Banyak hal yang masih menjadi misteri. Sampai Time Fracture berakhir, tidak ada yang bisa menjawab misteri itu.
Di rumah Farida, tepat di kamarnya. Saat ini Rena yang pingsan masih berada di sana.
Farida tidak tahu apa yang harus dia katakan pada orang tuanya.
Apakah harus bilang cuman teman yang mau menginap, atau semacamnya? Tapi tidak mungkin mereka percaya begitu saja. Dan kemustahilan itu tidak mungkin terjadi karena temannya sudah tidur terlenih dahulu bahkan sebelum tuan rumah menemuinya.
"Bagaimana ini?" Farida memegangi keningnya. "Tadi aku bilang pada mereka kalau aku akan mengurusnya, tapi setelah dilihat-lihat. Tidak mungkin aku bisa mengelak orang tuaku!"
Farida yang kini tinggal sendiri bersama putri tidur itu tidak tahu harus apa. Teman-teman sekolahnya yang tadi berkunjung juga sudah pada pulang.
KNOK KNOK KNOK!
Pintu kamar Farida diketuk.
"Farida? Kamu bicara sama siapa? Kenapa teriak-teriak?" Ibunya khawatir.
Sepertinya suara teriakan Farida tadi membuat orang rumah terkejut. Kedua orang tua Farida pastilah akan sangat khawatir pada anaknya. Tidak heran, dia adalah anak satu-satunya bila diingat dengan logika.
Kedua orang tua Farida tidak menyadari kalau anaknya ada yang telah tiada. Sesuatu semacam sihir telah membuat mereka lupa hawa keberadaan anak itu.
Meskipun begitu, jejak-jejak yang ditinggalkan adik Farida masih membekas sampai kini. Dari kamar sampai barang-barang miliknya masih tertinggal di rumah. Terkadang ibunya berteriak tidak jelas seperti orang kesurupan setiap kali melihati kamar tak bertuan itu.
Dan karena hasil dari itu, ayah Farida ingin menyegel kamar itu dengan kayu. Namun Farida bersikeras untuk membujuknya untuk tidak melakukannya. Segala usaha sudah ia lakukan, tapi kegilaan kedua orang tuanya sudah tidak bisa ia biarkan menjadi lebih jauh.
Kamar itu berakhir disegel dan tak mungkin ada yang bisa masuk lagi. Butuh sebuah kekuatan kuat hanya untuk mendobrak paksa ruangan itu saat ini.
Kembali ke masalah tadi.
"Bukan apa-apa, cuman bicara sama temen."
"Temen?" Ibunya membuka pintu tanpa ijin.
Itu adalah hal yang biasa. Orang tua punya hak penuh apa yang disembunyikan anaknya.
Ibunya langsung menatap bingung gadis yang tertidur itu. "Siapa dia, Ayunda?" Dia bertanya pada anaknya.
"Temen Ayunda, dia bilang mau nginep semalam." Farida menatap melas ibunya.
Dengan tatapan itu, ibunya hanya bisa pasrah pada mata anaknya itu. Dia tidak keberatan soal temannya yang ingin menginap. Tapi bila dia bermasalah, maka tak akan ada tapi.
"Kalau Ayunda gak keberatan ya gak papa, tapi inget! Jangan sampai dia bawa kita ke dalam masalah." Ibunya menunjuk ke arahnya.
"Iya Ibunda..." Farida mengangguk seperti putri polos.
BRAK!
Ibunya keluar dan menutup pintu dengan pelan.
"Hah..." Nafas lega keluar dari paru-paru gadis itu.
Dia tidak menyangka dia akan lolos dengan mudah dengan memanfaat statusnya. Tapi perasaan sedih juga mengikutinya, dia kembali teringat pada adiknya yang terlupakan.
"Tapi aku tidak boleh terlena, besok adalah hari terakhir ujian." Dia mengepal tangannya. "Aku pasti akan dapat sempurna!" Optimisme muncul dari wajahnya.
Dia langsung berjalan ke meja dan memahami soal besok. Denga harapan dia bisa sempurna seperti Celicia, dia akan membakar kepalanya malam ini.
----
1 jam kemudian
----
Kepalanya sudah berasap dan tidak bisa menahan lebih lama lagi. Dia harus berhenti. Dia akan kehabisan energi hanya untuk memahami satu mata pelajaran itu.
"Sial... Memikirkan apa yang terjadi malam ini benar-benar membuat pikiranku kemana-mana."
Kejadian malam ini benar-benar membuat semua menjadi semakin berkabut. Bahkan kepala Farida yang seharusnya dipakai untuk ujian besok malah dibuat mikir keras untuk kejadian itu.
---
Besoknya
---
Randy berjalan bersama Ilham. Seperti biasa, mereka berdua berjalan ke arah papan pengumuman itu.
