Chereads / Kamar Hotel.. / Chapter 14 - Kartu Breakfast

Chapter 14 - Kartu Breakfast

Kepala Yanto mendongak, mata nya melihat ke arah jam dinding. Dia menghitung waktu dengan semangat, kemudian semangat berkurang setelah mengetahui jam kerja dia masih panjang.

Yanto berjalan melihat ke ruangan kantor ada Sunny sedang bicara dengan chef.

Kembali ke tempat dia kerja, ada Johari sedang mencari Yanto karena membutuhkan sesuatu.

Yanto segera menghampiri. "Ada apa, Pak?" Tanya Yanto.

"Begini mas Yanto, rombongan kami semua 12 orang. 6 orang mendapat jatah breakfast, 6 orang tidak dapat. Maksud saya apa bisa 6 orang ini ikut breakfast?" Tanya Johari.

Alis Yanto berkerut, dengan berbagai penilaian di benaknya dia menatap muka Johari. "Keinginan orang ini ada-ada saja," pikir Yanto.

"Tapi kami akan membayar, mas. Masalahnya bila 6 orang breakfast di sini, 6 orang lagi breakfast di warung Tegal bisa menjadi kecemburuan sosial," kemudian Johari memohon-mohon supaya Yanto bisa membantu persoalan yang akan dihadapi.

Yanto menarik nafas panjang, setelah itu dia bicara. "Begini, pak. Saya akan berusaha membantu dengan mengajukan dulu ke kantor, mudah-mudahan disetujui ajuan nya oleh ibu Sunny."

Johari ketua rombongan terdiam, tapi sorot mata nya menunjukan dia tidak bersabar. "Wakh, lama kalau harus menunggu persetujuan ibu Sunny," ujar Johari.

"Kalau ingin cepat, silahkan bicara langsung sendiri kepada ibu Sunny," sahut Yanto.

Johari terdiam.

"Saya hanya karyawan, menjalankan tugas harian yang sudah dibuat oleh pimpinan. Kalau ada persoalan yang luar biasa saya laporkan dulu kepada pimpinan..," ujar Yanto lagi.

Johari masih terdiam.

Yanto masih punya minat memberi penjelasan karena dia ingin menjaga citra hotel.

Dari arah pintu lip datang dua orang berjalan mendekati Johari. Mereka kawan-kawan Johari datang buat protes minta tambahan kamar, " Satu kamar empat orang tidak nyaman," ujarnya.

Johari menatap muka dua orang itu.

"Kalau masih ada kamar kosong, saya minta tambah kamar," kata kawan Johari, merajuk tidak mau tahu apa kesulitan Johari sebagai ketua.

Yanto tersenyum mendengar pembicaraan Johari dengan dua orang kawannya itu. Sekarang dia paham mengapa Johari bertahan satu kamar untuk 4 orang, ternyata dia ingin mendapat sisa dari biaya yang dibawa. Desakan dua orang itu membuat Johari tak bisa berkelit, lalu dengan malas dia bertanya kepada Yanto. "Apa masih ada kamar kosong?"

"Ada, pak," jawab Yanto, "Apa bapak ingin tambah kamar?"

Seharusnya Johari langsung menjawab pertanyaan Yanto, karena sudah jelas anggota rombongan protes minta tambah kamar. Mengapa dia kelihatan lambat ambil keputusan? Dua orang itu saling berbisik penuh curiga.

Johari berpendapat lain, meskipun menambah kamar tetap masih ada yang tidak memiliki kartu breakfast.

Yanto seperti bisa membaca apa yang sedang dipikirkan oleh Johari, "Kalau bapak tambah dua kamar lagi, berarti dua orang yang tidak menerima kartu breakfast.. saya bisa usahakan dua orang dapat kartu breakfast tanpa harus."

"Beneran nih?" Johari ingin memastikan kata-kata Yanto bisa dipercaya.

