Sementara itu Hannyo sampai di bukit Siha dan berhenti di sana. Dia melihat di sana sama seperti tempat yang kemarin, tak berubah sama sekali.
Tiba-tiba ia benar-benar berhenti dengan Waspada mendengar sesuatu dari atas dan sampingnya. Di saat itu juga Magano melesat mendekat dan menebas dengan pedang kutukannya untungnya Hannyo menghindar dan langsung memunculkan pedang di tangan kanannya. Dengan cepat menyerang Balik dengan Mengayunkan pedang Juken nya.
Lalu Magano melesat menjauh dan tersenyum kecil. "Datang untuk kedua kalinya huh" Tatapnya dengan sombong.
Hannyo terdiam sebentar, lalu mengatakan sesuatu. "Aku harap, kau tidak melarikan diri sana seperti kemarin"
"Hahh??!! Siapa yang melarikan diri?! Kau pikir aku takut padamu!! Aku hanya belum siap kemarin ran sekarang, aku sungguh sangat siap untuk menebasmu... Majulah!!!" Teriak Magano seketika kembali melesat menyerang, Hannyo menghindari itu dan mereka sama sama bertarung pedang. Mereka mulai bertarung tanpa henti dan sangat dahsyat.
"Apa Kau tahu aku sangat lelah menunggumu disini, kau muncul di sini dan akan bertarung dengan ku, itu sangat keren.
Aku tidak sabar benar-benar menebas mu jangan jadikan tubuhmu berkeping-keping dengan banyaknya darah yang akan mengalir di bawah dan juga aku menanti teriakan kesakitan milikmu"
Kata Magano dengan serangan yang tanpa henti dan barbar.
"Aku sama sekali tidak takut dengan itu!!" Teriak Hannyo menyela perkataan nya dan seketika Mengayunkan pedangnya dengan cepat. Ayunan itu membuat tebasan sihir yang berwarna hitam seketika benar-benar mengenai pedang Magano sendiri.
Hal itu membuat refleks Magano melepaskan pedang nya dari tangannya. Dia Terdiam sebentar ketika itu juga Hannyo menambah serangan dengan berlari ke arah pedang yang telah terlepas dari tangan Magano itu. Lalu memutus pedang itu juga dengan pedang Juken nya.
"Tidak!!!!!"
Teriak Magano dengan histeris. Di saat itu juga pedang nya putus dan berubah menjadi abu karena pedang kutukan terbuat dari tulang siluman yang sangat lama jika kekuatan habis, maka pedang dari tulang itu juga akan rapuh dan di sana muncul pecahan Kimo yang terlihat dari Abu pedang kutukan yang telah menghilang tertiup angin.
Hannyo mengambil pecahan itu dan menyimpannya lalu menoleh ke Magano yang tak berdaya saat ini.
"Kau.... Benar-benar membuat pedang ku telah menghilang" Tatapnya dengan tatapan yang sangat histeris dan tidak percaya dikalahkan oleh Hannyo.
Lalu Hannyo berjalan mendekat mmebuat Magano takut. "Apa... Apa yang mau kau lakukan, kau ingin membunuhku?! (Orang ini benar benar sungguh sangat kuat dan pednag nya, itu.... Sangat panjang dan begitu tajam... Apa yang harus aku lakukan sekarang, sialan...)" Dia berpikir Hannyo akan membunuh.
Tapi Hannyo mengatakan sesuatu. "Apa kau terluka?" Tatap Hannyo dengan wajah yang biasa dan serius. Perkataan itu tadi sangat aneh sehingga membuat Magano benar-benar bingung.
"Kenapa kau bertanya begitu?"
"Jika aku Membawa luka di tubuhmu maka kelinci itu akan marah padaku. Kelinci yang kumaksud adalah adikmu"
"Adikku?.... Ono!!"
"Dia menyewa ku untuk membawamu pulang dan membebaskan mu dari pedang kutukan. Sekarang Pergilah dan temui dia maka aku bisa ambil bagian ku.
Kata Hannyo lalu berjalan pergi duluan sementara Magano masih terdiam duduk di bawah. Tidak percaya apa yang baru saja terjadi saat ini.
"Sebenarnya siapa dia... Dan kenapa, bisa bisanya aku lupa pada Ono??"
