Hannyo dan Mizuki sudah melewati jauh rumah itu. "Kakak, apakah benar di sini ada sesuatu yang kakak cari?" Tanya Mizuki.
Tapi Hannyo terdiam, ia justru malah menoleh ke belakang dan di sana, pantulan mata nya menjadi api karena yang ia lihat adalah rumah Mazu yang kebakaran.
"Apa yang kau lihat kakak?" Mizuki ikut menoleh dan ia sendiri menjadi terkejut dari jauh melihat rumah yang mereka lewati tadi telah terbakar dengan api yang sangat lahap besarnya.
"Astaga, itu bukankah rumah biarawati tadi?! Apa yang sebenarnya terjadi?!" Mizuki menjadi panik.
Tapi Hannyo hanya terdiam, ia mensipitkan mata melihat dan merasakan aura di sana. Rupanya ia melihat sebuah aura satu pecahan bola Kristal yang ada di dalam rumah itu. "Tak salah lagi" Kata Hannyo.
"Apa?" Mizuki yang mendengarnya bicara menjadi terdiam bingung.
"Pecahan bola Kristal itu telah memakan tubuhnya" Kata Hannyo. Meskipun begitu, Mizuki masih terdiam tak mengerti.
*Pecahan bola Kristal Kimo dapat memakan tubuh manusia jika manusia itu sudah meminta di dekatnya. Cara kerja ini begitu mudah, dimana satu pecahan bola Kristal itu sudah sangat lama di pegng oleh manusia tersebut dan di saat keadaan kritis ia tak sadar meminta dan hatinya di dengar oleh pechan itu maka pecahan itu akan mengabulkan nya. Tapi bukan dengan cara baik manusia, melainkan cara buruk iblis. Dengan kata lain, mazu sudah membaca pecahan itu duluan, pecahan yang dirasakan hannyo dari tadi saat menemukan kapal itu rupanya ada di tubuh mazu karena ia memang mmebawanya, pertanyaan nya, bagaimana wanita itu mendapatkan pecahan tersebut.
"Kakak, apa biarawati tadi mati?" Tanya Mizuki, mereka sudah lama melihat api itu semakin mengecil dan terlihat rumah itu perlahan hangus dan banyak yang ambruk tak tersisa.
"Ikuti aku" Hannyo berjalan duluan dan akan ke rumah itu, lalu Mizuki mengikutinya.
Di saat itu juga orang orang banyak yang ada di sana berhamburan perlahan ke jalan mereka yang akan berpapasan. Tampak Hannyo menahan bahu seorang pria di sana membuat pria itu terdiam berhenti berjalan dan melihatnya.
"Bisa aku bertanya sesuatu?" Tatap Hannyo dengan tatapan dingin nya.
Dengan agak takut karena mengira Hannyo orang asing luar desa, ia membalas. "Ada apa?"
"Kenapa kalian meninggalkan rumah itu tanpa panik, bukan kah rumahnya terbakar?" Tanya Hannyo.
"Oh itu, sebenarnya Nona Mazu, Biarawati kuil di desa ini meminta kami membakar rumahnya di saat yang terakhirnya, dan tinggalkan rumahnya dalam keadaan hangus tanpa melihat mayatnya, dia sudah tenang di sana. Tapi kami menemukan keanehan, dia meminta kami menyimpan serulingnya tapi dia berubah pikiran untuk tetap membawa seruling itu dalam tengkorak hangusnya" Balas pria itu.
"Jika dia sebelumnya menjadi pelindung desa ini, siapa yang akan menggantikan dia nantinya?" Hannyo kembali bertanya.
". . . Nona Mazu tetap akan menjadi pelindung desa ini, dia akan melindungi kita" Balas kembali pria itu, lalu ia berjalan pergi meninggalkan mereka.
Hannyo terdiam, ia menoleh ke rumah itu lalu berjalan kesana dengan masih di ikuti Mizuki. Saat sampai di sana, mereka melihatnya lebih dekat.
"Mizuki, tunggulah di sini" Kata Hannyo.
"Ah baik" Balas Mizuki yang berdiri menunggunya dan Hannyo masuk ke puing puing hangus itu, ia melihat sekitar, apa yang sedang ia lakukan adalah memiliki tujuan yang dari tadi membuat hatinya curiga, itu karena ia sedang mencari pecahan Kristal. Tapi dilihat di mana mana pun tetap tidak ketemu, tidak mungkin pecahan itu hancur bersama tubuh Mazu.
