Sidang telah selesai dan Caroline dinyatakan tidak bersalah atas kesaksian Giana yang menyatakan dia melihat wanita itu terjatuh sendiri saat berjalan dengan sempoyongan di atas jembatan, tidak ada bukti yang cukup yang bisa jaksa penuntut berikan setelah kedatangan tiba-tiba Giana sebagai saksi dan itu membuat Caroline dinyatakan tidak bersalah.
Marchel bernafas lega dan tersenyum lebar saat Satya memberikan sejumlah uang padanya karena sudah memenangkan sidang, Giana yang duduk dipojokan ruang tunggu pengadilan hanya tertawa kecil melihatnya. Semuanya memang terselesaikan jika membawa uang didalamnya.
Secara perlahan Satya berjalan menghampiri Giana dengan Caroline yang mengikuti dibelakangnya, tak hanya Marchel yang senang, dirinya juga ikut senang karena dengan hasil hari ini dia bisa menerima hasil dari perjanjian itu.
"Ikut saya, ada yang harus dibicarakan." Satya terdengar sangat serius saat mengatakannya membuat Giana merasa khawatir ada yang tidak beres dengan pria itu, entah dia membatalkan perjanjiannya atau bertindak licik.
Giana tak berkata apa-apa dia hanya mengikuti kemana Satya berjalan, Caroline tampak meninggalkan mereka berdua setelah berbicara cukup lama dengan Satya. Terlihat jelas Caroline tidak ingin menyingkir tapi sepertinya dia sosok yang takut pada Satya sehingga dia mengalah dan pergi.
"Isi ini." Satya menjulurkan sebuah amplop coklat padanya."Saya tunggu kamu di mobil, kalau sudah selesai bawa lagi ke saya."
Giana memiringkan kepalanya sedikit, melihat keseluruhan permukaan amplop itu dan tidak asa apa-apa yang tertulis. Setelah membukanya di dalam ada selembar kertas yang bertuliskan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan.
"Formulir pernikahan?!" dengan spontan Giana berteriak saat membaca kata-kata itu di bagian paling atas kertas ditangannya, kegilaan macam apa yang membuat pria itu mengajaknya menikah?
Tanpa ragu Giana mengejar Satya dan menarik lengannya, memaksa pria bertubuh besar itu berbalik padanya hingga dia bisa berteriak semuanya.
"Maksud lo apa? Lo mau kita nikah?" tanyanya lagi tak percaya.
"Saya kasih semua yang kamu mau, tapi sebagai syarat kamu harus nikah sama saya," jelas Satya dengan santai
"Lo gila? Gak inget tadi keluar dari pengadilan bareng siapa?! Istri lo tuh!"
"Terus ? Memangnya saya gak boleh menikah dengan kamu kalau saya punya istri?"
Kepala Giana seketika mendidih mendengar perkataan Satya, sudah dia duga ada yang tidak beres dari pria ini.
"Lo sengaja kan? Lo lakuin semua ini cuma buat cari istri pagi?"
"Semua orang bakal curiga kalau saya menguap kamu kalo saja saya membiayai hidup kamu tanpa ikatan yang jelas."
"Tapi memang itu kenyataannya," ucapnya sembari berteriak, emosinya benar-benar tersulut kala itu. Yang dinantikannya adalah akhir yang bahagia, bukannya kekacauan seperti ini.
"Kalau kamu gak mau, terserah kamu."
"Di awal gak ada yang perjanjian nikah kayak gini," cercanya lagi.
"Saya gak pernah bilang itu perjanjian? Gak ada hitam di atas putih sama sekali."
"Dasar cowok gila!" suara melengking Giana terdengar hingga seluruh penjuru taman tempat mereka berdiri sekarang. "Lo sengaja kan? Karena gw udah kasih kesaksian, jadi kalo gw tolak pun lo gak rugi!"
"Hidup gak pernah berjalan sesuai pikiran setiap orang, Giana." Satya tersenyum tipis kearah Giana, menikmati wajah kecut Giana yang terus saja memandangnya.
"Oke, kalo gitu gw bakal lapor ke jaksa penuntut kalo lo paksa gw buat bersaksi," ancam Giana berharap Satya merubah keputusannya.
"Terserah kamu, tapi kalo jaksa tahu bukan cuma saya dan Caroline yang dihukum tapi kamu juga pasti dihukum karena terima suap," sanggah Satya sedikit tertawa.
"Jangan ngaco, lo gak pernah kasih apa yang gw minta," jawabnya percaya diri.
"Saya rasa amplop yang saya kasih di restoran cukup untuk jadi bukti."
Giana benar-benar melupakan amplop itu, dia mendesah kesal saat mengingatnya. Pria dihadapannya ini benar-benar licik atau dia yang terlalu bodoh, dia sama sekali tidak menyadari semuanya. Pantas saja gerak geriknya saat di restoran tampak aneh.
