Satya duduk meluruskan pundaknya yang belum beristirahat sedikit pun, dari kejauhan Caroline minuman hangat dan juga beberapa cemilan. Keluarga mereka yang berkunjung setelah acara sudah pulang ke rumah masing-masing, setidaknya Satya tidak perlu khawatir mereka bertanya tentang keberadaan Giana.
Setelah perdebatan panjang tadi Satya mantap mengakhiri kontrak dengan Giana, bukan untuk membiarkan dirinya dan Caroline masuk penjara tapi untuk membuat Giana menyesal dengan perkataannya dan membuat gadis itu mendekap di penjara seorang diri.
Dia mungkin tidak tahu siapa lawannya kali ini, seorang pewaris tunggal Tiger Group tidak mungkin dengan mudah masuk dalam penjara hanya karena sebuah pengakuan dari Giana yang bahkan sebelumnya sudah bersaksi untuk Caroline.
Satya merogoh kantongnya dan mengambil Ponsel, menggulir layar untuk melihat setiap kontak dan menghubungi Marchel saat itu juga.
Suaranya merendah saat berkata, " Awasi perempuan itu, kalau dia berbuat sesuatu yang mencurigakan kamu Lakukan perintah saya."
Caroline tak berkutik saat mendengar perkataan Satya, dia tahu suaminya itu sedang merencanakan sesuatu.
"Kamu suruh Marchel apa?"
"Giana harus tahu dia berurusan sama siapa, saya suruh Marchel untuk berjaga-jaga tentang itu," jawab Satya dengan lugas.
"Aku gak ngerti maksud kamu, Mas."
"Dia minta kontrak dibatalkan, dia juga bilang penjara lebih baik." Satya tertawa licik saat mengingat kembali bagaimana percaya dirinya Giana.
"Kamu mau jebak dia?"
Satya tak menjawab, dia hanya menyambar gelas itu dan menyeruputnya pelan. Caroline juga merasa senang, setidaknya gadis itu tidak masuk dalam kehidupannya lagi, dan Satya menjadi miliknya seorang.
&&&
Satya baru saja selesai mandi pagi dan berniat berangkat ke Restoran untuk mengontrol penghasilan bulanan, dia juga harus pergi ke beberapa cabang yang baru di buka untuk memeriksa perkembangan di sana.
Dia keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan selembar handuk kecil, matanya menyipit saat menemukan sosok asing di dalam rumahnya.
Saat mulai memandang penuh penasaran Caroline tiba-tiba datang dan berkata kalau sepupu dari ayah Satya datang. Satya seketika kaget bukan main, setahunya bibinya itu ada di Australia dan menjalankan bisnis dari sana. Hubungan mereka juga tidak terlalu baik karena ayahnya merupakan rival terberat bibinya.
"Satya," panggil bibinya saat melihat sosok Satya tengah berdiri di belakangnya. "Maaf karena terlambat datang, tante ada urusan kemarin dan baru bisa datang hari ini, tante juga bawa adik tante untuk ikut."
Satya hanya tersenyum tipis, di kepalanya sudah dengan jelas tergambar alasan mereka berdua datang. Bibinya dulu hampir menjadi pewaris Tiger Group karena ayahnya sempat kecelakaan dan dengan keajaiban ayahnya dapat bangun, hal itu membuat bibinya tidak menyukai ayah Satya karena merebut ahli waris itu.
Sedangkan orang yang datang bersamanya sangat membenci Caroline karena putrinya sempat di jodohkan dengan Satya tapi di tolak mentah-mentah karena Satya memilih menikahi Caroline. Sepertinya mereka datang bukan hanya untuk silaturahmi.
"Saya harus siap-siap untuk pergi kerja tante," ucapnya sembari pamit untuk bersiap.
Kedua bibinya itu kembali ke dapur dan memasak sarapan bersama Caroline, Satya hanya memperhatikan dari jauh. Dalam situasi ini Caroline selalu menunjukkan bahkwa dia bukan pilihan yang salah bagi Satya, tapi sepertinya mentalnya sedikit jatuh karena pernikahan itu.
Satya berjalan menuju tempat Garasi untuk mengeluarkan mobil, sampai dia sadar kunci mobil tidak ada padanya. Dengan cepat dia berjalan masuk kembali ke dalam rumah, mengambil kunci mobil dan berniat bergegas pergi.
Namun, sebuah bisikan kecil membuatnya menghentikan langkahnya. Dia melihat kedua bibinya itu sedang bercerita saat Caroline tidak ada di sana.
"Kamu yakin mereka benar-benar menyembunyikan sesuatu?" tanya saudari bibi Satya.
"Kamu gak tau masalah Caroline? Dia masuk berita katanya kasus tabrak lari," tegasnya lagi.
"Tapi, semua orang gak percaya. Ayah Satya saja gak pernah pusing sama itu."
"Itu karena topeng Caroline terlalu bagus, dia licik banget," tepis lagi bibinya, yang terlihat sangat tidak mempercayai Caroline.
Satya mendekat dengan pelan dari arah belakang, berusaha mendengarkan pembicaraan mereka dengan lebih jelas.
"Aku belum menceritakan ini, tapi jaksa yang menangani kasus Caroline itu kenalanku, junior dulu waktu kuliah."
