Di sebuah restoran cepat saji, Randy, Ira, Celicia, dan Geni duduk dengan mengitari meja persegi.
Ira duduk di samping Randy, sementar Celicia duduk berdampingan dengan Geni.
Mereka ke sini karena menghindari kekacauan yang disebabkan oleh Celicia dengan bibinya Randy yang terjadi di depan rumah tadi, entah karena sesama penyihir atau karena masalah keluarga, mereka tiba-tiba jadi begini. Tapi yang pasti, saat ini sudah aman karena mereka telah dipisah dan menjauh satu sama lain.
"Ayo dipesan, jangan malu-malu... Aku yang bayar."
Celicia memasang wajah penuh tawa yang bahagia. Semua yang tadi terjadi seketika hilang bagaikan sebuah mimpi indah di pagi hari.
"Eh..." Randy mencoba melihati menu yang tersedia yang tertera di atas kasir.
Tidak perlu penglihatan yang bagus untuk melihatnya, karena banner harga menu itu sangatlah luas bahkan bisa dilihat dengan mata telanjang.
Ngomong-ngomong, ini kedua kalinya Randy berada di sini. Dia pertama kali ke sini, bila tidak salah saat Ilham mentraktirnya dan hal buruk itu terjadi.
Dia tidak mau mengingatnya lebih jauh karena masalah itu sudah berakhir. Tidak ada gunanya untuk mengungki-ngungkitnya lagi.
"Aku pesan set biasa saja." (Ira)
"Set ramah kantong." (Geni)
"Set paman burger ramah saja." (Randy)
Mendengar teman-temannya yang memilih untuk memesan set murah, Celicia yang tadi tersenyum cerah berubah menjadi hambar.
"Kenapa kalian memilih set murah?! Kalian seperti mengejek kantongku saja!"
Dia tersinggung dengan pilihan makanan yang dipilih teman-temannya.
"Lagipula, kita ke sini bukan untuk makan..." (Geni)
"Kita kesini untuk membicarakan hal itu, bukan?" (Geni)
Geni mengingatkan nonanya dengan nada yang serampangan namun tenang.
Dia sedikit berbeda dari yang kemarin, yang penuh curiga bagaikan Windy, kini berubah agak kalem dan penurut.
Sepertinya, setelah dibebaskan oleh Randy, Geni juga terkena efek darinya, dan memperlihatkan sifat aslinya.
"Eh, tapi kita kan pas kesini masih pada dalam keadaan belum makan..."
Benar juga, mereka kesini pagi-pagi buta sama seperti bibi Randy. Dengan hanya dibedakan sekitar 30 menit saja, mereka datang dan menunjukkkan muka mereka di depan laki-laki itu.
GROWLLL...
Suara perut seseorang terdengar jelas masuk ke kuping mereka.
"Agh... Benar juga. Kita ke sini bahkan belum sarapan..." Ira tertawa kecil sambil menggarut-garut rambutnya.
Pemiliki perut lapar itu adalah Ira.
"Agh, sial... Lupakan saja soal apa yang ingin kita bicarakan ini! Kita perlu mengisi perut kita baru kita lanjut bicarakan ini!" Ucap Celicia sambil menggebrak-gebrakan meja yang berada di depannya.
Siapapun yang melihat kejadian ini, pasti akan dengan segera sadar kalau perilaku gadis ini berbeda seratus delapan puluh derajat dari aslinya. Cara bicara gadis ini yang sebelumnya terdengar tegas saat di depan publik, seketika berubah layaknya preman pasar yang suka malak uang keamanan.
'Apakah ini adalah efek pembebasan dari Celicia?' Dalam pikirnya, Randy terus memikirkan itu.
Sungguh diluar dugaan, Randy mengira kalau Celicia setidaknya hanya akan berubah sedikit dan terlihat lebih santai, namun sepertinya itu semua hanya ekspestasi laki-laki itu. Nyatanya, di depannya saat ini, gadis itu duduk dengan kaki diangkat ke atas kursi.
Untung saja dia saat ini memakai celana panjang, bukan rok.
Rambut panjangnya diikat, dicampur dengan berpakaian jaket kulit, dengan celana jeans panjang membuat gadis ini memiliki rasa baru dalam dirinya. Celicia yang mereka lihat ini benar-benar sudah berbeda dari yang mereka kenal.
