Chereads / Jadi Pengacau Dunia Gadis Penyihir / Chapter 45 - Bab 6. Rahasia Diri Sama Seperti Sumber Ketakutan

Chapter 45 - Bab 6. Rahasia Diri Sama Seperti Sumber Ketakutan

"Heh?!"

Randy tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sekarang, namun dia bisa melihati cerminan dirinya saat masih SMP. Tapi dari apa yang dilihat sekarang, peniru itu lebih memiliki muka yang memuakkan ketimbang orang-orang yang pernah ia temu. Dia sedang berhadapan dengan bayangannya sendiri.

"Apakah kau memikirkan masa depanmu?" Peniru itu buka suara. "Kalau iya, kenapa kau tidak diam saja dan biarkan aku memakan jiwamu. Dengan begitu, semua kecemasanmu akan hilang," ucapnya sambil terkekeh.

"Orang bodoh mana yang mau jiwanya dihisap?!" Teriakan Randy membiat sekitarannya rusak.

Gapura yang berada di dekat mereka seketika hancur menjadi beberapa bagian.

Randy tak menyangka kalau teriakannya dapat merusak hal seperti itu. Dia menatapi dengan tidak percaya apa yang baru saja dia lakukan.

Di sisi lain, peniru itu tertawa hina. Dia menertawakan kemunafikan pemilik wujud yang ia tiru itu.

"Tak kusangka, kau rupanya sangatlah naif! Masa depan masih lama, tapi kau membiarkan dirimu berpikir berlebihan soal itu." (Peniru)

Randy yang mendengar itu malah melunjak. Dia marah bukan karena dihina, tapi karena bagaimana peniru itu memperlakukan masa depan.

"Mau bagaimana lagi?! Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di masa itu!"

"Apakah kau mau begini terus? Hidup sengsara karena memikirkannya?!" Kedua tangan peniru itu dilebarkan seperti orang yang menantang.

"Diamlah! Aku tidak butuh omong kosongmu!"

"Omong kosong?" Peniru itu kembali terkekeh. "Yang mengatakan omong kosong itu adalah kau! Memikirkan masa depan karena khawatir dengan tubuh yang lemah."

Peniru itu terus mengoceh.

"Bagaimana ini? Fisikku lemah, sedangkan pekerjaan yang ada di negara ini 50% memakai tenaga."

"Bagaimana ini? Aku tidak terlalu pandai bicara dan hanya bisa berbohong. Padahal dunia kerja 90% butuh komunikasi."

"Bagaimana bila aku tidak pernah berubah dan terkurung di fase ini sampai tua?"

"Kenapa aku selalu lemah?!"

"Kenapa aku juga sulit berkomunikasi dengan orang asing?"

"Kenapa mereka butuh yang pintar bicara?! Padahal sebagai buruh hanya perlu diam dan menurut apa yang bos kata!"

Peniru itu mengatakan semua kecemasan yang dimiliki laki-laki itu.

Kerisauan Randy adalah sesuatu yang seharusnya dipikirkan orang dewasa, namun karena tekanan dari realitas. Dia harus bisa memikirkan ke depannya. Jika tidak, dia akan gagal selamanya.

Randy menatapi tanah di bawahnya. Matanya menutup kesakitan oleh fakta. Perlahan air mata turun dari selipan mata yang tertutup itu.

"Yang kau katakan itu benar..." Suaranya menjadi sangatlah berdengung dan serak.

"Aku memikirkan itu lebih dari murid-murid lainnya. Yang lain memikirkan bagaimana masuk kuliah, sedangkan aku malah memikirkan dunia kerja."

"Sungguh, bodoh sekali aku." Kini giliran Randy untuk bicara panjang lebar.

"Aku begini karena terbiasa melihat kenyataan buruk."

"Setiap kali aku berada di kelas olahraga. Aku selalu merasa deg-degan. Aku takut... Dipermalukan."

"Aku yang tidak bisa apa-apa pasti hanya jadi bahan tertawaan bagi mereka."

