Chereads / Jadi Pengacau Dunia Gadis Penyihir / Chapter 43 - Bab 4. Percaya?

Chapter 43 - Bab 4. Percaya?

"Jadi anda masih bangun, Celicia?" Ucap Ira sambil bejalan mendekat.

Geni yang masih berlutut di antara mereka akhirnya berdiri dan menatapi kesal gadis itu. Dengan datang tanpa terdeteksi olehnya, Ira berhasil merusak nama baik gadis itu sebagai Valkyrie bayangan.

"Ya, aku masih bangun," ucap Ketua para Valkyrie itu sambil menatap bawahannya dengan tatapan yang menusuk.

"Apa yang sebenarnya terjadi sekarang? Padahal ini bukanlah waktunya." (Ira)

"Aku tidak tahu... Kesampingkan itu, kita saat ini harus melakukan sesuatu pada pacaramu!" (Celicia)

"Jadi firasatku benar?"

"Ya, dia sekarang dalam bahaya."

Dalam hatinya, Ira berpikir kenapa Randy bisa berakhir seperti itu. Ketidakhadirannya secara penuh dalam Time Fracture sebelumnya mungkin menjadi alasan utamanya.

Awalnya, dua mau tidak percaya kalau Randy kalah. Tapi dengan bukti apa yang terjadi sekarang. Dia jelas-jelas kalah bertarung.

Masih ada kejanggalan lain yang terlintas di benaknya. Jika apa yang dia dengar kalau pohon raksasa itu ada di rumah Randy. Berarti selama ini Randy tidak keluar rumah dan hanya berada di kamarnya.

'Apakah dia tertidur?' Itu adalah satu-satunya kemungkinan yang bisa Ira pikirkan.

Ada banyak hal kemungkinan yang mungkin terjadi. Beberapa darinya mungkin tidak sempat terpikirkan olehnya.

"Ira, ayo bergerak!" Panggilan dari ketuanya membawanya kembali ke dunia merah itu.

"Ah, iya?!" Dengan begitu, Ira terbang dibelakang ketuanya.

Jarak terbang mereka dari tanah sangatlah tinggi. Bahkan gedung-gedung kota sekalipun tidak bisa sampai mengenai mereka. Mereka bisa dengan mudah bergerak tanpa adanya gangguan dari bangunan-bangunan itu.

"Ngomong-ngomong, Ira, kenapa kau tiba-tiba bisa berpacaran dengan laki-laki itu?" Geni yang dari tadi terbang diam mencoba memecah suasana.

"Eh?! Gimana, ya? Aku~!" Ira tidak bisa menjawab dan berubah merah.

Mendengar Ira tiba-tiba berpacaran memang adalah misteri yang tidak pernah dipermasalahkan para Valkyrie. Bagi mereka, biarkan kehidupan pribadi sebagai privasi mereka. Tidak ada yang tahu siapa dengan siapa. Bahkan meskipun mereka dijodoh-jodohkan oleh temannya, terkadang orang itu malah berakhir bersama laki-laki lain.

"Geni, kenapa kau mengatakan itu? Bukankah kita sudah bilang, kalau privasi tidak boleh kita bahas?!" Celicia menegur informan itu.

"Tapi bukankah ini terdengar aneh?! Ira bahkan tidak mengenal Randy sama sekali! Tapi tiba-tiba dia menjadi sepasang kekasih saat ujian." Geni bersikukuh pada opininya.

"Mungkin saja lewat chat? Kita tidak tahu apa-apa soal orang lain. Bahkan orang yang kelihatannya baikpun, terkadang dalam dirinya memiliki amarah yang ingin dikeluarkan. Sebaiknya kau segera menutup mulutmu sebelum ini bertambah parah!"

"Tapi apakah kalian pernah berpikir ada yang janggal sedikit saja?!" Geni seketika berteriak.

Dia tidak hanya dipermalukan sebagai informan saat ini. Tapi juga dipermalukan sebagai orang yang berpikir normal.

Tidak ada satupun dari mereka bertiga di OSIS itu yang menyadari keanehan itu. Windy yang dulu merasa curiga pada Randy, sekarang sudah tidak terlalu mempersalahkannya lagi.

Seperti mereka tidak berpikir dengan logika. Geni bukan marah hanya karena kebodohan mereka, tapi karena anggapan kalau mereka tahu segalanya.

"Nona pikir saya tidak melihat keanehan-keanehan dalam seminggu ini?!" Dia mengeraskan suaranya. "Pertama, Ular Jormungandr sering tiba-tiba keluar di pertarungan."

"Kedua, saat perang memperebutkan Charybdis. Aku melacak ada sebuah cahaya di dalam lautan yang dia buat."

"Ketiga, Magic Seal... pada hari itu. Seluruh Valkyrie dan Justiciar di kota itu tidak bisa menggunakan sihir dan berakhir jatuh dan terpaksa meninggalkan perburuan mereka, dan terlebih lagi. Monster bintang laut itu juga sudah dikalahkan oleh sesuatu!"

"Keempat, pertarungan kalian dengan Rena. Aku kagum saat kalian bekerja sama untuk melawannya. Tapi bukannya saat itu adalah saat dimana keanehan sebenarnya terlihat jelas?!"

"Sebuah bola api misterius menembak Naura dan membuatnya terluka. Bunga kapas yang menyelamatkannya saat mendarat. Pasukan salib yang melindungi Rena dari tembakan bola api. Dan yang paling jelas, anak panah yang menusuk Rena dan menenangkannya!"

"Apa kau tidak pernah menganggap ini aneh?!"

