Flora menatap coklat yang berada di tangannya dengan pandangan kosong. Hati dan pikirannya bergejolak. Berulang kali juga ia menghela nafas kasarnya. Flora bingung, ia tak tahu mengikuti kata hati atau logikanya.
"Jadi gimana?"
Sedangkan lelaki yang berada di samping Flora menatap gadis itu dengan penuh harap. Rafa namanya. Ini kali kedua Rafa menyatakan perasannya kepada Flora. Rafa berharap, kali ini Flora mau menerimanya setelah penolakan mentah-mentah yang gadis itu berikan kepadanya.
Flora tersenyum kecut. Sepenggal memori menyedihkan dimasa lalu kembali memenuhi kepalanya. Dengan perasaan gundah, Flora memberanikan diri menatap manik mata teduh milik Rafa.
"Gue nggak bisa," kata Flora sembari menggigit bibir bawahnya.
Kedua kalinya Rafa menelan pil kekecewaan. Rafa pikir, Flora akan menerimanya setelah perjuangan yang ia lakukan kepada gadis itu. Tapi nyatanya tidak, gadis itu tak mau menerimanya.
"Nggak bisa lagi?" tanya Rafa kecewa.
"Lo tau kenapa gue nggak mau pacaran. Bukan sama lo doang, tapi sama semua cowok yang berusaha deketin gue." Flora berusaha menjelaskan agar Rafa tak kecewa. Flora juga tak mau seperti ini, hanya saja rasa trauma yang ia rasakan dulu masih sangat membekas.
"Nggak ada alasan lain?" tanya Rafa kesal. Rafa bosan mendengar pembelaan Flora itu. "Bilang aja kalo sebenarnya lo nggak suka sama gue. Karena gue jelek atau karena gue bukan tipe lo. Nggak usah pake alasan kalo lo trauma dan habis di sakitin."
"Raf!" tegas Flora. Ia tak suka dituduh seperti ini. "Jujur, gue nyaman dekat sama lo. Tapi gue masih belum bisa memulai hubungan baru sama orang baru lagi."
"Itu cuma alasan lo aja biar lo kelihatan nggak salah. Berdalih dengan alasan dulu lo pernah disakitin, tanpa lo berpikir kalo setiap cowok itu beda. Mantan lo pernah nyakitin lo, tapi gue janji nggak akan nyakitin lo. Atau memang dari awal lo nggak punya perasaan sama gue." Rafa terbawa emosi. Dua tahun sudah ia menyimpan rasa kepada Flora dan baru beberapa bulan terakhir ia berani mendekati gadis itu. Sekali di tolak tetapi Rafa tetap berjuang. Namun sayangnya, penantian panjang dan perjuangan Rafa yang tak ada artinya. Flora tak bisa menerimanya.
Flora menggelengkan kepalanya, tak percaya jika Rafa bisa berkata seperti itu. Bukan cuma bayangan masalalu yang membuatnya tak bisa menerima Rafa, tetapi ada alasan lain. Alasan yang membuat Flora tetap pada pendiriannya biarpun sebenarnya ia mulai tertarik danĀ membuka hatinya kepada Rafa.
"Emang lo pikir ada cowok yang bilang dia bakal nyakitin cewek? Nggak ada, Raf. Tapi tanpa cowok itu sadarin dia udah ngelakuin sesuatu yang nyakitin cewek itu. Lo pikir gue bakal tersentuh dan langsung percaya gitu aja kalo lo yang bilang nggak bakal nyakitin gue? Gue bukan anak kecil lagi yang langsung suka atau senang dengar omongan klise kayak gitu!" Flora meletakkan coklat di sampingnya dan berdiri. Ia menatap Rafa dengan sorot kekecewaan. "Gue baru disakitin. Luna mungkin udah cerita sama lo, kan? Gue kayak gini karena nggak mau salah pilih lagi, Raf. Gue baru putus beberapa bulan lalu, terlalu cepat buat gue memulai hubungan baru lagi. Gue nggak mau jadiin lo pelampiasan."
Rafa mendongak ke atas menatap Flora yang lebih tinggi darinya. Meski tak mendengar langsung dari Flora, tetapi Rafa tau bagaimana terlukanya Flora. Luna, sahabat Flora sudah menceritakan semuanya kepada Rafa. Dan karena cerita itulah, Rafa ingin melindungi Flora. Rafa ingin Flora bahagia dengan caranya sendiri. Menggantikan kesedihan yang pernah gadis itu rasakan dengan kebahagiaan.
"Gue nyaman sama lo, Raf. Tapi buat pacaran gue nggak bisa. Maaf."
Flora berbalik, hendak melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Rafa. Sudah cukup semua. Luka hatinya belum sembuh, tak mungkin ia bisa memulai hubungan baru dengan Rafa disaat masalalu kelamnya belum bisa ia lupakan sepenuhnya. Lagipula, ada alasan kuat yang membuat Flora tak bisa menerima cinta Rafa. Namun, ucapan Rafa mengintrupsi Diandra untuk tidak melangkah.
"Lo nggak mau buka hati lo buat gue?" tanya Rafa untuk kesekian kalinya.
Flora menghela nafas kasarnya dan berbalik menatap Rafa. Dengan senyum paksa Flora menjawab. "Lebih baik kita temenan atau sahabatan aja. Kayak Luna dan Diva yang juga jadi sahabat lo."
Selanjutnya Diandra meninggalkan Rafa yang kini hanya mampu menatap punggung gadis yang semakin jauh. Rafa mengepalkan tangannya. Tak mudah menghilangkan perasaan cinta yang sudah ia sembunyikan dan pupuk dua tahun belakangan ini. Dan lagi, penolakan Flora kali ini pun tak akan mampu membuat Rafa menyerah. Rafa akan tetap memperjuangan Diandra hingga gadis itu mau menerima dan membalas cintanya.
"Tapi lo beda dari Luna dan Diva, Flo. Lo itu spesial."