Chereads / Legenda Buronan Pertama [HIATUS] / Chapter 6 - Chapter 6 Hannyo Bakeneko

Chapter 6 - Chapter 6 Hannyo Bakeneko

"Siapa kau berani-beraninya datang dan menghancurkan segel pelindungku"

Kata Pria yang datang itu dengan wajah yang sangat menantang tanpa takutnya.

"(Jika tidak salah namanya Magano, gadis itu sendiri yang bilang padaku)"

Batin Hannyo dengan tatapan tajamnya pada pria yang bernama Magano itu. Lalu tatapan matanya menjadi tipis ketika melihat pedang kutukan itu karena dia benar-benar melihat satu pecahan Kimo yang menempel di dalam pedang itu, hanya dia yang bisa melihat. 

"(Rupanya memang benar dugaanku sangat benar, yang harus kulakukan hanya memisahkan pedang itu dan mengambil Kimo itu dan masalah akan selesai tapi harus kupastikan orang ini tidak mendapat sama sekali kutukan dari pedangnya sendiri)" Hannyo menatap serius dan kemudian ia memegang erat gagang pedang Juken yang ada ditangan kanannya.

"Oh.... Kau mau berduel rupanya, entah siapa kau tapi aku akan membunuhmu karena kau telah melakukan sesuatu yang membuat pedang ini tertarik dengan darahmu yang artinya Aku ingin membunuhmu dengan pedang kutukan yang aku bawa ini. Tapi aku pikir-pikir pedangmu juga bagus juga, aku ingin satu setelah aku membunuhmu"

Kata Magano seketika ia melesat dan akan menyerang hanya dengan gerakan pedang yang mengerikannya. Menebas tanpa henti membuat Hannyo menghindar terus dan tidak membuat kesempatan untuk Hannyo menyerang.

"(Gerakan yang sangat cepat itu dipengaruhi oleh pedang kutukan, aku juga harus hati-hati untuk tidak melukai orang satu ini agar kelinci tidak menangis merengek padaku atau dia akan balas dendam padaku nantinya)" Hannyo memikirkan pesan Ono.

Tapi tiba-tiba baju nya tak sengaja terkena sedikit sayatan pedang itu. Hal itu membuat Magano berhenti dan melompat menjauh darinya.

"Hahaha.... Kita lihat Seberapa lama kau akan mati karena sudah terkena kutukan dari pedang ini"

Tatapnya dengan sangat senang.

Tapi ditengah keheningan itu, Magano menjadi bingung karena Hannyo sama sekali tak tumbang apalagi tidak menunjukkan reaksi kesakitan di bahunya.

"(Apa yang terjadi?! Aku yakin aku telah menebas sedikit tahunya meskipun sedikit aja tapi itu akan membuat dampak yang besar karena itu dari pedang kutukan ini)"

"Kau menungguku mati hah..." Tatapannya dengan dingin berjalan mendekat perlahan membuat Magano terdiam.

"Apa yang terjadi kenapa kau tidak mati?!"

"Kutukan tidak akan mempengaruhiku" Balas Hannyo. Tapi bukannya membuat takut, hal itu malah membuat Magano semakin tertarik dengan duel bersamanya.

"Hahaha.... Sangat menarik mari kita mulai dari awal dan aku akan mulai serius padamu, aku anggap kau bisa menghiburku nanti" Dia mulai memasang kuda-kuda dan menyerang Hannyo.

Hannyo menangkisnya dengan pedangnya, cahaya gesekan mulai muncul dengan kedua pedang mereka yang saling mengenai dan menangkis.

"(Kekuatan yang sangat kuat, pedangnya juga sangat hebat, apa dia seorang Samurai, tapi kenapa Samurai memegang pedang kutukan atau dia Master Oda?)" Magano mulai curiga.

"Dimana fokusmu?!" Teriak Hannyo seketika menjatuhkan pedang Magano dari tangan Magano sendiri membuatnya benar benar terdiam. 

Pedangnya terlempar di tempat jauh dari mereka. 

"Cih.... " Magano kesal. "Aku tidak pernah kalah!!!" Teriaknya yang seketika mengambil tanah dan melemparkan nya ke mata Hannyo membuat mata Hannyo benar benar tertutup. Saat Hannyo membuka mata, Magano dan pedangnya sudah tidak ada. "(Ini bukan duel namanya)" Ia memasang wajah kesal. 

Hannyo kembali ke tempat Ono di mana Mizuki membantu Ono mencari bahan masakan untuk nanti malam dan saat ini mereka menyiapkan bahan di belakang rumah. Melihat Hannyo sudah kembali, Mizuki menjadi mendekat. 

