TOK TOK TOK!
Ketukan pintu terdengar di tengah-tengah suasana yang tegang.
Baik Randy dan Rina yang tadi memasang wajah saling mencurigai langsung hilang dan menghadap ke arah pintu yang diketuk itu.
"Randy..." Suara ibu terdengar.
"Apa bu?" Ucap Randy sambil membuka pintu.
Saat dibuka, wajah ibu terlihat dengan cukup jelas di hadapa Randy. Namun bukannya sebuah wajah senang yang ibunya itu pasang, dia malah tatapan sipit yang penuh tanya dan kecurigaan.
"Ada yang nyari."
"Ha?"
Kedatangan Dina dan Rina di pagi hari sudah tidaklah jelas, sekarang malah ada tamu lain.
"Dan terlebih lagi, mereka ada banyak..."
"Mereka?"
Randy seketika memiringkan kepalanya, dia di antara bingung dan takut. Dia tidak tahu siapa lagi yang datang untuk membuat situasi semakin ruyam.
"Para gadis..."
Okeh, itu menjelaskan kalau situasi semakin ruyam.
"Siapa-siapa?" (Randy)
Siapa tahu ibu tahu mereka.
"Entahlah, namun ibu tahu salah satunya Ira."
"Ira?"
Apakah ada hubungannya dengan yang tadi malam?
"Biar Randy periksa..."
Dengan begini, Randy meninggalkan ibu dan Rina kamarnya.
Dia juga melewati Dina yang sedang duduk sambil membaca sesuatu di ponselnya, senyum puas terpampang di wajahnya.
Krak.
Pintu utama terbuka dan memperlihatkan ada 3 gadis yang sedang berdiri di depan rumah.
'Kenapa banyak sekali perpempuan di rumahku?! Ini menganggu imanku!'
"Permisi..." Ucap Ira sambil tersenyum ke arah Randy.
Dia tidak sendiri, di belakangnya ada Celicia dan Geni yang sedang berdiri. Celicia menatap laki-laki itu dengan menyilangkan tangannya, sedangkan Geni hanya berdiri sopa sambil memegang dadanya layaknya seorang pelayan.
"Ma-masuk..." Randy tergugup oleh situasi ini, dalam pikirannya dia mulai memikirkan banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi saat ini.
Saat mau mengatakan itu, Randy seketika melihat ke belakang tepat ke tempat Dina terduduk.
Dia lupa kalau dia juga sudah punya tamu.
"Eh..."
"Kenapa, Dy?" (Ira)
"Ruang tamu sudah dipakai."
"Bukannya di teras ada beberapa tempat duduk. Kita ngobrol di sana saja." (Celicia)
Celicia yang tiba-tiba mengambil perintah membuat Ira dan Randy tertegun. Gadis itu seakan memiliki aura pemimpin yang perintahnya tidak bisa ditentang.
Namun...
"Oh, sungguh gadis-gadis cantik. Apakah kalian berkunjung untuk menemui Randy? Kalau gitu, kenapa tidak masuk saja?" Dina tiba-tiba muncul di belakang Randy dengan memasang senyum menggoda.
Sebagai seorang Valkyrie, mereka jelas bisa merasakan hawa keberadaan Justiciar atau pengguna sihir lainnya hanya dari aura yang muncul dari dalam dirinya.
Mereka bertiga langsung mengambil kuda-kuda dan memberi tatapan yang sangat tajam seakan menembus kepala wanita yang tersenyum menggoda itu.
Mereka seakan menganggap kalau Dina adalah sesuatu yang berbahaya, bahkan saking berbahayanya Celicia sampai mengeluarkan seperempat kekuatannya di dunia yang seharusnya tidak mereka perlihatkan.
"Siapa anda?!" Celicia bertanya pada Dina tanpa melepaskan ancang-ancangnya.
"Tidak perlu judes begitu... Aku Dina Ajur. Aku di sini hanya ingin mengunjungi kakakku saja. Apakah tidak boleh?"
Dina mencoba menepis ketidaknyamanan mereka dengan sesuatu yang logis tanpa memerlukan kekuatan sihir ataupun yang lainnya. Dia murni menggunakan kemanusiaannya.
"Ya... Itu sih boleh-boleh saja, namun kenapa kenapa aura anda cukup pekat?"
Namun Celicia dengan cepat membaca wanita itu lagi, kini tatapannya malah berubah semakin mengerikan.