"Sekarang tinggal kamu yang pilih, saya datang besok untuk melihat hasilnya."
Giana mencengkeram kertas itu hingga kusut dengan tangannya, dua benar-benar sedang diambang batas kemarahannya sekarang. Dia berteriak kencang seperti orang gila dan tangannya sibuk merobek kertas dan amplop itu.
"Dasar cowok brengsek, penipu, manusia setan," teriaknya ke arah Satya yang tidak mendapat respon apapun darinya.
&&&
Tidak ada pilihan lain selain menerima pinangan Satya, mau menolak ataupun menerima semua akan menyiksanya. Tapi jika dia menolak ayahnya akan lebih menderita lagi, dan dia tidak ingin itu terjadi.
Semuanya terjadi cukup cepat atau mungkin Giana yang terlalu banyak terdiam hingga tak terasa dia sudah ada dihadapan pada desainer pilihan Satya untuk gaun penggantinya nanti, semua keluarga Satya mengetahui rencana Satya untuk menikahinya dan itu membuat Giana memasuki daftar hitam di keluarga Satya.
Mereka semua menyukai Caroline sebagai satu-satunya istri dari Satya dan kedatangannya tentu saja merusak semuanya. Bahkan Caroline sudah datang padanya dan menjambak rambutnya tanpa berkata sedikitpun, wanita itu mungkin akan membunuhnya kali ini setelah dia mendarat ke jakarta.
Susunan baju berwarna putih nan mewah sudah tersedia dihadapannya, dia tak pernah menyangka akan menggunakan gaun yang mahal suatu saat nanti, tapi dia juga tidak pernah mengharapkan pernikahan seperti ini.
Dari luar suara riuh mengganggu konsentrasi Giana dalam mencoba setiap baju yang direkomendasikan oleh disainer itu, saat semuanya sudah selesai dan pintu ruang ganti dibuka bukannya sambutan tepuk tangan Giana justru mendapatkan bogem mentah dari Caroline yang membuat wajahnya terasa panas dan berdenyut.
"Dasar perempuan gak tahu diri, Lo sengaja kan minta dinikahin sama Mas Satya? Perjanjian yang lo maksud inikan?" Wajah Caroline memerah saat membentak Giana yang berdiri lesu dihadapannya.
"Lo pikir gw mau ketemu lagi sama lo? Nggak! Lihat muka lo aja gw pengen muntah," jawabnya dengan malas.
"Lo ternyata punya selera humor yang aneh, lo bilang waktu itu pertemuan terakhir kita tapi lo datang sebagai penghancur rumah tangga gw?"
"Lo pikir gw mau jadi istri dia? Semua ini kemauan dia dan lo juga tahu itu." Wajah Giana tak kalah merah walau dipenuhi oleh make up.
"Lo gak punya mulut buat nolak semua itu?"
"Kalau lo mau gw nolak permintaannya.. Seenggaknya jangan buang wanita itu ke sungai," ucap Giana yang membuat semua staf toko itu berbalik pada Caroline dan Satya.
Satya yang Menyadari itu langsung mererai mereka berdua dan menyuruh Caroline untuk menyingkirkan saat itu juga.
"Mas, kamu benar-benar mau menikah sama dia?" tanya Caroline masih tidak percaya, melihat sikap suaminya yang menyuruhnya untuk pergi membuat dia sedikit curiga.
Satya menarik Caroline untuk keluar dari gedung itu dan menyeretnya kedalam mobil.
"Semua ini untuk kamu, kalau situasinya sudah aman saya akan ceraikan dia. Sekarang perhatian publik ada sama kita berdua, Jalan satu-satunya cuma menikah sama dia."
Caroline tertunduk lesu, mencoba untuk menahan emosinya yang masih terus saja membuatnya ingin menjambak rambut Giana saat itu juga.
"Tapi dari semua cara, yang harus menikah itu kalian berdua? Aku gak setuju, cepat batalkan niat kamu atau aku….."
Baru saja Caroline ingin melanjutkan kata-katanya, Satya langsung membanting pintu mobil dan berkata. " Apa lagi yang harus saya lakuin? Saya cuma mau membereskan masalah yang bahkan bukan saya penyebabnya." Kini nada bicara Satya sedikit meninggi.
"Jadi maksud kamu semua ini karena aku?" tanyanya kesal.
"Memang ini semua salah kamu," jawab Satya sedikit emosi, dia sudah lelah dengan sikap Caroline yang tidak mengerti dengan kerja kerasnya untuk menyelesaikan masalah yang dia timbulkan. "Saya sudah lelah bersikap lembut sama kamu, ikuti semuanya atau bereskan sendiri masalah kamu, jangan jadi anak kecil Di usia kamu yang sekarang," ucap Satya yang langsung meninggalkan Caroline yang masih kesal dengan semua kenyataan yang diterimanya.