirawati meronta, mataku asyik menelusuri lekuk tubuhnya.
"Lepaskan!" Mirawati menggeliat meronta.
Tapi dengan cepat aku menarik dia hingga bisa aku peluk. Dan aku mencium bibirnya.
Aku merasa sudah gelap mata, sebuah protes kepada Mirawati sangat keras. "Kamu seharusnya memahami perasaan, aku tidak suka melihat kamu melayani Kenjo," lalu aku memeluk dia sangat erat.
Mirawati marah menampar mukaku.
Harris menengadahkan wajah saat berhenti bicara. Matanya melihat ke atas seperti sedang mengingat sesuatu yang jauh dijangkau.
"Cerita mimpimu tidak ada yang luar biasa," komentar Yanto, memperlihatkan minatnya sedang tidak
baik. Tapi dibalik itu dia mencemo'oh Harris sebagai karyawan yang tidak tahu diuntung.
"Orang gemar membicarakan mimpi seperti itu tandanya orang yang kurang ajar... ," Yanto menatap muka Harris. Dia menuduh mimpi itu cuma khayalan Harris.. Khayalan seorang karyawan yang mendambakan hubungan dengan pemilik perusahaan, "Karyawan ini kurang ajar namanya."
Harris menundukkan mukanya, menatap Yanto dengan bola mata berbinar dan nafas mendengus, hatinya merasa disinggung oleh kata-kata Yanto.
Melihat Harris sedang tersinggung Yanto menyadari gelagatnya. Lalu bicara meneduhkan suasana.
"Sudahlah, kamu tunggu di sini. Aku mau menghadap ibu supervisor," ujar Yanto tidak sabar ingin melanjutkan langkah kakinya pergi menghadap Sunny.
"Beneran, ya?!" Sahut Harris, melihat Yanto mengangguk. Kemudian Harris menarik nafas, dia bisa merasakan suasana hatinya seperti semula.
Yanto menghadap Sunny tidak lama, dalam hitungan kedip mata Harris melihat Yanto sudah nampak datang lagi.
"Menghadap supervisor kok sebentar?"
"Iya," sahut Yanto.
"Disuruh mengerjakan apa?" Tanya Harris.
"Aku disuruh memperbaiki absensi," Yanto tersenyum, "Banyak absen belum aku paraf.
Tiba-tiba Harris mengubah topik pembicaraan, dia kagum melihat Jeanni mengenakan kaos berwarna putih depannya bergambar artis Jandoet, dibalut dengan jacket Levi's, bawahan celana panjang dengan bahan sama dengan jacket.
Model rambutnya sederhana, tapi kacamata hitam yang dipakai membuat dia terlihat cantik.
Jeanni berjalan beriringan dengan Kenjo.
"Lihat tuh, Kenjo bersama perempuan cantik," Harris menyeringai berkata kepada Yanto.
Rasa nyaman terbesit di wajah Harris. Kenjo sudah punya wanita dan tidak mungkin akan mendekati Mirawati.
Ketika Kenjo dengan Jeanni berjalan menghampiri ruangan kerja Yanto, nampak Harris menunduk, menunjukkan rasa penyesalan kepada Kenjo. Tapi dia tidak berani bicara kecuali bicara dalam hati. "Aku harus minta maaf karena selama ini telah salah menilai kamu, Kenjo."
Jeanni, Harris dan Yanto saling memandang satu sama lain ketika Kenjo memperkenalan Jeanni masih singel. Maksud kedatangannya untuk bertemu Sunny.
" Ibu Sunny sudah lama datang, dia ada di ruangan kerjanya," kata Yanto.
"Ibu Mirawati juga sudah ada kalau mau bertemu dengan dia saya bisa antar..." Harris mengedipkan mata kepada Jeanni.
Dengan cepat Jeanni mengalihkan pandangannya dan melihat ke Kenjo, matanya tajam menatap muka Kenjo. Dia menunjukan rasa tidak suka atas perlakuan genit Harris tadi.
Kenjo tersenyum, seperti permintaan maaf. ****