Sunny membuka pintu ruangan kerja Mirawati, melihat Harris wajah nya seperti memendam perasaan sedang berbicara dengan seorang lelaki berpenampilan necis. Harris dengan lelaki itu duduk berhadapan tempatnya tak jauh dari Mirawati duduk.
Lelaki itu bernama Agung Sutalaksono, dia memberi senyum dan matanya genit melihat kehadiran Sunny.
Sunny lalu melangkah perlahan karena melihat Mirawati melambaikan tangan minta supaya duduk di sebelahnya. "Sunny, di sini...duduknya di sini," ujar Mirawati sambil tepuk-tepuk kursi di sebelahnya.
Sunny menghampiri Mirawati dan duduk disebelahnya. Tak lama kemudian terdengar Mirawati memperkenalkan Sunny kepada Agung Sutalaksono.
"Wanita cantik ini namanya Sunny, supervisor di hotel kami," kata Mirawati kepada Agung Sutalaksono, Sunny tertunduk malu bukan karena diperkenalkan, tapi karena mata lelaki bernama Agung Sutalaksono itu memandang terus curi-curi genit. "Dasar mata lelaki!" Sunny mengumpat dalam hati.
"Hari ini sengaja Saya mengundang Agung hadir, rencana manajemen ke depan ingin meningkatkan jumlah pengunjung hotel," Mirawati menjelaskan tujuan dari pertemuan ini yang dianggap mendadak oleh Harris dan Sunny.
"Juga buat meningkatkan prestise hotel," Agung menambahkan kata-kata Mirawati, sesudah itu dia tertawa kecil. Katanya, tawa nya tadi boleh diartikan sebagai dukungan buat memuluskan rencana Mirawati supaya apa yang direncanakannya itu bisa segera terlaksana.
"Usaha sekarang harus serba cepat, tidak boleh lambat jika tidak ingin tersaingi," Agung Sutalaksono bicara serius.
Harris mulai paham hadirnya Agung dengan jelas, dia membuang sikap curiga. Tidak lagi menilai kedatangan Agung hanya untuk menggoda Mirawati.
"Hotel ini perlu prestise, agar orang yang menginap mendapat nilai prestise," Mirawati seperti sedang mengungkap sebuah visi usaha hotel yang dibuat oleh almarhum suaminya dulu. "Untuk bisa prestise kita perlu mengadakan event yang melibatkan orang terkenal."
"Siapa orang terkenal yang akan dilibatkan?" Agung Sutalaksono penasaran bertanya kepada Mirawati."Orang terkenal di kota ini cukup banyak, salah memakai bisa berakibat fatal bagi perusahaan," ujar Agung.
"Bila tidak berubah dengan keinginan Bu Mirawati, direncanakan orang terkenalnya artis penyanyi..." Harris mencoba mengungkap keinginan Mirawati yang pernah didengar sebelum pertemuan ini.
"Siapa namanya?" Tanya Agung lagi.
"Jandoet," jawab Harris ragu-ragu karena dilihatnya Mirawati seperti tidak merespon.
"Jandoet!??" Agung terkejut, matanya terbelalak dia tidak mempercayai ucapan Harris.
"Iya, Jandoet... ," Mirawati kemudian memperkuat ucapan Harris.
Tapi Agung masih dengan pikiran belum percaya, Jandoet mimiliki tarif yang cukup mahal. Dia belum yakin bila perusahaan milik Mirawati mau mengeluarkan biaya cukup besar untuk artis.
"Apa manajemen hotel ini sudah tahu tarif memakai jasa penyanyi Jandoet?" Tanya Agung. "Mahal. Dan penyanyi itu tidak mau ditawar," Agung mengingat pengalaman yang mengecewakan ketika membantu relasinya membuat event.
"Tidak semua punya pengalaman sama," kata Mirawati. "Pada orang lain mahal, mungkin kepada kita bisa murah." Mendengar penjelasan Mirawati perasaan Agung semakin bingung.