"Kakak... Bagaimana... Apa kakak menang?" Tatapnya dengan tidak sabar. 

"Entahlah.... Sepertinya tidak ada yang memang" Balas Hannyo dengan mata biasa dan datarnya. Ono melihat dari jauh bahu Hannyo yang sedikit ada darah. Ia berdiri dan mendekat memegang bahunya. "Aku akan mengobati mu di dalam... Mizuki bisa lanjutkan mengupas?" Tatap Ono. Lalu Mizuki mengagguk. 

Di dalam, Ono mencari obat alami dan kain penutup sementara Hannyo melepas bajunya. 

"Maafkan aku... Sepertinya terlalu sulit untukmu" Tatap Ono yang berbalik menatap. Tapi ia terdiam ketika melihat sesuatu. Dia melihat Hannyo duduk membelakangi nya dengan punggung Hannyo yang punya Tato ukiran berbentuk kepala kucing dengan sayap hitam di sana. Tato segel itu berwarna hitam. 

"(itu....)" Dia terdiam sebentar mengingat sebuah ramalan kertas. "(Jika tidak salah... Ada seseorang yang mengatakan padaku... Orang yang memiliki tato segel seperti itu berarti dia adalah legenda buronan.... Tapi bagaimana jika aku salah)"

"Apa ada sesuatu?" Hannyo menatap. Membuat Ono sadar dan mendekat. 

"Maafkan aku" Dia mulai mengobati luka Hannyo di bahunya. Tapi sepertinya Ono juga tertarik dengan tubuh Hannyo. 

"(Dia seperti pria dengan tubuh dominan, aku ingin tahu apa dia punya wanita tapi aku benar benar tidak bisa merayu nya)" Ono menjadi terdiam lagi membuat Hannyo semakin bingung.

"Apa yang terjadi? Kau memikirkan kakak mu itu? Sudah aku bilang aku akan menangani nya" Kata Hannyo berpikir bahwa Ono khawatir akan hal itu. 

"Um.... Ini baik baik saja... Oh benar, imbalan nya.... Imbalan nya akan aku berikan sekarang" Kata Ono. 

Di saat itu juga Hannyo terdiam bingung. 

Setelah selesai mengobati dan memperban, Ono berdiri dan berjalan ke depan Hannyo yang masih terdiam telanjang dada. 

Ono duduk di hadapan nya dengan wajah yang malu. Dia lalu menelan ludah. "Aku mohon, ini imbalan yang kau minta" Tatapnya, seketika ia melepas bajunya perlahan. 

Tapi tiba tiba Hannyo memegang kedua tangan Ono yang belum membuka bajunya sepenuhnya. 

Dia menatap suram. "Apa yang kau lakukan?" Tatapnya membuat Ono terdiam. 

"Aku akan memberikan mu imbalan sekarang, lebih baik aku memberikan imbalan ku lebih dulu"

"Tidak, maksudku, imbalan apa yang kau berikan?" Hannyo menatap masih dengan aura suram. 

". . . Tubuh ku, aku akan memberikan tubuh ku padamu..."

". . . Maaf, tapi, aku tidak tertarik dengan tubuh mu, kenapa kau harus memberikan imbalan tubuh mu padaku" 

Di saat Hannyo mengatakan itu, Ono menjadi terkejut. "(Dia... Dia... Tidak tertarik dengan tubuh ku....?!)" 

"Aku sudah bilang padamu, tak ada yang bisa kau berikan padaku sebagai imbalan, lagi pula aku belum berhasil saat ini, aku akan besok pagi menyelesaikan hal ini, jadi tenanglah" Kata Hannyo membuat Ono terdiam. 

". . . Tapi.... Kenapa? Kenapa kau menolak ku begitu?"

"Biar aku bertanya, apa kau sudah memberikan tubuh ku pada orang lain sebelumnya?" Hannyo menatap. 

"Um, belum..."

"Kalau begitu manfaatkan hal itu, aku bukan orang keji yang memanfaatkan keperawanan wanita, berikan saja hadiah itu pada pasangan mu nanti, untuk sekarang, kau tidak bisa sembarangan menilai bahwa imbalan sama dengan tubuh" Kata Hannyo. 

Seketika Ono terdiam kaku, dia benar benar tak percaya mendengar kalimat itu. "(Apa dia ingin mengatakan bahwa dia tidak ingin merusak tubuh ku, kenapa ada orang sebaik dia... )" Ono tampak terharu. 