Di saat itu juga Hannyo terpikir sesuatu ketika ia melihat di bawah ada bekas yang tidak terbakar, bekas itu membentuk sebuah tubuh manusia dan ia langsung berpikir bahwa itu adalah tubuh dari Mazu yang tidak terbakar, jika tubuhya terbakar pastinya tidak akan ada bekas tidak terbakar yang membentuk tubuh manusia di sana.
Lalu Hannyo berlutut perlahan melihat bekas itu dari dekat. "(Ini sudah sangat jelas, pecahan itu melindungi tubuhnya dan memberikan nya tubuh siluman, dengan begitu dia seperti terlahir kembali seperti seorang siluman dengan wujudnya tanpa harus menunjukan darah manusia. Ini akan membuatnya memiliki antusiasme tinggi mmebunuh apapun yang akan berdampak buruk pada desanya. Yang harus aku lakukan adalah membuat masalah di desa ini, setelah itu dia akan datang dengan wujud barunya, tak peduli dia akan mengalahkan ku atau tidak, aku harus tetap mengambil punyaku. {pecahan bola Kristal yang harus ia ambil})"
Tak lama kemudian hannyo keluar dari puing puing hangus rumah itu dan Mizuki masih berdiri menunggunya di sana. Hannyo menatapnya sambil berkata. "Mizuki, apa tanda Kenigh itu masih ada di punggung mu?" Tanya Hannyo yang mendekat padanya.
"Um...Bagaimana aku bisa melihatnya?" Balas Mizuki, dia benar, tidak mungkin dia bisa melihat apa yang ada di punggungnya.
"Kalau begitu berbalik lah dan tunjukan padaku"
"Ah kakak, itu terlalu cabul" Mizuki menutup dada kecilnya dengan tangan nya sambil berwajah merah malu.
"Aku sudah punya pasangan" Balas Hannyo Seketika Mizuki terdiam terkejut.
"Pantas saja, sama perempuan tidak respon apapun, tapi kakak bilang, kakak tidak punya wanita yang membuat mu tertarik" Gumam Mizuki sendiri.
Seketika Hannyo terpaku. "(. . . Aku keceplosan....)" Rupanya dia keceplosan, jadi selama ini, dia memang memiliki seseorang yang membuat nya tak bisa tertarik dengan orang lain.
"(Wah wah.... Ternyata)" Mizuki langsung menatap nakal.
"Apa kau ingin membuang waktu?" Hannyo menatap dingin membuat Mizuki langsung membelakangi nya dan mengangkat bajunya dan memperlihatkan punggungnya pada Hannyo.
Hannyo terdiam dan menjadi memasang wajah yang serius karena tanda Kenigh itu masih ada di punggung Mizuki.
"Di sini ada siluman kuat yang akan siap saja menculik mu, dia bisa saja memakan mu dan melakukan apapun yang seharusnya akan dilakukan Knight pada siluman yang akan menangkap mu" Kata Hannyo.
"Ih kakak jangan nakut nakutin, kakak bilang, kakak bisa membuat tanda ini hilang"
"Aku tidak pernah bilang begitu, aku hanya bilang kau akan ikut dengan ku menghabiskan umurmu hingga ke kota kerajaan naga, itu tujuan mu bukan"
"Um... Yah, itu memang tujuan ku.... Sudahlah, jika kakak tidak bisa menghilang kan tanda itu, paling tidak nanti aku mati dengan keadaan senang karena aku telah menjelajah dan berpetualang bersama kakak" Kata Mizuki dengan senyum manis nya. Hannyo juga mengangguk pelan menyetujui perkataan Mizuki.
"Oh ya, ngomong ngomong, siapa siluman yang kakak maksud, apa desa ini ada siluman nya?" Tanya Mizuki.
"Salah satunya adalah hal itu" Balas Hannyo, ia sendiri menatap rumah hangus itu dengan lirikan nya.
"Kita cari tahu dimana letak titik desa ini" Tambahnya.
Mizuki yang mendengar itu menjadi mengangguk lalu mengikutinya pergi ke dalam pulau itu di mana lebih banyak orang tinggal di sana karena rumah biarawati tadi hanya ada satu di sana.
