Jandoet memutuskan tidak akan memakai tarif artisnya, setelah mendengar Kenjo sebagai anggota tim promosi hotel kita. Keputusannya ini dimaksudkan sebagai dukungan serius kepada seorang kawan. "Walaupun begitu harus ada perjanjian kontrak sebagai pedoman menjalankan kerjasama," kata Jandoet kepada Jeanni manajernya. "Apalagi kerjasama ini akan berjalan selama tiga bulan."
Mendengar kerjasama tiga bulan, Jeanni merasakan simpatik tumbuh dalam hatinya. Dia sungguh merasa simpatik pada Kenjo, sampai berulang matanya melihat ke arah Kenjo yang saat itu sedang duduk menikmati secangkir kopi di ruangan makan.
Jandoet masih berbicara dengan Jeanni manajernya, "Sebaiknya kamu segera urus perjanjian kontraknya, termasuk jadwal pentas setiap bulan."
Jeanni menarik nafas panjang beberapa kali untuk menenangkan dirinya sendiri sebelum berbicara dengan Kenjo, dia tidak ingin sikap berbeda pendapat yang sering terjadi muncul mengganggu pembicaraan serius.
Mata Jandoet memperhatikan Kenjo yang sedang duduk menikmati kopi, sementara mulutnya bicara kepada Jeanni yang ada di hadapannya. Jandoet menelan ludah diam-diam ketika dia melihat Kenjo nikmat menyeruput kopi beberapa kali. Dan menjadi sepontan dia menyuruh Jeanni memanggil pembantu rumah untuk dibuatkan kopi.
Melihat Jeanni beranjak dan jalan melenggok ke dapur Jandoet menghembuskan nafas lega membayangkan secangkir kopi dihantar pembantu rumah.
Dalam lima menit, kopi yang dipesan dihantar Jeanni. "Pembantunya sedang sibuk memasak, jadi aku yang bawa kopi ini," kata Jeanni suaranya sengaja agak keras supaya didengar oleh Kenjo. Dan dia hafal Kenjo akan selalu datang mendekati setelah mendengar suaranya.
Ketika telinganya mendengar suara Jeanni sambil menyeruput kopi Kenjo melirik melihat Jeanni sedang menyerahkan cangkir kopi kepada Jandoet. Segera dia bergabung, meletakan cangkir kopinya di atas meja dan duduk di sebelah kursi tempat duduk Jeanni.
Mereka bertiga saling bicara tentang kepastian kontrak artis.
"Mengingat ini proyek Kenjo juga, kamu jangan bilang tarif aku berapa. Tapi kamu tanyakan saja, berapa anggaran yang disediakan panitia untuk artis," kata Jandoet seperti sebuah tugas kepada Jeanni.
Kenjo sangat gembira tapi dia belum bisa menjelaskan besarnya budget untuk artis yang dianggarkan oleh tim panitia. "Hehe, begini saja, besok kamu ikut dengan saya ke hotel kita, menjumpai ibu Mirawati atau ibu Sunny," ujar Kenjo kepada Jeanni.
Jeanni agak bingung kalau dia harus pergi ke hotel kita itu. Tapi setelah menerima saran Jandoet, dan setelah lama berpikir akhirnya dia mengatakan siap untuk menemui Mirawati.
***
Hari ini banyak rencana yang akan dikerjakan Mirawati. Pagi-pagi dia sudah berada di ruang kerjanya. Sejak dalam perjalanan Harris selalu melempar pandang pada Mirawati, di ruangan kerja pandangan Harris sudah semakin dalam, dia menemukan bahwa Mirawati sedang memikirkan Kenjo.
Sambil menatapnya beberapa saat, Harris mendengus, mendekat dan memegang tangan Mirawati yang sedang duduk.
Harris melihat kecantikan Mirawati, kulitnya mulus.
"Mau apa? Tidak, lepaskan aku!" Mirawati mencoba menarik tangannya, tapi yang dia rasa tangan Harris terlalu kuat.
Saat Mirawati sedang meronta, mata Harris menelusuri keindahan lekuk tubuh Mirawati.
"Lepaskan!" Mirawati menggeliat meronta.
Tapi dengan cepat Harris menarik ke dua tangan Mirawati hingga wajahnya berdekatan.
"Huh... " Mirawati mendengus, melihat wajah Harris berjarak beberapa sentimeter.
"Emmmm" Harris berhasil mencium bibir Mirawati.
Ini bukan perbuatan kurang ajar.
Harris menjadi gelap mata. "Kamu seharusnya memahami perasaanku, aku tidak suka kamu melayani Kenjo," ujarnya, menarik tubuh Wirawati hingga menempel ke tubuhnya.
Plakkk! Mirawati menampar muka Harris. Lelaki itu tertegun dan membuka matanya.
"Kamu jangan bermimpi untuk mendapatkan saya!" hardik Mirawati.
Harris membuka matanya, mendengar suara Mirawati berteriak, "Bangun! Bangun! Kamu jangan tidur di dalam mobil!". Dan dia terkejut. "Astaga naga?!" Harris celingak-celinguk. "Rupanya aku bermimpi," melihat ke luar ada Mirawati mengetuk kaca pintu mobil berulang-ulang. Kemudia buru-buru dia membuka pintu mobil.
Mirawati masuk ke dalam mobil, setelah merasa enak duduk dia bicara, "Tumben kamu tidur di mobil."
"Iya, Bu. Ngantuk tadi malam tidak tidur," sahut Harris, lalu menarik nafas lega.
Tangan Harris menghidupkan mobil dari kunci kontaknya.
Sebelum menjalankan mobilnya, lewat kaca spion dalam kedua matanya melihat Mirawati. Tersenyum sejenak, lalu bertanya. "Ke kantor lagi, apa langsung pulang, Bu?"
"Kantor lagi, saya belum membuat tugas buat Sunny besok," jawab Mirawati.
Dan mobil segera dijalankan Harris, mata Harris melotot melihat kecantikan Mirawati dari spion. ****