Ular itu tidak menunjukan seluruh tubuhnya, melainkan hanya seperempat panjang tubuhnya, sisanya ada di tanah. Dia langsung membuka mulut lebar akan memakan Hannyo, tapi Hannyo dengan cepat menghindarinya dengan melompat, di saat melompat di udara, Hannyo mengeluarkan kedua pedang nya di tangannya. Ia melempar kedua pedang nya hingga menancap ke tubuh ular itu membuatnya kesakitan.
Hannyo menggerakan tangannya seperti menekan sesuatu dan hal itu membuat pedang yang menancap di tubuh ular itu menjadi bayangan dan mengikat badan ular itu.
Ular tersebut bergerak marah dan saat Hannyo akan mendarat dari lompatan nya tadi, tiba tiba saja ekor ular itu muncul dari lubang tanah lain dan langsung melilit tubuh Hannyo. Hannyo terkejut, ia sekarang tak bisa kemana mana.
"(Sialan!)" Ia menjadi kesal dan mencari cara dengan cepat karena ekor ular itu semakin melilit tubuhnya dengan sangat kencang membuat hannyo perlahan kesakitan.
"(Sial, ini sangat kuat)" Hannyo tak bisa kemana mana, terlebih lagi ia juga mencoba tenang dan tidak memberontak. Lalu ular itu mendekatkan kepalanya pada Hannyo sembari menjulurkan lidahnya beberapa kali.
"Sialan!! Kau tidak akan bisa memakan ku!!" Teriak Hannyo seketika gesekan tajam dari dalam lilitan ekor ular itu terjadi membuat ular itu terkejut kesakitan melepas tubuh Hannyo. Terlihat di ekor ular itu ada goresan cakaran yang sangat tajam dan dalam dan di tangan Hannyo rupanya benar.
Jari jari Hannyo menjadi tajam, lalu jarinya kembali normal setelah terlepas dari lilitan ular itu.
Di saat itu juga ia memunculkan kedua pedang nya di tangan nya dan melesat mengayunkan beberapa teknik pedang kilat dengan belahan cincangan.
Setelah itu ular itu terdiam kaku dan saat Hannyo turun mendarat, ular itu menjadi terbelah beberapa bagian.
Tapi di bagian kepala ular itu masih bisa bergerak, sangat aneh, tapi tidak bisa di bilang aneh karena ada pecahan Kimo di dahinya. Ular itu akan menyerang dengan membuka lebar mulutnya meskipun tanpa badan dan hannya dengan kepala.
Hannyo dengan santai menancapkan pedang nya di kepala ular itu dan mengambil pecahan Kimo di dahinya. Sepertinya dia berhasil mengalahkan ular itu dan ada sedikit noda bekas darah di pipi dan leher nya karena cipratan darah milik ular tadi.
"Sepertinya aku menghabisinya selama 55 menit, aku harus segera pergi sebelum mereka sampai" Kata Hannyo, lalu ia berjalan pergi.
5 Menit berlalu, terlihat beberapa orang dengan pakaian lengkap dan senjata tajam datang di tuntun oleh Inuzu. "Ke sini.... Kakak pengelana itu bilang dia meminta kalian ke sana" Kata Inuzu. Jadi di sini mereka berpikir bahwa Hannyo membutuhkan bantuan mereka, padahal saat mereka sampai di sarang ular hitam besar itu mereka menjadi terkejut dan berpikir lain bahwa maksud Hannyo bukan meminta bantuan mereka, tapi ia memberikan daging ular itu pada mereka.
"Apa ini, apakah ini memang benar!!" Mereka menatap tak percaya, bagaimana tidak percaya, ular besar yang sudah lama tidak bisa dikalahkan, kini mati begitu saja di penglihatan mereka.
"Inuzu? Dimana pengelana itu? kita harus berterima kasih padanya" Tanya salah satu orang pada Inuzu. Inuzu pun juga bingung, Hannyo pergi tak meninggalkan apapun, dia bahkan tak membawa satu sedikit pun daging ular yang enak dimasak. Tujuan Hannyo juga bukan untuk daging ular itu, melainkan pecahan saja sudah cukup karena itu yang ia cari.
"Aku benar benar tidak tahu..." Inuzu bingung.
"Seperti nya dia memang pengelana yang baik, Malam ini kita pesta daging ular ini!!" Teriak salah satu orang, di susul semua orang di sana yang bersorak hore.
