Hannyo terdiam sendirian melihat lautan bergerak tenang di bibir pantai, ia melihat sesuatu di telapak tangan nya, yakni sebuah pecahan kimo. Rupanya saat menusuk Mazu saat itu, ia sudah mengambil pecahan itu dari tubuh Mazu, misi mengambil pecahan kedua telah selesai, masih ada banyak pecahan yang harus ia ambil. Jadi ia harus pergi dari pulau itu untuk kembali mencari pecahan Kimo yang tentunya ada di sembarang tempat. Tapi belum diketahui pasti apakah pulau tempat Kanade tinggal masih menyimpan pecahan Kimo.
Lalu Kanade datang dan berdiri di sampingnya.
"Kau seharusnya berpamitan akan kemana padaku, masih pagi sudah bikin orang panik saja" Tatap Kanade.
"Apa aku harus melakukan itu?" Lirik Hannyo.
"Ya, tentu saja, karena kau tinggal di rumahku" Balas Kanade.
Lalu Hannyo terdiam dan mendekat pada Kanade, Kanade menjadi menoleh padanya.
"Simpanlah ini" Kata Hannyo sambil memberikan seruling miik Mazu.
"I… Ini?!"
"Belajarlah mengikuti irama lagu agar kau bisa menjadi sepertinya" Kata Hannyo lalu Kanade menerimanya dan langsuung membungkukan badan sambil berkata. "Terima kasih"
"Setelah ini kami akan pergi"
"Hah pergi" Kanade terkejut.
"Kami harus melanjutkan perjalanan pergi mencari sesuatu" Kata Hannyo.
"Apa maksud nya? Mencari apa? Desa ini masih luas kenapa masih pergi saja?!" Kanade menatap panik.
". . . Aku mencari sesuatu yang sangat penting, untuk mencarinya aku harus pergi ke tempat satu ke tempat lain nya, karena desa ini sudah tak ada apa yang aku cari, aku akan pergi"
"Tunggu, kau bilang ke tempat satu dan ke tempat yang lain nya.. Itu berarti kau hanya harus ke desa sebelah"
". . . Desa... Sebelah?"
"Apa kau tidak tahu kalau desa ini ada 3 di pulau ini" Tatap Kanade, tapi Hannyo terdiam bingung.
"Haiz.... Aku tidak bohong, jika tidak percaya pergilah ke selatan desa ini melewati hutan lebat itu maka kau akan menemukan dua desa yang ada di pulau ini, seharusnya pulau ini memiliki satu desa dari ketiga desa yang bersatu tapi sayang nya... Tempat mereka terlalu jauh sehingga mereka sudah terbiasa dengan tempat mereka saat ini"
"Apa di sana ada siluman juga?"
"Tentunya iya"
"Tapi kenapa desa ini tidak ada siluman saat aku kemari?"
"Itu karena Nona mazu, bukankah aku sudah bilang dia melindungi desa ini dari siluman, tapi setelah dia pergi... Entahlah ini akan jadi apa nantinya"
"(Jika desa ini saja punya orang yang bisa mengusir siluman, pastinya desa lain itu juga punya pemimpin seperti itu) Aku akan ke desa itu"
"Eh.. Jadi kau tidak pergi nih?" Tatap Kanade. Lalu Hannyo mengangguk.
"Yeiiii" Ia senang tapi ia terdiam melihat Hannyo. "Ehem.... Maaf, aku akan memasak untuk nanti malam"
"Kau suka memasak?"
"Bukankah kau memakan makanan ku kemarin malam.. Itu enak kan?" Tatap Kanade.
"Aku tidak memakan nya, aku memberikan nya pada Mizuki"
"Eh serius? Lalu kau makan apa?"
"Aku bisa hidup tanpa makan"
"(Apa iblis memang seperti itu.... Mereka puasa atau apa?)" Kanade bingung lalu ia berjalan pergi.
Hari berikutnya, Hannyo berdiri mengawasi Mizuki yang asik sendiri mencari kulit kerang dan kelomang yang ada di sana.
"Kakak lihat, aku menemukan kelomang" Mizuki menunjuk kepongpong dari jauh.
Hannyo hanya mengangguk dengan tatapan serius. Lalu Kanade datang sambil bicara. "Layaknya kakak yang sedang menunggu adiknya bermain yah..."
