Sunny, sangat santun bicara. Ketua rombongan ilmuwan dari daerah itu selalu menyanjung kepandaian dan kecantikan Sunny. Terutama setelah mendapat dispensasi empat orang menginap dalam satu kamar. "Untuk kami yang penting bisa tidur, urusan breakfast itu nomor dua...," ujar ketua rombongan.
Sunny tersenyum melihat keputusannya telah membuat orang bahagia. Tatanan bisnis yang dibangun oleh manajemen terpaksa dilanggar oleh sebuah kebijakan. 1 kamar hotel untuk 4 orang.
Yanto datang mau menyampaikan sudah menghubungi nomor telepon Jandoet, kemudian Yanto menyerahkan kartu nama Jandoet kepada Sunny. "Sudah saya hubungi, Bu," ujar Yanto, "Kata wanita yang menerima telepon akan segera menyampaikan kepada Kenjo."
Wanita? Sunny tersentak ada keraguan, pesan bisa tidak segera sampai kepada Kenjo. Sunny menghela nafas sambil meraih kartu nama yang disodorkan Yanto. "Kamu tanya siapa wanita itu?"
"Tidak, Bu," sahut Yanto.
Sunny berpikir sebentar, lalu mengucapkan terimakasih kepada Yanto. "Semoga saja nanti malam dia bisa hadir," ujar Sunny.
Yanto terkejut, menyadari dia telah melakukan kesalahan. "Tapi, Bu," kata Yanto gusar.
"Tapi apa?" Tanya Sunny
"Saya bilang kepada penerima telepon itu besok Kenjo diminta datang. Bukan nanti malam," Yanto menyadari kesalahan bicara sambil menunduk.
Sunny tidak bicara, tatapan mata nya tetap menyejukkan. Menghela nafas setelah itu nampak dia tersenyum.
Yanto mengangkat wajahnya, melihat senyum Sunny terasa menyejukkan. Dia segera bicara memperbaiki kesalahan yang terjadi. "Kalau begitu akan saya telepon lagi."
"Jangan...," kata Sunny. Dia akan menelpon sendiri buat mencari tahu siapa wanita yang menerima saat Yanto menelpon. "Sekarang kamu layani bapak ketua rombongan ini check-in."
Ketua rombongan mendekatkan kepala bicara pelan kepada Yanto. "Kami mengucapkan terimakasih juga kepada Yanto."
Yanto menengok heran, muka ketua rombongan kelihatan berseri.
"Kenapa mengucapkan terimakasih kepada aku?" Tanya Yanto.
Sunny bicara soal mengeluarka dispensasi, ketua rombongan sudah diberi dispensasi. "1 kamar boleh untuk 4 orang."
"Oh begitu, Bu?" Yanto kelihatan seperti keberatan dengan keputusan Sunny 1 kamar boleh untuk 4 orang.
"Tapi tidak ada tambahan fasilitas tempat tidur," kata Sunny kepada ketua rombongan.
"Tidak menjadi soal....tidak menjadi soal. Yang penting kami bisa istirahat sampai besok," ujar ketua rombongan, rasa gembira yang memuncak bisa dilihat dari ekspresi wajah nya. Dia bersalaman dengan Sunny dan Yanto, setelah itu meninggalkan ruangan.
"Ikuti saja. Pada prakteknya nanti mereka tidak suka 1 kamar hotel di isi 4 orang. Mereka akan berunding lagi dan akhirnya 1 kamar di isi 3 orang," Ujar Sunny memprediksi.
"Baik,Bu," sahut Yanto.
"Tetapi fasilitas layanan tidak berubah, breakfast jatah 2 untuk 1 kamar." Kata Sunny sebelum Yanto pergi, "Usahakan semua kamar untuk mereka di lantai dua."
"Siap, Bu," sahut Yanto.Kemudian pergi.
Setelah dilakukan registrasi diketahui ketua rombongan itu bernama Johari.
"Kamarnya nomor 18, 19 dan 28 di lantai dua. Ini kunci nya," kata Yanto menyerahkan kunci kepada Johari ketua rombongan.
***
"Brengsek!" Seru Jeanni mendengar suara telepon berdering. Kesal karena baru meletakan gagang mictelepon ke tempatnya, lima menit kemudian telepon berdering lagi.
Dengan kasar Jeanni mengangkat gagang mic telepon itu.
"Halo?," Mata Jeanni terbelalak, kaget mendengar suara wanita dalam telepon. "Betul, di sini kediaman Jandoet.... ibu mau bicara dengan siapa? Okh...baik Bu. Nanti saya sampaikan, sekarang Kenjo sedang ke luar rumah dengan Jandoet," setelah itu gagang mictelepon kembali diletakan ke tempat nya.
Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Jeanni segera berjalan, membuka pintu rumah. Dilihatnya Jandoet bersama Kenjo ke luar dari mobil.
"Hotel kita tadi nelpon lagi," ujar Jeanni kepada Kenjo. "Kamu diminta datang nanti malam."
"Katanya besok?," sahut Kenjo.
"Mereka meralat.. alasannya penelpon yang pertama tidak konfirmasi jadwal terlebih dahulu," ujar Jeanni. Kemudian menjelaskan penelpon tadi adalah wanita.
"Wanita?" Jandoet heran, ditatapnya muka Kenjo. "Gila bener, baru satu Minggu kamu di kota sudah ada penggemar," gurau Jandoet.
Kenjo tersipu malu, sementara benaknya menterka-terka penasaran siapa wanita penelpon tadi.
"Apa wanita penelpon tadi menyebutkan nama nya?" Tanya Kenjo kepada Jeanni.
"Iya, namanya Sunny..pengakuannya sih dia supervisor hotel kita," jawab Jeanni.
Benak Kenjo mengingat kembali saat-saat bicara dengan Sunny. Dompet nya yang tertinggal diamankan hingga dia datang mencari.
"Supervisor hotel menelpon kamu?" Tanya Jandoet dengan muka gembira, dia menilai ada sesuatu yang menggembirakan akan dialami Kenjo.
"Sepertinya kamu mau dikasih pekerjaan," ujar Jandoet.
"Aamiin, kalau itu terjadi," sahut Kenjo.
"Tapi jangan lupa, semua itu ada peran serta aku... kamu harus kasih aku komisi," Jeanni nimbrung pembicaraan Jandoet dengan Kenjo.
Kenjo dengan Jandoet terkejut mendengar perkataan tadi, lalu memalingkan muka ke arah Jeanni.
"Peran serta belum cukup. Tambah dengan doa, baru ada komisi," kata Kenjo disertai gurau.
"Memang harus begitu," Jandoet seperti bersepakat dengan kata-kata Kenjo tadi. Mengingatkan kepada kawan dan manajer nya supaya paham mana yang penting, peran serta atau doa?
"Iiiikh, sebel!" Seru Jeanni, melihat Jandoet mulai banyak bicara. Dengan muka cemberut dia menjauh dari Jandoet dengan Kenjo. Buru-buru masuk ke dalam rumah.****