Randy yang melihat itu hanya bisa kembali menoleh ke arah Dina. Dia mempertanyakan maksud kedatangannya bibinya itu. Tidak mungkin dia tiba-tiba datang hanya untuk menemui Randy yang notabenenya adalah satu-satunya laki-laki yang bisa melihat Time Fracture.
"Aku ini anak pengusaha, punya aura pekat adalah keharusan, bila tidak, maka aku akan jadi mangsa mudah bagi perusahaan-perusahaan lawan."
"Apakah hanya itu saja?"
"Tidak, tapi tidak semua harus kuekspos, kan? Apa itu benar, jomblo suka gosip cinta?"
"Siapa yang kau panggil jomblo suka gosip cinta? Dasar tak tahu malu kau, rambut DNA!"
"Heh, emang kenapa kalau rambutku mirip seperti DNA, daripada rambut diikat kayak kuda?!"
"Ini mah normal! Bukan kayak kau!"
"#@$@" (Dina)
"#@$@" (Celicia)
Kecurigaan mereka malah sekarang berubah menjadi adu cekcok dan saling ejek.
Mereka yang ada di sana hanya bisa melongo karena kebodohan dua orang kaya ini, atau lebih tepatnya anak orang kaya inj.
"Eleuh? Kenapa suasana cukup panas di sini?"
Ibu Randy yang merupakan satu-satunya manusia murni di rumah ini tiba-tiba datang dan menengahi mereka. Suasana yang berat tadi seketika berubah menjadi ringan, namun tidak menghilangkan tatapan curiga satu sama lain dari mereka.
"Se-sepertinya situasi di sini cukup berat, jadi..." Ibu menghadap ke arah Celicia dan yang lainnya. "Ira, kumohon, bawalah Randy bersama kalian. Biar di sini aku yang mengurusnya!" Ibu mengeluarkan senyuman yang kecut disetiap katanya.
Dia tidak tahu bagaimana dia harus meredam situasi yang memanas ini.
"Baiklah, menurut saya itu malah lebih baik ketimbang Mbak Celicia sama Bibi Dina bertengkar."
Senyuman Ira membuat siapapun yang melihatnya menjadi merasa damai dan tenang. Namun, tidak semua, Dina malah memasang wajah seram pada gadis itu.
Randy yang melihat raut muka bibinya itu langsung tahu sumber amarahnya.
"Ira..." Randy berbisik pada Ira. "Sebaiknya jangan panggil Dina dengan sebutan bibi..."
"Eh, begitu, ya? Okeh, okeh..."
Dengan begitu, demi melestarikan kedamaian di rumah orang yang tak bersalah tapi sebenarnya sangat bersalah ini. Baik Celicia maupun Dina harus berada di tempat yang berbeda, dan oleh karena itu, Ira mengambil alih kepemimpinan dan membawa Randy, Celicia, dan Geni pergi dari sini.
***
Di sisi lain, ibu, Dina, dan Rina sedang duduk di ruang tamu bersama.
Mereka kembali berbincang dan bergosip untuk mengisi waktu.
Tapi, itu hanya berlangsung sementara karena Dina langsung masuk kebagian penting.
"Kak, bisa tidak adikmu ini meminta sesuatu?" Dina menepuk kedua tangannya sambil menutup matanya rapat-rapat, keringat yang berhamburan di sekitar wajah, dan mulut yang gemetaran, dia seperti orang yang sedang kepepet hutang.
Tapi, itu tidak mungkin. Uang tidak akan pernah menjadi masalah baginya. Apalagi dia adalah ratu judi dan taruhan, uangnya pasti sudah segudang.
"Sesuatu?"
Ibu yang jelas-jelas tahu bagaimana kondisi keuangan adiknya langsung mencoba memikirkan sesuatu yang lain, yang jelasnya bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan uang.
Apakah ada bahaya yang mengintai adiknya? Bila iya, maka dia harus menolongnya, tapi bila tidak. Dia harus memikirkannya dengan hati-hati, dia tidak bisa seenanya saja berurusan dengan dua eksperimen kedua orang tuanya.
"Ini sesuatu yang sangat penting... Jadi kumohon, kakak tertua bisa mengabulkan permintaan ini." (Rina)
Mendengar Rina sudah mengatakan 'sesuatu yang sangat penting' itu artinya ini adalah keadaan yang sangat terdesak. Dan posisi ibu yang sebagai kakak tertua, maka dia harus mengiyakannya asalkan wanita itu sanggup.