Melihat Sunny datang Yanto menunda niatnya buat menghindar dar Kenjo. Namun perasaannya masih cemas bila tidak memperhatikan Sunny dengan Kenjo.
Yanto menghentikan langkah, melihat ke arah Sunny sedang mengulurkan tangannya buat bersalaman dengan Kenjo.
Setelah bersalaman keduanya berpindah tempat duduk, terlihat seperti melakukan pembicaraan serius.
"Syukur bapak datang mau mengambil dompet yang tertinggal, bila tidak kami bingung kemana akan mengantar dompet ini," kata Sunny sambil menyerahkan dompet kepada Kenjo.
"Terimakasih," sahut Kenjo dengan wajah riang-gembira. Saat menerima dompetnya itu sesekali dia tempelkan
ke mulutnya.Dia ekspresikan semua rasa gembira.
Sunny tersenyum, senang sudah membuat Kenjo gembira.
Sementara itu Yanto menarik nafas lega, dia bisa segera pergi menghindar, "Aku harus buru-buru menjauh dari mereka," pikir Yanto menjauh dari Sunny dengan Kenjo bisa menyimpan rahasia berdua Harris. Kemudian detik itu juga Yanto mengayunkan langkahnya meninggalkan ruang loby, dia ingin menemui Harris membicarakan langkah-langkah yang harus ditempuh buat pengajuan kredit kendaraan.
Kenjo memasukan dompet ke dalam saku belakang celana. Kemudian berpamitan karena sudah tidak punya kepentingan lagi. "Sekarang, saya pamitan. Sekali lagi saya mengucapkan terimakasih kepada semua karyawan hotel ini karena telah menyimpan dompet saya yang ketinggalan," kata Kenjo.
"Sama-sama," sahut Sunny, melihat Kenjo sedang beranjak berdiri dari tempat duduk dia pun mengikuti berdiri. " Saya suka ngobrol dengan bapak, kalau ada waktu kita ngobrol lagi di sini."
Kenjo tersenyum mendengar ajakan Sunny mengobrol lagi dilain waktu. Dia merasa mendapat perlakuan spesial dari supervisor hotel itu. "Apa mungkin ada orang datang ke hotel tidak menginap tapi hanya mau ngobrol di ruangan ini?" Tanya Kenjo.
Sunny tersenyum, "Mungkin... Sangat mungkin," jawabnya.
Kenjo tertegun sejenak, dia merasa mendapat pengetahuan baru dari Sunny, mengunjungi hotel tidak berarti harus menginap. "Suatu saat saya akan melakukan," katanya dalam hati, saat itu tiba-tiba benaknya teringat wanita pengantar teko ke kamar nomor 19 yang wajahnya sama persis dengan wajah Mirawati.
Kenjo mengulurkan tangan mengajak Sunny bersalaman, setelah itu dia pergi dengan hati gembira menuju sebuah mobil yang diparkir di halaman hotel.
Senyum Sunny terkembang, mata nya tak lepas memandangi Kenjo berjalan. Hati Sunny gembira, dia merasa sudah memulai mengerjakan tugas dengan mendapat kartu nama Jandoet dari Kenjo.
Setelah Kenjo masuk ke dalam mobil, Sunny pun pergi meninggalkan ruang loby, berjalan menuju ruang kerjanya.
***
Di ruangan kerja Mirawati, Harris sedang membelalakkan mata mendengar Yanto bicara bisik-bisik. Sesekali mata Harris melirik ke arah Mirawati yang sedang membaca lembaran kertas kerja. Harris takut ucapan Yanto terdengar oleh Mirawati.
"Saya melihat Sunny sedang pertemuan dengan Kenjo," bisik Yanto. Lalu bisiknya lagi, "Dilihat dari cara mereka bicara seperti sedang melakukan penyelidikkan."
"Jangan di sini bicara nya," ujar Harris pelan, sambil menempelkan telunjuk ke mulut.
Yanto tertegun, melihat raut muka Harris merah.