Lalu Hannyo perlahan menaikan baju Ono lagi membuat Ono terkejut. "Tetap pegang kalimat ku" Tatapnya dengan wajah serius membuat Ono terdiam. 

"(Aku rasa dia adalah lelaki yang baik.... Tapi sikap datar maupun dingin nya yang membuat nya berbeda, sungguh berbeda dari apapun...)"

--

Mizuki terbangun di pagi hari dan melihat sekitar dengan keadaan rumah itu yang kosong dan gelap. Ia tertidur dengan selimut yang di berikan oleh seseorang. 

Ia bangun duduk dan mengusap matanya keluar, di luar terlihat Ono yang sedang menjemur pakaian. Mizuki Berjalan mendekat dan bertanya sesuatu.

"Kakak Ono, di mana Kakak?" Dia bertanya dimana Hannyo.

Lalu Ono menoleh dan menjawab. "Dia kembali lagi ke bukit siha, uutuk memastikan Kakak ku masih di sana"

"Apa kakak tidak akan dalam bahaya?" Tanya Mizuki dengan khawatir. 

"Entahlah dia memang bersedia melakukan apa yang ku mau dan aku akan memberikan apa yang dia mau jika dia tidak melukai kakakku saja, tapi sayang nya.... Dia menolak imbalan ku"

"Tapi kemarin bukan kah kakak kalah. Aku benar-benar khawatir soal kakak" Kata Mizuki, sebenarnya Hannyo tidak kalah, tapi Magano melarikan diri di tengah duel. 

"Jika kau memang khawatir susul lah dia"

"Tapi aku benar-benar takut sekali, kenapa kak Ono bertanya begitu?" 

"Karena aku ingin menyusul nya... Aku ingin melihat kakak ku juga..." Balas Ono dengan khawatir. 

"Sudahlah, jangan terlalu di pikir, kakak itu kuat, dia bisa mengatasi nya sendiri, sebelumnya aku ingin tahu dimana sungainya karena aku ingin mandi"

"Sungainya tepat di belakang rumahku ini, jaga dirimu baik-baik karena tidak ada siapa-siapa di sini"

"Eh, kenapa? Bukankah ini sebuah desa" Mizuki menatapnya dengan bingung.

"Di sini memang desa, tapi sudah ditinggalkan karena aku kemarin pulang disini dan disini benar-benar sudah tidak ada orang, mereka mungkin sudah terbunuh 5 tahun yang lalu"

Mendengar itu seketika Mizuki langsung membatu, dia juga menjadi gemetar ketakutan.

"K,... Kakak, Ku- pikir aku ingin ikut kau saja"

"Kenapa?, di sana kan berbahaya untukmu, lebih baik disini saja"

"Tapi aku benar-benar takut Disini"

"Kenapa harus takut? Di sini tak ada siapa-siapa"

"Tetap saja aku takut pada hantu mereka yang telah mati disini"

Mendengar itu seketika Ono langsung tertawa. "Pffr.... Hahahaha.... Kau sangat lucu.... Memang ada yang namanya hantu"

"Ya adalah.... Nyatanya siluman dan yokai itu ada"

"Memang benar sih tapi kau tidak perlu takut begitu..." Kata Ono.

"Tetap saja... Kakak, temani aku, jangan pergi ke sana" Tatap Mizuki dengan wajah manis dan memelas. Membuat Ono benar-benar terayu padanya.

"Haiz..... Baiklah.... Ayo aku hantar" Ono berjalan duluan.

"Yei.... Makasih kakak Ono" Mizuki langsung senang. 

Tapi sebenarnya itu menyimpan sesuatu, sebelumnya... 

Ketika malam hari itu, Hannyo berhenti berjalan setelah berjalan di sekitar. "(. . . Aku tak dapat, menemukan satu orang pun di sini...)" Ia melihat sekitar, rupanya desa itu memang menjadi desa mati tanpa orang satu pun kecuali Ono dan Magano. 

Lalu ia melihat Mizuki keluar dari rumah untuk meletakan bekas kayu bakar. Ia melihat Hannyo. "Oh, kakak, kakak dari mana saja" Ia mendekat. 

Hannyo terdiam lalu mengatakan sesuatu. "Besok pagi, aku akan pergi, katakan pada nya bahwa dia tidak boleh datang maupun menyusul ku nanti, aku tahu dia akan cemas dan ke sana" Kata Hannyo. 

". . . Eh, maksud kakak, aku harus menghentikan Kakak Ono ketika dia akan menyusul mu?" Mizuki menatap lalu Hannyo mengangguk, begitulah pesan Hannyo pada Mizuki yang tidak membiarkan Ono menyusul ke bukit Siha.