Tapi setelah panjang lebar Mirawati menyampaikan pengakuan kelihatan Agung bisa tersenyum kagum." Wakh hebat, ibu Mirawati berkawan dengan sahabatnya Jandoet pasti dapat harga murah."
Sunny mengerti siapa yang dimaksud dengan sahabatnya Jandoet, tapi dia menjadi kaget ternyata sahabat Jandoet kawannya Mirawati. " Jadi Kenjo itu kawan Bu Mirawati !?" Sunny melirik kepada Mirawati, kemudian mengamati Harris dan teringat sikap Harris yang menjengkelkan.
Sementara Agung Sutalaksono masih mengagumi sebuah kenyataan, "Bagus, bagus. Jandoet dan sahabatnya itu sudah mengunjungi hotel ini. Saya rasa semua rencana akan berjalan lancar.. ."
Pertemuan di ruangan kerja Mirawati itu telah membuat sebuah perencanaan. Dan dengan optimis nya, Sunny melihat Mirawati, majikannya itu, dalam beberapa bulan kedepan dapat bertambah sukses.
Sebelum meninggalkan ruangan Sunny membuat beberapa catatan kesimpulan pertemuan itu. Dan tugas baru diantaranya mencari tahu alamat tempat tinggal Kenjo.
Sunny menyanggupi, dia mengerti semua itu demi tercapainya kemajuan perusahaan walau waktu yang dibutuhkan untuk itu perlu waktu yang cukup lama.
***
Karyawan hotel bagian informasi dan pelayanan itu mendadak gembira. Mereka banyak bertanya soal Jandoet kepada Kenjo yang datang mencari dompetnya yang tertinggal di kamar 19 beberapa hari lalu.
"Dompet bapak yang tertinggal ada disimpan, tapi bila ingin mengambilnya harus diketahui ibu Sunny," kata seorang karyawati, dia memperlihatkan dompet dari tempat penyimpanan kepada Kenjo. Setelah itu menyimpan kembali ketempat penyimpanan itu.
"Ibu Sunny nya, dimana?" Kenjo penasaran ingin segera memiliki dompetnya.
"Sedang rapat," sahut karyawati itu, " Sebentar lagi juga rapatnya selesai."
"Tunggu saja pak," bujuk karyawati itu melihat Kenjo mulai tidak sabar.
"Aturan di hotel ini tidak praktis!" Gerutu Kenjo, " Mau mengambil barang milik sendiri yang tertinggal saja harus menunggu supervisor. Bagaimana jika supervisor kerjanya besok, berarti saya harus kembali lagi besok?"
Beberapa karyawati yang ada di ruangan bagian informasi dan pelayanan terdiam, mereka paham bagaimana menghadapi tamu yang sedang gusar seperti Kenjo."Membisu seribu bahasa selama ibu Sunny belum datang," seorang karyawati berbisik kepada temannya.
"Saya mau nunggu di ruang loby, nanti bila supervisor datang kasih tahu, ya?" Kenjo kemudian berjalan pergi mencari tempat duduk ke ruang loby. Sedang kakinya melangkah Kenjo berpasan dengan Yanto. Karyawan hotel yang biasanya dinas malam itu hari ini harus datang beberapa jam lebih awal, selain itu akan menemui Harris buat mengurus persyaratan kredit kendaraan.
Yanto membungkukkan kepala sebagai tanda hormat setelah beberapa saat melihat Kenjo. Dan saat itu juga Kenjo teringat kepada seorang wanita yang menurut penjelasan Yanto bahwa wanita itu asisten chef bernama Ira. Sangat mirip dengan wajah Mirawati wanita kenalannya saat bertemu di dalam mobil bus.
Kenjo menghampiri Yanto ingin mengajaknya bicara, betapa terkejut Kenjo melihat Yanto sedang bersikap menjauhi.
Sedang otaknya tidak bisa memahami sikap Yanto tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran Sunny bersama kawan buat menyerahkan dompet yang tertinggal.
Kenjo tersenyum senang menatap muka Sunny dirasa tidak asing.***