"Apa maksud mu?" Hannyo menoleh.
"Kau menunggu gadis itu dari tadi, apa kau khawatir dia di culik? Termakan ombak? Atau apapun haha"
"Dia Kenigh... Alasan aku membawanya adalah aku ingin meneliti dan mempelajari nya, karena sebelum nya aku tidak pernah menemukan manusia yang sudah ditandai oleh siluman"
"Jadi gadis itu hanya bahan belajar mu? Tapi dia kasihan"
"Aku juga pasti akan membantunya hingga aku tahu penawar nya" Kata Hannyo.
Tapi tiba tiba saja ada yang berteriak dari belakang membuat mereka menoleh. "Tolong.... Tolong aku!!" Seseorang itu berteriak seperti berlari ke desa pinggir pantai itu.
"Apa yang terjadi?" Kanade mencoba melihat dan rupanya seorang gadis yang seumuran Mizuki.
Gadis itu melihat kanade dan mendekat padanya. "Kakak, tolong aku"
"Apa yang terjadi?" Kanade menatap.
"Di desa ku.... Huf.... Di desa ku... Ular hitam kembali menyerang..... Tolong.. Huf… Huf.."
"Hei, tenanglah dulu, jelaskan pada kami apa yang terjadi di desamu" Kanade berlutut mendekat padanya.
Mizuki yang melihat mereka dari jauh menjadi bingung lalu berjalan mendekat ke mereka.
"Huf… huf.. Di desaku, seminggu yang lalu ada sarang ular raksasa, banyak orang yang turun tangan untuk menghancurkan sarang itu tapi ular itu begitu besar dan sangat kuat"
"Apa itu siluman?" Tatap Hannyo.
"Sepertinya bukan, dia tak memiliki sihir apapun apalagi menyerang desa, hanya saja dia mengganggu kami mencari makan di hutan dekat desa, semakin hari ular itu semakin kasar karena memakan orang yang datang yang tak sengaja masuk ke sarang nya, lebih aneh lagi mereka yang pernah kesana dan selamat mengatakan bahwa ada sesuatu di dahi ular itu, mereka bilang itu lebih tepatnya seperti sebuah pecahan Kristal yang menyala" Kata Gadis itu. Seketika Hannyo langsung tahu bahwa itu adalah salah satu pecahan Kimo yang ia harus cari.
"Tunjukan tempatnya" Ia langsung bersiap.
"Eh.. Mas Hannyo, apa kau yakin?" Kanade menatap.
"Ya kakak, apa kau yakin?" Mizuki menambah.
"Biarkan aku membantu desa mu" Kata Hannyo, padahal Hannyo hanya bermaksud dirinya sendiri yakni megalahkan hewan gede itu dan mendapatkan pecahan bola Kristal Kimo.
"Baiklah, ikuti aku kakak" Gadis itu mulai berjalan duluan.
"Aku akan segera kembali" Kata Hannyo pada mizuki dan Kanade yang terdiam menatapnya pergi.
2 jam kemudian gadis itu sudah mulai kelelahan dan berhenti untuk mengambil napas cepat. Hannyo yang ada di belakang nya menjadi terdiam bingung karena gadis itu berhenti. "Apa tempatmu memang sejauh itu" Tanya Hannyo.
"Ya, huf… Tapi sebentar lagi akan sampai, ngomong ngomong apa kau pengelana?"
"Yah"
"Tapi kenapa kau berani akan melawan ular itu sendirian?"
"Apa aku tak boleh begitu?"
"Eh tidak hehe, aku hanya berpikir itu terlalu berbahaya"
"Aku sudah menanganinya di berbagai kota" Kata Hannyo.
"Benarkah? Kota? Seperti apa kota itu? Apa mereka ramai akan orang orang?"
"Kau ingin ke sana?" Tanya Hannyo.
"Um… Ya begitulah, aku sangat ingin ke sana, aku ingin melihat orang berlalu lalang berjalan menghiasi ramainya kota, dari dulu aku sangat ingin pergi ke kota, aku tau hal itu karena saudaraku yang sudah dewasa telah pergi kekota sejak umurnya sama sepertiku saat ini dan saat ia kembali, ia bercerita betapa senang dan menyenangkan nya kota" Gadis itu bercerita dengan sangat senang seperti memimpikan bahwa ia ingin sekali pergi ke kota.