Tapi Inuzu masih khawatir pada Hannyo. "(Kakak, dimanapun kau berada, aku benar benar berterima kasih padamu)"
---
Nampak Hannyo mencuci wajah di hulu sungai kecil yang ia temukan di hutan itu. Ia beberapa kali mengusap pipi nya yang terkena darah kental ular itu.
"(Sangat sulit untuk dihilangkan)"
Mendadak ia mendengar sesuatu, lebih tepatnya suara nyanyian yang sangat bagus. Hannyo terdiam melihat sekitar. Mencoba mencari dimana nyanyian itu. Lalu ia berdiri dan berjalan menuju suara itu. Ketika ia semakin berjalan, suara itu juga semakin jelas dan rupanya ada seorang wanita yang tengah membasuh tangan nya di tengah sungai dengan membelakangi Hannyo yang terdiam. Rambutnya terurai, berantakan tapi itu membuatnya tampak cantik.
Lalu wanita itu menoleh dan terkejut baru tahu ada Hannyo disana. "Anuu..." Dia berhenti bernyanyi ketika menatap Hannyo.
". . . Maaf kan aku" Hannyo menatap.
"(Lelaki ini... Dia terlihat tangguh, seperti petualang) Anu... Apa kau petualang?" Tanya wanita itu.
"Aku hanya pengelana" Balas Hannyo.
"Oh kupikir petualang, ngomong ngomong namaku Wulam"
"Wulam.... Aku Hannyo.. Jika boleh tahu, kau putri dari tempat mana?" Tanya Hannyo.
"Eh.... Hahaha aku bukan putri, aku hanya wanita miskin yang menjaga anak anak yatim piatu di kuil tua sana"
"Tapi kenapa kau bisa bernyanyi sebagus itu?" Tanya Hannyo. Lalu Wulam terdiam sebentar. "Ini bukan apa apa, aku hanya tinggal di sini dan mempelajari melodi nyanyian sendiri"
"Apa kau bekerja?"
". . . Nyanyian itu, aku bekerja sebagai penghibur pribadi orang orang yang menyewa ku di tempat desa ku, tapi mereka hanya membayar ku sedikit, dan itu cukup untuk setengah hari makan untuk anak anak di kuil"
"Anak anak di kuil? Apa yang kau bicarakan? Kau seorang biarawati?" Tanya Hannyo.
"Aku bukan biarawati, jika ingin tahu ikut lah aku" Wulam berjalan duluan lalu Hannyo mengikutinya.
Sambil berjalan, Hannyo juga melihat sekitar, lalu ia berhenti berjalan membuat Wulam terdiam bingung.
"Anu.. Tuan pengalana?"
"(Aku mencium bau samurai) Apa di sini ada samurai?" Tanya Hannyo dengan tatapan serius.
". . . Anda pengelana sepertinya harus tahu pasal tempat ini. Sebenarnya ada dua sisi desa di tempat ini, mereka selalu berperang mengambil alih wilayah. Meskipun para samurai itu sedikit tapi mereka selalu melawan di medan perang"
". . . Jangan bilang kalau kau, penghibur malam untuk mereka" Tatap Hannyo. Maksud dari Hannyo adalah dia mengira Wulam bekerja sebagai pelacuran malam untuk melawan semua samurai di satu sisi.
". . . Aku tidak bekerja lebih dari itu"
"Tidak usah mengada ngada, samurai akan memaksamu dengan hal yang kasar" Hannyo menyela seketika Wulam menjadi tak bisa berkata kata. Ia hanya terdiam gemetar dengan tangan yang memegang satu sama lain.
"Aku... Aku melakukan ini juga untuk adik adik ku" Kata Wulam.
"Adik mu? Apa kau berkewajiban menjaga mereka, biarkan mereka yang mencari uang sendiri untuk biaya hidup mereka"
"Kau tuan pengelana tidak akan tahu rasanya sendirian, dibenci semua orang dan tak akan ada yang mengasuh,.. Kau seharusnya tahu perasaan yang seperti itu" Tatap Wulam dengan serius. Seketika Hannyo teringat Mizuki, Mizuki sama seperti yang dikatakan Wulam tadi. Sendirian, dibenci semua orang, tak ada yang mau mengasuhnya dan mencari uang sendiri.
Lalu Hannyo menghela napas panjang. "Kau hanya melawan satu sisi bagian samurai saja bukan?" Tanya Hannyo.
