Kenjo, nama panggilan sehari-hari nya. Lelaki berusia 23 tahun, berwajah tidak terlalu tampan. Nama lengkapnya Kakenjo Mamahi. Akan tetapi lebih senang dipanggil dengan nama Kenjo.
Sore itu Kenjo bermaksud berangkat ke kota, dengan membawa tas gendong, memakai jacket jeans yang sudah kusam, sama dengan warna celananya. Dia ke kota hendak mengadu nasib.
"Kamu tahu, kota tempat orang banyak mengadu nasib. Bila kamu ingin cepat berhasil dalam kehidupan pindahlah ke kota", ujar Jandoet beberapa waktu lalu kepada Kenjo. Masih terngiang di telinga Kenjo. " Waktu itu, bila aku tidak segera memilih hijrah ke kota mungkin sampai sekarang aku hanya menjadi penyanyi lokal, yang mencari uang dari panggung ke panggung pesta perkawinan di kampung", ujar Jandoet lagi, seperti membusungkan dada," Supaya tidak menjadi sampah di kota sebaiknya kalau mau hijrah ke kota punya keakhlian, seperti aku, punya keakhlian menyanyi ".
Setelah beberapa saat teringat dengan kata-kata Jandoet kemudian Kenjo tersenyum, "Aku datang menyusul, Jandoet ! ", ujar Kenjo dalam hati. Kakinya terus berjalan menuju jalanan beraspal yang dilalui banyak kendaraan umum.
Dengan nafas terengah-engah, setelah berjalan jauh Kenjo sampai di jalan beraspal itu. Sudah ada beberapa orang berdiri di pinggir jalan menunggu mobil bus. Kenjo mengajak bicara dengan salah seorang dari mereka. Dari pembicaraannya diketahui mereka sejak pagi menunggu mobil bus. " Kaki saya sudah terasa pegal dari pagi berdiri menunggu mobil bus tapi sampai sekarang belum ada mobil yang lewat", kata orang itu seperti sedang memperlihatkan harapan yang mulai pudar kepada Kenjo.
"Tetaplah bersabar, mungkin hari ini mobil bus yang melewati jalan ini sangat sedikit", sahut Kenjo kepada orang itu. Beberapa menit kemudian Kenjo dan orang itu melihat sebuah mobil bus datang dari arah Selatan, " Keberuntungan berpihak pada kamu ", kata orang itu. "Kamu tidak lama menunggu, mobil datang", katanya lagi.
Mobil bus berhenti di hadapan Kenjo, orang-orang yang merasa sudah lama menunggu dan orang yang berbicara dengan Kenjo tadi langsung naik dari pintu belakang. Kenjo naik dari pintu depan. Setelah itu, mobil bus berjalan kembali menuju kota sambil sebentar- sebentar berhenti manaikan penumpang.
Jalan menuju kota yang dilewati mobil bus itu sangat berkelok-kelok. Tiba-tiba mobil berhenti sangat mendadak, seorang wanita menyetop tadi dengan tiba-tiba.
Semua mata penumpang lelaki memandang ke arah wanita yang baru naik. Dari pakaian yang dipakai oleh wanita itu Kenjo dapat mengenali bahwa wanita itu seorang karyawati sebuah perusahaan.
Lima belas menit setelah menaikan penumpang wanita, mobil bus berhenti dan mogok. Karburator mobil bocor. Untuk mogok kali kedua tidak bisa diutak-atik, kerusakan karburator sudah sangat parah.
"Kenapa berhenti?", tanya seorang penumpang kepada kondektur mobil bus.
"Mogok, Pak", jawab kondektur suaranya terdengar tidak bersemangat, semua penumpang merespon jawaban dari kondektur itu dengan beragam reaksi. "Tapi jangan khawatir, semua penumpang tetap bisa sampai di kota tujuan", kondektur melanjutkan kata-katanya.
Bila penumpang mobil bus mengalami keterlambatan sampai di tempat tujuan, harap dimaklum. Mobil mogok adalah sebuah halangan yang tidak diinginkan oleh semua orang. Sopir dan kondektur kehilangan harapan untuk mendapat rejeki. Tetapi ada seorang penumpang yang tetap bereaksi keras, dia menuduh mobil mogok lalu penumpang dipindah ke mobil lain itu sebuah akal-akalan sopir dan kondekturnya.
Penumpang wanita tidak menunjukan kegelisahan, dia sangat berbeda dengan penumpang lainnya. Kemudian dia mengeluarkan telepon genggam dari dalam tasnya, dia menelpon minta dijemput, bila tidak segera dijemput dia akan terlambat datang ke tempat kerja.