Apa yang mereka lakukan di sana pun sudah jelas. Ini bagaikan kegiatan yang harus dilakukan sebelum ujian. Hal yang dimaksud adalah melihat daftar guru yang akan mengawas.
Moral mereka akan bagus atau buruk hanya dari nama guru yang akan mengawas ujian. Bila guru itu ketat, maka moral mereka akan rendah. Bahkan murid pintar pun terkadang juga terkena tekanan dari pandangan mata guru itu. Sedangkan bila guru itu santai, maka moral mereka akan tinggi. Bahkan siswa dengan nilai terendahpun terkadang bisa menjadi hijau nilanya.
"Siapa?" Tanya Randy pada Ilham yang menatapi sampai atas dafatr guru itu.
"Bentar, kelas 3-B... kelas 3-B... Dapat!" Wajah Ilham tidak menunjukkan adanya ekspresi senang maupun kecewa.
Dia terlihat biasa saja saat melihat nama guru itu.
"Siapa?" Tanya Randy lagi, tapi kini lebih bersemangat.
"Pak Randy..." Dia menatap Randy(protagonis) dengan tatapan datar. "Wali kelas kita..."
"Ah, dia ya?" Randy langsung loyoh setelah mendengar nama guru itu.
Bukan hanya karena namanya sama dengannya, tapi dia juga guru yang paling biasa di antara biasa. Bahkan saat kelas sekalipun, tidak ada rasa senang ataupun takut setiap kali diajarnya. Seakan guru itu tidak punya jalan hidup dan hanya mengikuti arus. Yang penting dapat uang, dan dia tidak peduli lagi.
"Ayo ke kelas..." Ilham mencoba berjalan mendului.
"Tunggu!" Randy menghentikannya.
Mungkin karena nama orang itu terlihat, mereka sampai merasa biasa dan bosan sampai melupakan sesuatu.
"Farida belum tiba, kan?"
Mendengar nama itu, Ilham yang tadi layu kini segar kembali. Dia seakan dibuat abu-abu tadi.
"Oh, iya! Dia belum kelihatan sama sekali!" Ucapnya sambil melihati sekitar namun tak mendapatkan apa-apa.
Sampai tak berapa lama, mereka menemukannya. Farida yang kepalanya hangus terbakar.
"Kau kenapa?" Ilham menatapi bodoh cewek budak sains itu.
"Cuman terlalu banyak pikiran..." Ucapnya sambil tak tahan menahan berat tubuhnya sendiri.
GEDEBUG!
Dia pingsan dan terjatuh di dada Ilham.
"Astaga! Kau mati?!" Ilham bercanda.
"Randy, Ilham... Gotong aku ke kelas..." ucapnya sambil tersenyum imut.
Mereka sudah kebal itu, tidak akan mereka jatuh ke lubang yang sama.
"Bawa ke UKS aja..." Randy menyarankan.
Ilham hanya mengangguk setuju tanpa perlawanan.
"Hey, tunggu! Jangan bawa aku ke sana! Atau usahaku akan sia-sia!"
Meskipun dimaki, kedua orang itu tetap memaksa cewek itu untuk istirahat.
Sesaat setelah mereka membawa Farida ke UKS. Randy menyarankan pada cewek itu untuk ikut ujian di gelombang 2 saja. Itu lebih baik ketimbang tidak sama sekali.
Setelah meninggalkan kelas itu, baik Randy maupun Ilham berjalan ke kelas tanpa memikirkan Farida lebih jauh lagi. Mereka tahu kalau cewek itu tidak suka dipikirkan terlalu lebih.
---
Hasil Ujian
---
Nilai Matematika Peminatan (KKM: 70):
Randy Aditya: 42 (gagal)
Farida Ayu Putri(Gelombang 2): 90 (lolos)
Ilham Darmono: 70 (lolos)
Hannah Kumila Dzakri: 70 (lolos)
Ira Mana Sari: 64 (gagal)
Celicia Ambarwati: 100 (lolos)
Windy Renata Maulydia: 68 (gagal)
Naura Batu Langit Tak Mungkin Itu: 50 (gagal)
Dian Pitaloka Mandasari: 88 (lolos)
Dengan begini, ujian telah berakhir. Dan kelas mereka minggu depan akan kembali seperti semula.
Bagi siswa yang gagal maka mereka harus mengikuti remedial untuk menambal nilai.
"Tak terasa seminggu berjalan begitu lama."
Masih ada banyak hal yang akan menanti di depan mereka. Masih banyak yang belum terungkap soal Time Fracture. Kehadiran dewi-dewi itu jelas akan menjadi tantangan bagi Randy untuk membebaskan para Justiciar dan Valkyrie.
Tapi dia tidak sendirian, kini dia sudah ada teman. Dia akan bertarung bersama dengan mereka.