"Setiap kali namaku dipanggil, aku selalu merinding bukan main."

"Setiap kali aku melakukan olahraga yang dimaksud, aku pasti berada di urutan terakhir."

"Menyedihkan sekali, betapa lemahnya aku. Sampai tak ada satupun yang bisa kulewati dengan benar."

"Padahal, kalau dipikir-pikir. Aku lebih baik memikirkan bagaimana masuk kuliah."

"Tapi entah kenapa, aku tidak terlalu berpikir itu akan berhasil."

Randy akhirnya terdiam, tadi itu adalah ocehan terakhirnya. Dai sudah merasa sedikit lega dengan obrolan ini.

"Ceritamu tadi sungguh menyentuh, tapi apakah orang akan peduli?" Peniru itu berucap.

"Apakah ada yang akan peduli dengan ceritamu?!"

"Manusia itu punya kehidupan sendiri! Memikirkan masalah hidup sendiri saja sudah susah, ini malah mau memikirkan masalah orang lain!"

"Bukankah itu yang selama ini ada di dalam pikiranmu?!"

"Dengan berbekal dasar itu, kau menganggap manusia bukanlah jiwa. Melainkan fasilitas!"

"Fasilitas untuk hidup(Ibu), Fasilitas untuk berbicara(Ilham), fasilitas untuk menenangkan hati(Ira), fasilitas untuk mendapatkan uang(Hannah), dan fasilitas untuk takdir(Dalor)."

"Bahkan sejak pertama kali memiliki kekuatan, kau bahkan memang tidak peduli pada Ira. Kau mencoba meninggalkannya bertarung melawan Farida sendirian tanpa memikirkan nasibnya."

"Kau juga menolak untuk menjadikan kalung-kalung yang kau bebaskan menjadi budak setiamu bukan karena kau tidak ingin, tapi karena kau malu! Orang yang susah berbicara dengan orang asing sepertimu mana mau melakukan hal-hal aneh seperti itu."

Peniru itu terus menyemprotkan fakta pada laki-laki itu. Semua yang dia katakan adalah benar ada di dalam diri Randy, tanpa terkecuali. Semua itu berasal dari hatinya.

Randy yang mendengar faktanya dimnbar menjadi terdiam. Dia ingin menentang apa yang peniru itu katakan, tapi dia tidak sanggup. Karena semua yang dia katakan benar apa adanya.

Randy tidak pernah menganggap siapapun sebagai manusia yang berjiwa. Melainkan hanyalah sebuah fasilitas hidupnya. jika saja salah satu fasilitas itu rusak, maka dia hanya perlu menggantinya dengan yang lain.

Bahkan Dalor yang hidup di dalam dirinya saja tidak tahu ini. Ini adalah fakta tersembunyi yang hanya disimpan laki-laki itu.

"Lalu?" Ucap Randy dengan lirih.

"Sekali lagi kukatakan! Biarkan aku menghisap jiwamu!" Peniru itu berjalan mendekat dan memegang kedua bahu Randy. "Aku mendapatkan jiwamu, dan kau bisa hidup tanpa rasa khawatir sama sekali. Ini adalah pertukaran yang seimbang, bukan?" Pertukaran yang sangat menggoda, namun sangat beresiko.

Mendengar pertukaran itu, mulur Randy melengkung membuat sebuah senyuman. Itu adalah senyuman jahat dan tak kenal ampun. Senyuman yanh melihat semuanya sebagai rendahan.

"Fire Storm!"

Seketika, tubuh Randy dikelilingi oleh sebuah tornado api raksasa.

"GYAH!" (Peniru)

Tornado itu membakar segalanya yang berada di dekatnya tanpa terkecuali.

Gapura, tanaman persawahan, pohon-pohon, bahkan sang peniru itu juga menjadi korban amukan tornado api itu.