"Ya, kalau bapak nambah kamar saya bisa serahkan kartu breakfast sekarang," sahut Yanto.

"Kalau semua bisa breakfast itu adil namanya," kawan Johari ikut bicara. "Kami tambah dua kamar lagi," ujarnya kepada Yanto, saat itu Johari membelalakkan mata nya.

Yanto tersenyum melihat Johari mulai akan menyetujui permintaan dari dua orang kawan nya itu.

Kemudian dengan suara pelan Johari bicara, "Baiklah kita tambah kamar, hanya satu kamar, tidak dua!" Sambil menoleh kepada dua orang kawannya itu.

Dua orang itu ingin menolak keputusan Johari menanggapi usulannya. Tetapi setelah melihat Yanto mengambil kunci kamar nomor 30 dan akan menyerahkan kepada Johari langsung dua orang itu saling berburu kunci.

"Ingat ya, dengan menambah kamar lagi berarti satu kamar untuk bertiga," ujar Johari, menggelengkan kepala melihat dua orang itu pergi sambil masing-masing ingin membawa kunci.

"Ini kartu breakfast nya," Yanto menyerahkan tambahan kartu kepada Johari.

"Terimakasih," kata Johari, sebentar wajahnya nampak cerah, berjalan menyusul dua orang menuju pintu lip.

Belum ada tanda-tanda Sunny akan segera pulang. Pekerjaan hari ini sangat sarat, Yanto melihat Sunny sebagai wanita luar biasa. Yanto sangat kagum.

Sejak diterima masuk kerja dia sudah kagum kepada Sunny dan Mirawati. Dua orang wanita luar biasa dalam manajemen hotel kita.

Kedua mata Yanto tak berkedip melihat Kenjo datang dan minta bertemu dengan Sunny.

"Ingin bertemu dengan ibu Sunny?" Yanto merasa heran. "Bapak tunggu di ruang loby, saya akan memberi tahu ibu Sunny," dengan cepat berjalan menuju ruang kerja Sunny. Dia paham mengapa Sunny belum pulang.

Muka Kenjo terlihat tegang, duduk di sebuah sofa dengan dada berdebar. Sebelum paham tujuan undangan Sunny sepertinya Kenjo belum bisa tenang. Dia mencoba menenangkan perasaan dengan merokok, namun sudah menghabiskan lima batang rokok dia masih merasakan debaran di dada nya.

Perasaan lain yang dia alami, berdebar-debar seperti orang menunggu penyerahan hadiah lotre, waktu lima menit terasa seperti berjam-jam menunggu. Dari yang sedang dialaminya sekarang dia berjanji untuk tidak membuat orang menunggu.

Mata Kenjo mengamati keliling penjuru ruangan loby, beberapa saat dia menghela nafas. Saat pandangan mata melihat Sunny datang dia seperti tersadar dan kagum.

"Maaf ya, sudah membuat kamu menunggu," ujar Sunny dengan senyum terkembang.

Kenjo beranjak dari sofa, menyambut tangan Sunny mengajak bersalaman. Setelah bersalaman ke dua nya tidak segera duduk, Sunny berpikir jika berbicara di loby rencana bisa gagal.

"Kita bicara nya di dalam yuk. Di sini terlalu ramai," Sunny mengajak Kenjo berjalan menuju ruangan kerja nya.

Yanto memperhatikan Kenjo berjalan di belakang Sunny, muncul beragam pertanyaan dalam kepala nya. Namun karena tidak mendapat pengaruh pikiran Harris dia bisa mengabaikan semua pertanyaan yang ada dalam kepala nya. Yanto memandang positif keberadaan Kenjo di hotel kita sebagai tamu undangan Sunny.

Tetapi rasa ingin tahu urusan oranglain hinggap pada Yanto. Selama Sunny dengan Kenjo berada dalam ruangan kerja, setiap lima belas menit dia mencuri dengar pembicaraan dari luar pintu. ****