Di sungai, Mizuki selesai mandi dan Ono juga selesai mencuci baju di sana. Rupanya mereka tak jadi menyusul karena Mizuki tak mau di tinggal sendirian dan pastinya atas rencana Hannyo.
"Apa kakak mencuci lagi... Bukankah tadi sudah berjemur?"
"Ini milik kakakku... Tak kusangka baju bajunya masih ada di dalam rumah dan sangat tidak terawat jadi aku mencucinya lagi" Kata Ono.
"Kenapa sangat menginginkan kakak jahat itu?"
"Dia tidak jahat, dia hanya terpaksa melakukan kejahatan seperti itu. Dari awal dia juga sama sekali tidak memiliki kasih sayang dari orang tua kami. Saat aku kecil dia selalu mengatakan bahwa akulah yang paling di sayang oleh orang tua ku. Hingga kakak lari dari rumah dan malah menjadi samurai bergabung di sana. Tapi saat itu juga, atasanya memintanya membunuh orang dengan pedang kutukan yang sudah lama tidak di gunakan... Jadi yah.... Sekarang ini dia benar benar sudah kelewatan. Aku yakin orang tuaku juga di bunuh olehnya selama aku tinggal di kota besar untuk belajar ilmu sihir di sana"
"Lalu apa kakak belajar ilmu sihir dengan lancar di sana?"
"Sepertinya tidak karena sangat sulit... Aku menyesal telah belajar sihir lebih baik, aku lebih belajar seni Oda ataupun bela diri. Karena tidak niat mempelajari sihir.. Jadi yah... Mau gimana lagi hehe"
"(Di dengar dari percakapan kakak Ono... Sepertinya susah belajar sihir... Apa aku tidak perlu berkeinginan lagi ya untuk belajar sihir)" Mizuki menjadi terdiam ragu. Dia bahkan masih ingat soal tujuan hidupnya.
Tapi tak lama kemudian ada seseorang memanggil. "Ono!!"
Membuat ono dan Mizuki menoleh. Rupanya Magano yang berjalan terburu buru mendekat sendirian. Seketika Ono menutup mulutnya dengan tak percaya lalu berdiri dan menangis.
"Kakak!!" Dia berlari dan langsung memeluk kakaknya.
"Ono.... Aku benar benar minta maaf"
"Kakak... Aku benar benar merindukan mu"
Mizuki yang melihat itu menjadi terdiam. Ia menjadi melihat sekitar mencari Hannyo. "(Dimana kakak.... Kenapa dia tidak ada)"
"Ayo masuk ke dalam , Ono" Kata Magano.
Lalu Ono menoleh ke Mizuki yang ke bingungan.
"Mizuki... Bagaimana jika ikut ke dalam... Apa dia tidak kembali atau sedang pergi?"
"Maksudmu kau mencari lelaki suruhan mu itu?" Tatap Magano lalu Ono terdiam bingung.
"Bagaimana kakak tahu, aku yang menyuruhnya"
"Karena dia bilang sendiri padaku, apa dia tidak melakukan sesuatu padamu, bagaimana dengan sesuatu imbalan untuk nya? Kau memberikan apa padanya?" Magano menatap.
"Aku tidak memberikan apapun karena dia menolak, dia lelaki yang baik" Balasnya.
"Begitukah? Lalu apa kau tahu dia terakhir kali kemana?" Magano kembali menatap.
"Aku tidak tahu, bukankah bersama kakak?" Ono menatap bingung.
"Dia langsung meninggalkan ku di sana, mungkin dia melakukan sesuatu... Dia juga pasti akan kembali, apa gadis itu juga di bawa olehnya"
"Ya, gadis itu bersama nya, jadi mungkin, dia akan kesini untuk mencari gadis itu, dengan begitu aku bisa berterima kasih padanya" Kata Ono.
Rupanya Hannyo kembali lagi ke gubuk bukit Siha. Dia melihat banyak sekali bayangan hitam yang terlihat oleh matanya.
"(Pedang itu memang sudah pergi tapi dia benar benar meninggalkan banyak kutukan di sini... Jika aku membiarkanya maka akan buruk dan mempengaruhi siluman yang lewat... Sebaiknya aku pakai cara ini)" Dia mengambil pecahan Kimo yang ada di sakunya lalu melemparkanya ke depan gubuk itu. Seketika sihir muncul dan pecahan itu menyerap banyak kutukan membuat pecahan itu berwarna hitam pekat. Lalu Hannyo mengambilnya dan menyimpan nya.