"Kalian semua sudah memilih? Kalau begitu, biarkan aku yang memesannya," ucap Randy dengan sukarela.
Dia tidak mau membuat para gadis bekerja, jadi dia mau tidak mau harus melakukannya.
"Tenanglah, biar aku sendiri saja." Tapi sepertinya kedermawanan laki-laki itu ditolak mentah-mentah oleh Celicia. "Lagian kali ini yang maksa untuk makan kesini kan aku. Jadi biarkan aku yang sedikit bekerja..."
Dengan begitu, Celicia pamit pergi dan berjalan ke arah kasir untuk memesan.
Sambil menunggu Celicia, Randy mengalihkan pandangannya kembali ke gadis yang berada di seberangnya.
"Kalau boleh tahu(sambil menggaruk-garuk pipinya)... Sebenarnya, apa tujuan kalian tiba-tiba datang kemari?" Sambil berlagak bodoh, Randy mencoba menanyakan maksud kedatangan mereka bertiga.
Sebenarnya dia tahu, hanya saja dia pura-pura bodoh agar punya bahan obrolan.
"Pecundang, jangan seenaknya saja kau melupakan tanggung jawabmu!" Sambil berkacak pinggang, Geni menghina laki-laki itu.
'Kenapa cara bicaranya padaku terasa sangat berbeda?' Randy lebih baik tidak memikirkan itu, dan menganggapnya tidak pernah terjadi atau dia tidak sadar.
"Hey Geni, mana sopan santunmu?!" Ira yang duduk di samping Randy sedikit menggebrak meja untuk menegur gadis tak tahu tata krama itu.
"Sopan santun padanya? Buat apa?" Namun bukannya menerima kesalahannya, Geni malah bersikap sok dan menganggap apa yang dia lakukan ini adalah benar. "Dan terlebih lagi pada penghianat sepertimu..." Kini dia malah mengungkit masalah rahasia Ira yang disembunyikan dari valkyrie-valkyrie lainnya.
Ira mengigit bibirnya dan menatapi meja itu dengan perasaan bersalah dalam diam dan tak berani menjawab lebih jauh.
"Pantas saja... Saat bertarung melawan Rena, aku melihat ada wajah yang seharusnya tidak kami lihat di sana." (Geni)
Mendengar nama Rena, Randy langsung membelalakan matanya. Dia takut pada gadis yang mempunyai sumber informasi yang selengkap ini.
"Wajah?" (Ira)
"Jangan pura-pura bodoh... Kau seharusnya tahu, terlebih lagi dia selalu berdiri di sampingmu selama pertarungan berlangsung." Sebuah senyuman penuh kepuasan terpancar di wajahnya dan mulai sedikit mengangkat badannya untuk mendekatkan wajahnya ke arah mereka berdua. "Aku membicarakan soal Dian..."
Kalimat gadis itu membuat mereka berdua mengeluarkan keringat dingin dari punggung mereka.
Sampai sekarang, dari sisi justiciar bahkan vakyrie sekalipun tidak menyadari alasan Dian yang ada di sana.
Saat itu mereka terpaksa menghiraukannya karena Rena yang statusnya berbahaya. Tapi kini, jika saja hal itu disebar luaskan, maka akan terjadi masalah besar buat Randy.
"Heh..." Namun, Randy bukannya takut pada ancaman itu, dia malah memperlihatkan senyum asamnya.
Dia tahu...
Dia tahu dia sudah menang sejak awal. Apapun yang dilakuian Geni tidak akan berguna baginya.
"Kenapa kau tertawa?" (Geni)
Mereka berdua memasang wajah aneh saat melihat Randy.
Ira yang merupakan pacar dari laki-laki itu sekalipun tidak bisa menyadari apa yang ada di pikiran pacarnya itu.
"Randy, apa obatmu habis?" (Ira)
"Kumohon, jangan bercanda yang seperti itu." Senyuman asam Randy seketika berubah menjadi senyuman konyol berkat kalimat bodoh Ira.
"Sudahlah, yang pasti. Meskipun kau mencoba mengendalikanku seperti yang kau lakukan pada Ira sekalipun, tapi pilihan Celicia untuk percaya padamu tetaplah ada di bagaimana kau memperlakukan kami berdua." Geni sudah mencoba menepis segala kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi.
Randy harus memilih kata-katanya dengan berhati-hati saat ini, terlebih lagi setelah Celicia kembali.