Hannyo menjadi terdiam sebentar. "Suatu hari nanti kau juga akan pergi ke kota jika kau tetap ingin punya impian seperti itu, yang harus kau pertahankan hanyalah ingat lah selalu mimpi itu dan niatkan saja saat kau akan pergi nanti. (Dia hanya tak tahu, ada berbegai macam kota, bisa jadi saat dia benar benar pergi dia akan dihadpi masalah dengan kenyataan yang berbeda)" Pikir Hannyo.
Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah tempat yang berada di tengah hutan.
Mereka melihat dari semak semak terlihat banyak sekali pasir luas yang ada di depan mereka. Hannyo terdiam, ia menjadi berpikir sebentar ketika melihat ada lubang di sana. "(Itu mungkin tempat dimana ular itu bersembunyi, ukuran lubang itu sangat besar, diameternya 2 meter di kali 2 meter lingkaran, sangat lebar dan aku belum membayangkan betapa panjang nya dia nanti)"
"Kakak, di sinilah sarang nya" Kata gadis itu.
"Bagaimana cara memancingnya keluar?"
"Biasanya jika orang ke sana, ular itu akan muncul"
"Apa tidak ada cara lain?"
"Tidak bisa, ular itu seperti memiliki akal, orang orang yang pernah kesini saja mencoba memanggilnya dengan cara tanpa mengorbankan orang tapi tetap tidak bisa"
"Kalau begitu… Apa kau bisa ke desa mu, amankan semua orang dan berjaga jaga bila ular ini lari ke desa mu, peringatkan saja semua orang" Kata Hannyo.
"Baik, tapi kakak, apa kakak bisa mengatasinya, orang orang saja tidak berani ke sana" Gadis itu menatap khawatir.
"Aku bisa mengatasinya, beri aku waktu 1 jam dan jika sudah satu jam, kembalilah kemari dan bawa orang orang yang bertugas berburu"
"Apa yang terjadi dalam waktu satu jam? Apa kakak akan kalah?"
"Lakukan saja perintahku dan jangan banyak bertanya" Lirik Hannyo dengan kesal.
"E…Hehe baiklah, oh ya satu hal lagi, ngomong ngomong namaku Inuzu kakak, kakak siapa?" Tanya gadis yang bernama Inuzu itu.
"Aku . . . Aku akan memberitahu namaku ketika satu jam sudah berlalu" Balas Hannyo.
"Haiz... Baiklah,, hati hati ya kak" Kata Inuzu lalu ia berjalan pergi meninggalkan nya.
Setelah Inuzu benar benar pergi. Hannyo mengambil satu putung rokoknya dan menyalakan nya. Dengan santai sambil menikmati rokok, ia berjalan pelan ke permukaan pasir itu. Sesuai perkataan Inuzu, jika dia ada di sana pasti ular itu akan muncul karena tahu makanan nya datang dengan sendirinya.
Tapi apa yang terjadi adalah sangatlah berbeda, dimana di sana Hannyo menjadi terdiam melihat sekitar permukaan pasir itu yakni tak ada apa apa apalagi ular besar yang muncul. "(Apa aku salah menarik perhatiannya, ular hitam jenis ini pastinya akan langsung muncul dari tanah membuka mlutnya dan langsung menelanku di sini, ini seperti dia tengah berdiam diri tapi masih membuka mata dan mengawasiku, apa ini karena pengaruh pecahan bola Kristal itu yang mmebuatnya tahu bahwa aku iblis dan dia harus merancang ide untuk mengalahkan ku nantinya?)" Pikir Hannyo. Ia sudah mulai bosan menunggu hingga akhirnya, ia membuang rokoknya yang masih menyala ke salah satu lubang pasir itu.
Hal itu memang tidak membuat reaksi apapun tapi tiba tiba saja tanah yang ada di bawah Hannyo menjadi bergetar sangat hebat. Tapi Hannyo hanya memasang wajah biasanya.
Seketika muncul ular yang sangat panjang dan besar tepat di depan Hannyo, sangat tepat ada di depan Hannyo. Ular itu memang besar, bahkan lebih besar dari diameter lubang yang di prediksi Hannyo. Sisiknya sangat terlihat tajam dan pecahan Kimo sudah terlihat di dahi ular itu yang sekarang mendesis pada Hannyo.
"(Akhirnya muncul....)"