"(Melakukan seauatu... Sepertinya kakak tidak pernah melakukan sesuatu yang tidak di ketahui banyak orang)" Mizuki menjadi terdiam bingung. Dia berpikir begitu karena mendengar percakapan Ono dan Magano di dalam rumah tadi.
Di sisi lain, Hannyo masih menatap gubuk di bukit Siha itu. "(Bukit Siha, ini akan menjadi sejarah dalam hidup selama beberapa tahun, bukit ini akan di kenal sebagai gubuk dimana pembunuh terkutuk akan di kenal... Ini akan mencatat sejarah... Aku tak bisa menghancurkan nya)" Pikirnya dengan serius lalu berjalan pergi dari sana.
Tapi tiba tiba ia merasakan sesuatu yang membuat nya berhenti berjalan dan langsung menoleh ke samping tepat dimana hutan berada.
Rupanya dia merasakan aura siluman di sana. "(Itu jalan yang akan di lewati nanti...)" Ia kembali berbalik dan berjalan mengabaikan hal itu.
Dia kembali ke tempat Ono, lalu mengetuk pintu rumah Ono dan Mizuki yang membukannya,
"Kakak!!" Mizuki menatap senang.
"Kita harus pergi sekarang" Kata Hannyo yang bicara mendadak.
"Kenapa? Kak Ono sedang membuat masakan yang enak untuk kita dan mereka juga menunggu kakak loh"
"Lupakan itu, Kita harus cepat-cepat pergi dari sini jika tidak kita akan ketinggalan sesuatu, aku tidak mau menghambat bukan?"
"B.... Baiklah Ayo kita pergi tapi sebelumnya apa kita harus pamitan pada Kakak Ono?"
"Tidak perlu, cepat kita pergi dari sini" Kata Hannyo membalas dengan tatapan dinginnya lalu berjalan pergi duluan. Mizuki terdiam dan melihat ke dalam rumah dia mendengar di dapur bahwa Ono dan Magano sedang memasak.
"(Baiklah sepertinya aku harus pergi sampai jumpa Kakak Ono)"
Mizuki lalu menyusul pergi Hannyo. Mereka melanjutkan perjalanan dan petualangan untuk mencari pecahan Kimo dan akan pergi ke kerajaan naga.
Tapi Ono tampak memanggil Mizuki beberapa kali. "Mizuki? Mizuki? Dimana kamu?" Ia sampai keluar untuk memanggil.
Lalu melihat sekitar. "(Dimana dia, bukankah dia sering di luar, dan kenapa lelaki itu tidak kembali, apa jangan jangan mereka sudah pergi)"
"Ono" Tiba tiba Magano memanggil dan menyusul dari dalam. "Apa yang sedang kau lakukan di luar?"
"Kakak, kupikir mereka sudah perhi tanpa berpamitan karena Mizuki tidak ada"
"Mizuki? Gadis kecil yang tadi itu?"
"Iya, bagaimana cara ku berterima kasih pada nya jika dia sudah pergi begitu saja tanpa berpamitan" Ono tampak kecewa.
". . . Sepertinya dia sedang buru buru, jadi tidak usah di pikirkan, lagi pula aku ingin bicara sesuatu padamu" Magano menatap.
"Bicara sesuatu?"
"Sebelumnya aku benar benar minta maaf, aku membunuh semua orang di sini dan pastinya arwah arwah mereka masih lepas di pedang kutukan dan tidak akan bisa di kirim ke langit... Mungkin desa ini akan mati selamanya, dan semakin berkembang tahun, desa ini akan terkubur"
"Tapi, apa lelaki itu tidak membebaskan roh roh itu, dia pernah bilang padaku bahwa roh roh itu bisa di bebaskan olehnya, jadi dia mungkin bisa mengatasi itu"
"Tapi tetap saja.. Sebaiknya aku sarankan, kita perhi dari sini" Kata Magano membuat Ono terkejut.
"Pergi?"
"Kita akan berkelana saja, dengan begitu, kita bisa menjelajahi dunia dan mencari pasangan" Kata Magano dengan senyuman lembut membuat Ono juga ikut tersenyum dan langsung memeluk Magano membuat Magano terkejut.