"Posisi aku sekarang di daerah patok merah, tidak jauh dari batas kota", kata wanita itu seperti memberi informasi kepada lawan bicara nya di sana. Setelah berbicara dia berjalan ke luar mobil.
Kenjo memperhatikan wanita itu dengan sungguh-sungguh. Melihat wanita di luar mobil sedang berbicara dengan kondektur, dia segera ke luar, dia juga ingin bicara dengan kondektur itu sambil berharap ada kesempatan menyapa wanita.
"Mobil yang akan membawa kami semua kapan datang nya?", tanya Kenjo kepada kondektur bus, setelah itu dia menoleh sambil tersenyum ke arah wanita. Dia berharap wanita itu membalas senyumnya.
"Sebentar lagi mobilnya datang, tunggu saja dulu", sahut kondektur mobil bus, kemudian dia buru-buru menjauhi Kenjo dengan wanita itu, dia mendekati sopir yang memanggil.
Kenjo punya perhitungan, bila wanita membalas senyuman tandanya ada peluang untuk bicara dan berkenalan. Perhitungan itu tidak pernah meleset. Dia bisa bicara dengan wanita itu, dia berkenalan. Dari perkenalan Dia bisa tahu nama wanita itu Mirawati.
"Namaku, Kenjo".
"Kenjo?", tanya Mirawati sambil tersenyum.
"Iya, Kenjo".
"Mirip nama orang Jepang, apa kamu keturunan orang Jepang?", tanya Mirawati penasaran.
Kenjo tidak segera menjawab, dia beberapa saat tertawa.
"Saya tidak memaksa kamu untuk bicara tentang asal-muasal nama kamu itu", kata Mirawati, dia melihat seseorang yang menjemputnya sedang menstandarkan motor, lalu dengan kepala tertutup helm datang mendekati.
"Maaf sedikit terlambat", ujar orang itu kepada Mirawati.
"Tidak soal, yang penting kamu datang menjemput aku", sahut Mirawati, setelah itu dia bicara kepada Kenjo. Hati nya sangat senang berkenalan dengan Kenjo, dia percaya bila perkenalan mendapat restu dari Tuhan, pada kesempatan lain akan bertemu lagi.
"Kamu percaya kita nanti akan bertemu lagi?", tanya Kenjo.
Mirawati menganggukkan kepala, setelah itu dia berjalan menuju motor yang distandarkan depan mobil bus mogok.
Melihat Mirawati duduk di jok motor berboncengan, Kenjo tersenyum. Dia berharap suatu saat bisa seperti orang yang mengendarai motor itu, hati senang mengendarai motor berboncengan dengan seorang wanita sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggang sipengendara.
"Yang masih berada di dalam mobil segera turun!", tiba-tiba kondektur berseru, melihat mobil bus dari PO yang sama sudah hampir mendekat.
"Semua kumpul di sini, barang bawaannya jangan ada yang tertinggal !", seru kondektur itu lagi, kemudian dia menghampiri mobil bus yang baru datang itu. Berbicara kepada sopir, lalu bicara sambil menyerahkan sejumlah uang kepada kondekturnya. "Titip penumpang, sembilan orang", lalu dengan cepat menyuruh Kenjo dengan penumpang lainnya untuk masuk ke dalam mobil bus, karena tidak akan lama berhenti.
Jam menunjukan pukul 20.40, untuk sampai kota mobil yang dinaiki Kenjo masih memerlukan 50 menit perjalanan.Tetapi ketika memasuki batas kota mobil itu mogok. Setelah menurunkan seorang penumpang mesin mobil tiba-tiba mati. Distarter lagi tidak bisa...montir mobil segera memeriksa mesin, diketahui penyebab mogok karena accu mobil tidak berpungsi.
Para penumpang nampak mulai resah dan gelisah setelah mendapat penjelasan dari kondektur mobilnya mogok.
Kenjo duduk termenung di dalam mobil bus mogok. Dia sedang berpikir mobil bus yang dia naiki hari ini selalu mogok. Dia membuat kesimpulan bahwa kejadian-kejadian itu merupakan pertanda tidak baik. Kemudian hatinya mengatakan tidak akan meneruskan niatnya pergi ke kota. Dia berencana beristirahat di batas kota. Mencari hotel yang tarif kamarnya sedikit murah.
Kenjo segera ke luar, dia berjalan menelusuri jalan di batas kota, suasana sedikit gelap karena hari sudah memasuki malam.***