"Terus kenapa?" tanya saudarinya kebingunan.
"Saksi yang datang waktu itu perempuan yang Satya nikahi," jawabnya dengan nada serius.
Tentu saja saudarinya mengerti apa yang di maksud bibi Satya, dan Satya yang mendengarnya seketika terkejut. Ternyata rencana yang di buatnya belum serapih perkiraannya.
"Jangan-jangan perempuan itu sengaja Satya nikahi?"
Mereka berdua mulai berunding tanpa menyadari Satya terus mendengar percakapan mereka dari belakang.
"kayaknya bukan cuma itu aja, kayaknya Satya punya sesuatu yang lebih besar, kayak gak tau aja bagaimana cintanya Satya sama Caroline."
"Jangan-jangan Caroline memang pelaku tabrak larinya!" seru Saudari bibi Satya dengan semangat, dia menutup mulutnya dengan kedua tangan saat sadar suara yang dikeluarkan cukup kencang.
"Aku juga pikirnya gitu," timpal bibi Satya sambil sedikit berbisik. "Kalau benar Caroline pelakunya , Nama Satya sama ayahnya bisa-bisa hancur. Tiger Group pasti bakal cari pemilik baru," lanjutnya.
"Jadi kamu ngajak aku ke sini untuk buktikan itu?" tanyanya lagi.
"Apa ada alasan lain? Liat aja, istri barunya gak di sini kan? Bagaimana bisa coba pasangan pengantin baru tidak se rumah, kalau memang mereka menikah karena cinta?"
Satya gemetaran mendengar perbincangan mereka, situasinya tidak aman. Dia dan Caroline sedang menjadi incaran mereka.
Satya bergegas pergi, dia sedikit berlari menuju mobilnya merogoh kantongnya dan menghubungi seseorang.
"Marchel," serunya saat panggilannya terjawab dengan cepat. "Kamu tahu di mana Giana sekarang?"
"Dia lagi menuju sebuah Cafe, ada jaksa yang menangani kasus ibu Caroline menunggu seseorang juga di sana. Sepertinya mereka berdua janjian ketemu di sana."
Satya banting stir saat itu juga, menuju ke alamat Cafe yang di sebutkan oleh Marchel, saat tengah menyetor dia kembali berseru.
"Marchel, kamu batalkan semua rencana kemarin."
Tanpa menunggu jawaban Marchel, Satya langsung mengakhiri panggilan dan kembali fokus menyetir.
&&&
Saat matahari mulai menyeruak diantara susunan jendela kaca luas di samping Giana, dia berkata perlahan membuka kedua matanya. Mulai menyadarkan dirinya yang masih setengah tidur, menyingkirkan selimut dari tubuhnya dan mulia berjalan perlahan menuju kamar mandi.
Sebelum benar-benar terlelap semalam, Giana menyempatkan untuk menelpon kejaksaan dan berkata ingin memberitahu sesuatu pada Jaksa yang menangani kasus Caroline. Entah memang menunggu atau karena curiga dengan Caroline dan Satya, jaksa itu seketika menyetujui pertemuan mereka. Walaupun sedikit bingung tapi Giana tidak peduli, dia hanya ingin menyelesaikan permasalahan hidupnya yang dengan bodoh dia terima.
Dengan berpakaian seadanya Giana berjalan keluar dari kamar ayahnya setelah membersihkan tubuh ayahnya yang dia lakukan setiap pagi.
Kini dia berada di seberang jalan dari Cafe tempat dia dan jaksa itu akan bertemu, dari kejauhan saat menunggu lampu lalu lintas berubah merah, Giana bisa melihat sosok pria yang akan ditemuinya.
Sempat terus memperhatikan dari jauh, Giana langsung tersadar saat lampu berubah menjadi merah dan mulai berjalan maju.
Dia kira semuanya akan berjalan lancar, sampai sebuah genggaman pada lengannya membuatnya berhenti berjalan dan berhenti tepat di tengah jalan.
Dia sontak berbalik dan melihat sosok Satya yang penuh keringat tengah menahan nya dengan nafas yang memburu.
"Mau apa lo?" tanya Giana kebingunan.
Sialnya saat lampu telah berubah kembali menjadi hijau Satya tidak kunjung menjawab, membuat semua pengendara membunyikan klakson dan ada pula yang berteriak ke arah mereka berdua.
"Lo Kenapa sih? Mau marah atau gimana?!" tanyanya sekali lagi, kini dengan dibarengi usahanya melepaskan genggaman Satya yang sekali lagi tidak mudah untuk dia lakukan.
"Jangan ketemu sama jaksa itu," ucap Satya pelan karena masih kelelahan, dia berlari menahannya Giana saat melihatnya dari kejauhan di tengah kemacetan itu Kota.
"Apa?"
Suara klakson yang kuat membuat Giana tidak bisa mendengar perkataan Satya, yang memaksa Satya harus berteriak.
"Jangan ketemu dengan Pria lain..."
Teriakannya cukup kencang hingga membuat Giana keheranan dengan maksudnya, beberaoa pengendara berbalik melihat mereka dengan pandangan yang seolah mengatakan 'Kalau mau bermesraan jangan di tengah jalan'.