Mereka mengharapkan bahwa keadaan desa tenang tanpa ada yang membuat mereka mencolok, tapi justru ada hal lain yang tengah mencolok di desa itu. Mereka melihat sesuatu yang mencolok di sana yakni ada seseorang yang tengah menyiksa wanita tak berdaya di tengah desa itu.
"Dasar wanita sialan, karena kau, kini desa kita tak punya perlindungan, karena kau juga Nona Mazu menjadi meninggal" Kata pria itu sambil menendang nya yang berlutut keskitan tak berdaya.
"Aku mohon maafkan aku"
Pria itu mengambil tongkat dan akan memukulnya, tapi di saat itu juga sebuah tongkat nya langsung terlepas dan mental sendiri seperti ada seseorang yang menangkisnya dan yang benar saja, rupanya Hannyo, dia melindungi wanita itu dengan tatapan dingin nya.
"Siapa kau?! Kau melindungi wanita sialan ini huh?!" Pria itu marah dan akan melempiaskan pukulan, tapi Hannyo menangkap pukulan iu dengan satu tangan nya, pukulan itu bahkan tak bisa di lepaskan oleh pria itu yang kini bingung karena Hannyo tak melepaskan pukulan nya.
"Kau tidak bisa menilai dari mana sialan nya orang" Kata Hannyo, seketika menarik pria itu membuatnya akan jatuh ke Hannyo, tapi Hannyo menendang perut pria itu dengan lututnya membuat pria itu terlempar kesakitan.
"Hei, siapa kau? Biarkan saja wanita itu di pukuli hingga mati, kita lihat kau hanyalah pendatang, kau tidak tahu apa masalah kami disini, wanita itu adalah penyihir kesialan" Kata mereka yang menatap Hannyo dengan tatapan asing.
Hannyo terdiam memasang wajah dinginnya, ia menoleh ke wanita di belakang nya yang tengah menangis tertekan. Hannyo berlutut dan menatapnya, di saat itu juga warna mata Hannyo menjadi merah bercahaya pertanda ia tengah membaca sifat wanita itu.
Lalu ia mengulurkan tangan pada wanita itu yang terdiam menatapnya.
"Kau baik baik saja, aku akan mengantarmu pulang agar mereka tak mempermalukan mu di sini" Kata hannyo. Wanita itu terdiam, ia menjadi terpesona dengan wajah dominan Hannyo, ia lalu menerima uluran tangan Hannyo, di saat itu juga Hannyo menggendong nya di dada membuat wanita itu terkejut.
"Apa yang pendatang itu lakukan? Dia bersekongkol dengan penyihir siaan itu?" Mereka semua mulai menilai buruk Hannyo.
Hannyo berjalan dan melirik Mizuki untuk ikut dengan nya, dengan itu Mizuki menjadi mengerti dan berjalan di belakang nya hingga menjauh dari kerumunan itu dan berjalan ke arah pantai.
Di jalan, wanita itu mulai bicara. "Anu… Terima kasih soal tadi, aku… Kanade" Kata wanita itu yang bernama Kanade.
Tapi Hannyo hanya diam, membuat wanita itu bingung, lalu ia melihat ke Mizuki. Mizuki melambai tangan menyapa. "Hai kakak, aku Mizuki dan kakak ganteng ini panggil saja dia -"
"Hannyo" Hannyo langsung menyela Mizuki.
"(Waw…. Kakak namanya kak Hannyo)" Pikir Mizuki. Sekarang Mizuki bisa tahu nama Hannyo karena Hannyo langsung memberitahu nama nya pada Kanade.
"Hannyo, Mas Hannyo, terima kasih"
"Dimana rumahmu" Hannyo menyela dengan bertanya.
"Um… Ada di sana" Kanade menunjuk sebuah rumah kayu tua yang ada di atas bukit yang mengarah langsung ke arah jurang lautan.
Hannyo terdiam, ia lalu berjalan ke sana menurunkan Kanade. "Terima kasih sekali lagi, aku pasti akan mari tadi jika kau tidak menyelamatkan aku, sekali lagi Terima kasih... Apa kalian ingin mampir, aku akan menyajikan teh" Kata Kanade.
"Ya, terima kaish" Mizuki langsung menjawab dengan semangat. Sementara Hannyo hanya bisa terdiam mendengar sikap Mizuki yang agak memalu maluin.