"Aku ingin melayani di kedua sisi, tapi aku belum berani karena sisi yang menyewa ku selalu tak memberiku waktu untuk ke sisi yang lain"
"Sebaiknya kau tidak perlu coba coba untuk ke sisi lain"
"Eh kenapa?"
"Aku hanya memperingati mu, apa ini kuilnya?" Hannyo menatap sebuah tangga batu tua yang mengarah langsung ke atas.
"Ya, hanya naik ke sini saja maka kau akan melihat kuil tempat adik adikku tinggal" Balas Wulam.
Lalu mereka naik ke tangga baru itu, dan rupanya benar ada kuil tua di sana. Tapi Hannyo terdiam ketika melihat kuil itu benar benar rusak, ada bekas kebakaran juga dan atap nya bocor.
"Maaf, kuil ini sederhana, aku sudah bilang bahwa aku ini wanita miskin hehe" Kata Wulam.
Lalu tak lama kemudian ada yang mengintip dari rumah itu, Hannyo yang kebetulan melihat menjadi terdiam.
Perlahan mereka muncul, ada beberapa anak yang pertama mendekat. "Kakak Wulam.... " Mereka memanggil dengan nada takut melihat Hannyo.
"Hai, maaf kembali terlalu lama.. Ah kenalkan ini tuan pengalana" Wulam memperkenalkan Hannyo pada mereka.
Mereka menatap Hannyo dengan ketakutan, dan Hannyo terdiam memasang wajah dingin nya.
Lalu Wulam melihat langit. "Oh ini sudah hampir sore, aku akan kembali" Wulam berbalik akan pergi.
"Apa kau akan bekerja?" Tanya Hannyo. Lalu Wulam berhenti berjalan tanpa menoleh padanya sambil terdiam sebentar.
Lalu ia perlahan menoleh. "Tolong jaga mereka, aku akan kembali pagi pagi sekali" Kata Wulam dengan senyum nya seperti menutupi sesuatu.
Hannyo terdiam, lalu Wulam berjalan pergi meninggalkan mereka.
Hannyo masih melihat nya pergi. Lalu ia merasakan bajunya tertarik seseorang di bawah membuatnya menoleh, rupanya seorang gadis kecil yang memasang wajah polos itu padanya. Anak anak yang di belakang gadis itu juga menatap polos pada hannyo.
Hannyo menghela napas panjang dan menggendong gadis kecil itu. "Lakukan apa yang kalian lakukan saat dia pergi, tidak perlu terlalu menganggap ku" Kata Hannyo.
Tapi mereka terdiam dengan wajah polos seperti penasaran dengan Hannyo.
Hannyo tak tahu harus apa, dia tak pernah diminta menjaga anak anak yang tengah ingin melihat nya dengan wajah yang penasaran.
Lalu ide terpikirkan, ia membungkukan tubuh sambil mengulurkan tangan yang tertutup pada mereka yang hampir ketakutan.
"Buka salah satu" Kata Hannyo lalu satu dari mereka menyentuh tangan Hannyo dan membukanya. Seketika muncul bayangan hitam yang langsung naik ke atas dan mendarat ke bawah membentuk seekor kucing.
Kucing itu adalah kucing Hannyo yang lain, dia bernama Uca. Sebenarnya Hannnyo memiliki 4 kucing, yang satu Luca tengah mencari bola kristal Kimo dan satu yang baru dikeluarkan Hannyo adalah Uca, sementara dua yang lain belum muncul karena belum dibutuhkan.
Seketika semua anak anak itu tersenyum dan senang melihatnya.
"Wah... Keren" Mereka akan menyentuh kucing itu tapi terdiam bingung karena tangan mereka menembus tubuh Kucing itu.
"Dia bukan kucing sungguhan. (Salah satu kelebihan Uca adalah tak bisa di sentuh oleh tangan manusia)" Kata Hannyo. Lalu mereka menatap kucing itu dengan senang dan Uca pun menunjukan sifat kucing nya pada mereka membuat mereka terhibur.
Itu akan menyibukkan mereka sejenak selama Hannyo mengelilingi kuil itu. Ia berjalan ke kuil itu dan melihat keterpurukan kuil tersebut.
Lalu ia melihat ada palu dan paku di sana.
"(Wanita itu, dia mungkin mencoba memperbaiki kuil ini tapi tak bisa)" Pikir Hannyo lalu ia mengambil peralatan itu.