Karena terus mengoceh, cara panggil Geni yang awalnya sopan pada Celicia berubah menjadi kasar. Bahkan terdengar menghina.

"A-anu... Bisa tidak kita fokus saja ke tujuan kita?!" Ira berkata lirih.

Dia saat ini sedang down karena dikatain terus. Luka hatinya dicoba untuk ditambal sendiri. Mendapatkan cacian tepat di depan orangnya terdengar sangatlah sakit. Bahkan Ira sekalipun tidak kuat terbang cepat lagi.

"Ha?! Setelah apa yang kau lakukan! Kau malah mencoba main imut dan berakting layaknya korban!" Geni tanpa ampun.

Emosinya sudah mencapai batas. Kepalanya seakan mau meledak. Namun perasaan ini tetap dia jaga untuk tidak membara.

"Geni tutup mulutmu!" Celicia menghardik keras informan itu. Wajah yang mengerikan terlukis di wajah penuh wibawa ketua OSIS itu.

Mereka kesini ingin menuntaskan sebuah misi, tapi hal bodoh seperti ini malah terjadi. Bagaimana bila Naura dan Windy melihatnya? Mereka pasti akan sangat kecewa pada semua yang ada di sini sekarang.

Tak lama setelah pertengkaran panjang itu. Tanpa mereka sadari, mereka sudah berada di depan rumah laki-laki itu.

Seperti yang Geni katakan, sebuah pohon raksasa mengakar di rumahnya. Tepat di bagian kamar, keluar menuju jendela dan semakin ke atas semakin besar. Pohon itu mungkin setinggi gedung-gedung yang mereka lewati di kota tadi.

"Jadi, apakah ada yang bisa menjelas ini?!" Geni masih belum selesai.

"Geni hentikan!" Nada Celicia menjadi dingin.

Namun sesuatu mengejutkan mereka.

"Kalian, bantu aku menyelamatkan anak itu!" Sebuah suara misterius berdengung dari dalam jendela yang ditumbuhi akar pohon itu.

Mereka langsung bingung bukan main. Siapa pemilik suara ini? Bahkan Ira yang sudah mengenal Randy saja tidak tahu.

Tapi beruntung, dengan ekspresi Ira yang benar-benar tidak tahu. Geni yang tadi mencurigainya kini menjadi percaya setelah melihat ekspresi itu. Satu-satunya yang tidak bisa ditipu adalah ekspresi wajah.

"Siapa kau?!" Celicai bertanya.

"Bantu aku, dan aku akan menjawab semua pertanyaan kalian!"

"Tidak..." Geni menolak, dia merasa pertukaran ini tidak seimbang bahkan terdengar gaib. "Kau tiba-tiba berbicara dan langsung menyuruh kami mengerjakan sesuatu. Apakah ada yang membantu bila seperti itu?"

"Lalu, apa yang kau inginkan?"

"Aku informan para Valkyrie, jadi aku butuh info!"

"Geni, jangan bertanya yang-" Celicia mencoba mendisplinkan bawahannya, namun terputus oleh suara misterius itu.

"Bailklah, aku akan menjawab satu pertanyaanmu sebagai awalan. Apa maumu?" Dia setuju dengan mudah.

Geni terlihat senang, tapi Ira yang berada di belakangnya malah terlihat ketakutan bukan main. Dia takut kalau Geni bertanya soal Randy.

"Kenapa kau ada di rumah Randy?"

Pertanyaan Geni membuat mereka berdua tercengang. Ketimbang menanyakan siapa dia. Geni malah menanyakan kenapa suara itu ada di dalam sana.

"Hahaha, pertanyaanmu rinci sekali nona. Tak kusangka kau menanyakan sesuatu yang spesifik ketimbang majemuk"

Menanyakan siapa suara itu adalah kesalahan. Menanyakan siapa dia, maka suara itu bisa mengelabuhi pertanyaan itu dengan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Tentunya hal itu tidak akan melanggar janji kebenaran, karena semua yang dia katakan adalah benar terjadi padanya.

"Jadi, apa jawabanmu?" Celicia bertanya dengan bermandikan keringat.

"Aku ada di sini karena ini adalah rumah tuanku!" Suara itu mengatakan sesuatu yang ambigu.

Siapa tuannya, apakah pohon itu atau Randy. Tapi dari kata 'rumah' Geni bisa mengasumsikan kalau yanh dimaksud rumah tuannya adalah Rumah Randy. Karena kalau yang dimaksud adalah pohon itu, maka seharusnya suara itu berasal dari dahan pohon bukan dari akarnya.

"Ah aku mengerti, jadi apa yang kuingin tahu sudah terpenuhi." Geni sudah tahu.

"Apa?!" (Celicia)

"Kau adalah orang yang memberi Randy kekuatan, 'kan?" (Geni)

"Maaf, tapi hanya itu saja yang biaa kujawab. Aku akan menjawab lebih bila kalian berhasil menghancurkannya." Janji tetaplah janji, suara itu tidak mau mereka mendapatkan informasi dengan gratis.

Mereka bertiga terkejut soal temuan ini, mereka tidak percaya kalau apa yang mereka perdebatkan malah menjadi kenyataan.

Mata Celicia seketika mengarah ke Ira. Dia menatap dingin bawahannya itu.

"Jadi kau sudah tahu itu semua?"

Ira hanya bisa gemetaran. Bibirnya seperti orang yang kedinginan dan terus dihantamkan. Pelan tapi pasti dia menjawab.

"Iya... Aku tahu sejak awal."