Merasa tersudut, peniru itu terbang ke udara dan memperlihatkan sayap yang sama seperti Randy miliki. "Cih! Kau tidak mau?!" Dia awalnya membuat sebuah raut kesal namun hanya dengan sepersekian detik, raut itu berubah menjadi senyuman puas.

"Terserahlah, lagipula aku sudah menemukan mangsa yang lebih baik ketimbang dirimu!" Dengan begitu, sang peniru terbang menjauh dari dunia itu.

Randy yang tertinggal di sana hanya menatapi kepergiannya dengan kelelahan. Dia memegangi dadanya yang sakit karena dihujani fakta dirinya oleh peniru itu.

"Untung saja aku masih memiliki kewarasan dan bisa lepas darinya. Bila tidak, mungkin aku akan jadi mayat hidup."

Tapi ucapan terakhir peniru itu kembali masuk dalam pikirannya.

"Dia sudah menemukan mangsa baru? Itu artinya seseorang sekarang memiliki kekhawatiran yang melebihiku." Pikirannya mencoba memikirkan sesuatu yang logis, sesuatu yang pasti akan terjadi. "Jika itu benar, maka sebentar lagi aku akan keluar dari dunia palsu ini."

----

Kembali ke waktu sekarang.

----

Tubuh Ira yang tergelatak tak berdaya di selimuti aura gelap. Luka besar yang ada di perutnya menghilang secara perlahan.

Tapi apakah bisa sihir itu mengembalikan nyawa yang hilang?

Seperti yang dijelaskan saat pertarungan melawan sang pembelot, Rena. Dark Heal punya kekuatan sihir yang berbeda dari Divine Heal.

Divine Heal lebih ke menyembuhkan fisik, sedangkan Dark Heal lebih ke menyembuhkan jiwa.

Sedikit apapun jiwa yang tersisa, asalkan belum lenyap. Orang itu bisa hidup kembali.

"Eh..." Ira yang tergeletak perlahan kembali melihati sekelilingnya.

Namun belum diberi waktu untuk santai sehabis sekarang. Ira malah langsung dilihatkan oleh sesuatu yang menakutkan.

"Celicia, jangan!"

Di depannya sekarang, Celicia dan Copycat saling berhadapan. Peniru itu meniru wajah Celicia dan membuat senyuman cengegesan. Celicia yang disampingnya menatap kosong peniru itu. Geni yang tadi bersamanya terbaring menatap tembok rumah Randy. Saat ini, Celicia mencoba menyetujui persetujuan yang ditawarkan copycat itu.

Kurang lebih isinya sama seperti yang di tawarkan pada Randy, namun dengan perspektif dari Celicia.

Melihat ketuanya yang akan dalam bahaya besar. Ira yang tadi habis ditebas mati olehnya langsung berdiri dan mengayunkan pedang yang ia panggil.

"Tak akan kubiarkan kau menghasut Celicia!"

SLING!

Pedang Ira menebas Copycat itu.

Namun...

CTANG!

Pedang lain menepis ayunan pedangnya.

"Hah?" (Ira)

Copycat mengeluarkan pedang yang sama seperti milik ketuanya. Dengan memamerkan pedang itu, dia memasang senyum jahat untuk menakutinya.

"Jangan ganggu, penghianat! Tak kusangka, dia menjadi sangat membenci hanya dalam satu kalimat saja." Bersamaan dengan ejekan itu, tubuh Peniru itu bercahaya.

Dia memperkuat diri layaknya yang dilakukan Celicia. Pedang yang ia tadi keluarkan menjadi terlihat lebih rapi dari biasanya.

"Celicia, biarkan aku yang menghajar penghianat ini! Biarkan aku memperlihatkan kepadamu bagaimana menganiaya penghianat dengan benar!"

Ira dan Copycat saling berhadapan. Pedang yang mereka kenakan saling dicengkram kuat, mereka tidak akan lengah sedikitpun.

"Aku akan menyelamatkanmu, Celicia!" Ucap Ira sambil mengambil ancang-ancang.