"Kita bicara di luar saja," kata Harris," Kalau bicara di sini nanti ibu Mirawati dengar." Lalu Harris mengajak Yanto ke luar ruangan supaya leluasa pembicaraannya.
"Kamu melihat Sunny dengan lelaki bernama Kenjo itu dimana?" Tanya Harris, tatapan matanya memperlihatkan dia mulai gusar.
"Di ruangan loby," jawab Yanto. "Dia datang sendiri dan duduk di ruangan loby, tidak lama kemudian muncul Sunny bersama anak buah menemui."
Pikiran Harris menerka jauh bersamaan hatinya yang cemas. "Kira-kira apa yang mereka bicarakan?" Tanya Harris yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Yanto.
Harris merenung, lambat laun kebohongan dan cemburu bila Mirawati bertemu Kenjo akan terungkap juga. Kemudian menarik nafas dalam-dalam, bicara mengeluh, "Apa pun resiko dari perkataan bohong harus kita hadapi."
"Perbuatan bohong?!" Yanto terkejut, "Saya pikir yang saya sampaikan kepada Kenjo atas perintah ibu Mirawati," keluhnya penuh penyesalan.
Harris meminta Yanto jangan menyesal, selama orang lain belum tahu tidak boleh menyesal. "Berbohong adalah buat meraih suatu tujuan, bila orang mengetahui kamu pembohong dan melakukan protes keras barulah kamu boleh menyesal."
Yanto tersadar bahwa dia tidak satu paham dengan Harris. "Menyesali perbuatan salah sebelum orang lain mengetahui perbuatan salah itu adalah sikap yang baik."
"Ya, ya. Aku juga paham! Jangan menggurui aku!" Harris tersinggung.
Yanto terdiam bingung, membohongi tamu hotel kamar nomor 19 ternyata gagasan Harris. Dia baru paham sekarang kalau dirinya telah masuk ke dalam lingkaran permainan Harris. Nyali Yanto jadi ciut, takut suatu saat Mirawati tahu dan memberi hukuman.
Harris tersenyum, melihat Yanto menjadi diam. Dia paham Yanto sedang dibayangi rasa takut yang luar biasa. Kemudian berkata menghibur. "Sekarang kita bicara soal kredit kendaraan saja, mana berkas-berkas pengajuan punya kamu?" Ujar Harris.
Tapi Yanto tidak begitu gembira karena harapannya sudah terbagi dua, sebelah diisi oleh harapan, sebelahnya lagi diisi takut. "Kalau permohonan kredit dikabulkan aku bersyukur, seandainya tidak dikabulkan juga tidak menjadi soal buat aku," kata Yanto tidak bersemangat sambil menyerahkan mapkertas berisi berkas data pribadi pemohon kredit.
Harris menerima mapkertas dari Yanto, setelah itu dia meminta Yanto menemui Sunny di ruang kerjanya. "Sekarang kamu temui Sunny di ruang kerjanya, kalau tidak ada kamu cari dia di ruang informasi dan pelayanan...nanti aku menyusul," ujar Harris kemudian dia masuk lagi ke ruangan tempat kerja Mirawati.
***
Sunny baru selesai menyimpan kartu nama Jandoet pemberian Kenjo tadi ke folder kartu nama. Folder itu kelihatan sudah sarat dengan kartu nama dari relasi hotel dan bisnis. Sunny tersenyum, kata-kata Kenjo saat menyerahkan kartu nama terngiang di telinga, "Sementara saya tinggal di rumah Jandoet. Ini kartu namanya, untuk kamu."
Kemudian Sunny berencana. Bila meeting lagi dengan Mirawati, Agung Sutalaksono dan Harris, dia akan mengabarkan sudah mendapatkan alamat Jandoet dan kawannya. Dia membayangkan Agung akan memberi apresiasi, sebagai supervisor terbaik.
Bersama imajinasinya Sunny tersenyum, namun sebentar kemudian dia dikejutkan oleh suara pintu dibuka oleh Harris dan Yanto.
Sunny menoleh ke arah pintu, dilihatnya Harris bersama Yanto tersenyum. Sorot mata nya memancarkan kecurigaan.****